If we get it right it's just by guessing
I who have no plans I will not rest then
adrift like light upon a riverbed
I'm going somewhere I imagine at least in my head
in my head
- Loving ; If I Am Only My Thoughts(( Aku gak kasih face claim, tapi kalau butuh, Jae itu Jaehyun, dan Martin itu Mingyu ya! ))
✷✷✷
Aku menjatuhkan tubuhku ke sofa panjang, yang ibuku berikan saat pertama kali aku tinggal jauh dari rumah. Setelah hampir satu hari penuh aku mengurus pindahan dari apartemen sebelumnya, baru saat ini aku mendapat waktu untuk bisa sekedar duduk.
Apartemen kosong yang tidak begitu luas, tapi juga tidak begitu sempit. Cukup lah untuk aku tinggali sendiri. Aku mengubah apartemen kosong itu menjadi apartemen bernuansa putih, dengan lukisan-lukisan abstrak yang terpajang di dinding.
Aku berdiri dan mulai mengarahkan pandanganku ke seisi apartemen. Rasanya pas, karena sudah hampir dua tahun aku tinggal di apartemen tua, dengan bangunan yang hampir roboh. Itu adalah salah satu dari sekian banyaknya alasan mengapa aku memutuskan untuk pindah.
Apartemen ini jauh lebih baik.
Baru saja hendak berjalan ke dapur, aku merasakan getaran di saku belakang celanaku.
Ah, ibuku menelfon.
Aku meraih handphone dari celanaku, meletakkan alat komunikasi itu di telingaku.
"Dek, udah selesai pindahannya?"
Aku menjawab satu persatu pertanyaannya, sambil berjalan ke arah laci dapur, dan mengambil satu buah mug hijau favoritku. Kulkas yang baru beberapa jam lalu dinyalakan, sudah cukup mendinginkan jus apel kemasan yang kemarin aku beli di supermarket.
"Udah, Bu." Aku menempelkan handphone-ku di antara kepala dan bahu, sambil menutup botol jus apel yang tadi sudah ku tuang. Aku menyender di meja kayu dapur, berkali-kali menyebutkan kata "iya" kepada ibu.
"Kamu jangan lupa bagi-bagi makanan ke tetangga, biar sopan."
Hampir saja aku lupa tentang tradisi keluargaku, yang selalu dilakukan oleh ibu setiap kali mengadakan acara. Walaupun hari pindahanku ini bukan acara yang besar, setidaknya akan tetap kulakukan untuk menjalin hubungan yang baik dengan tetangga.
Aku hanya mengangguk sambil meneguk jus apel, mendengarkan ibu mengucapkan ia menyayangiku, menyuruhku untuk makan tepat waktu, dan mematikan telefonnya.
Begitulah ibu. Hampir setiap hari menghubungi, untuk sekedar bertanya apa menu makan siangku.
Setelah berbicara dengan ibu via telepon, kini saatnya aku menghubungi pacarku, Jae. Kami sudah berpacaran kurang lebih 7 bulan. Ia adalah manager di kantor tempatku bekerja.
Aku mengetuk layar handphone-ku, mencari kontak Jae dan segara menelfonnya.
"Ngapain nelfon?"
"Aku baru selesai pindahan."
"Bagus dong."
"Mm-hmm."
"Udah dulu ya, aku mau meeting. Nanti aku telfon." Belum sempat aku mengucapkan i love you, Jae sudah memutuskan sambungan telepon.
Sudah biasa Jae tiba-tiba mematikan telepon dariku.
Aku membawa mug hijauku ke tempat cuci piring, menguncir rambut, dan menggulung lengan sweaterku agar tidak terkena air. Ku putar keran air stainless itu, namun hanya ada satu tetes air yang keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersmeet
RomanceMenceritakan kisah tentang dua orang yang bertemu dengan cara yang aneh. Mereka sama-sama memiliki masa lalu yang buruk, dan berusaha untuk keluar dari masa lalu tersebut. Martin, seorang dokter anak yang masih memiliki trauma terhadap perempuan dan...