I know you know we know you weren't down for forever and it's fine
I know you know we know we weren't meant for each other and it's fine
- If The World Was Ending, JP Saxe.(( Aku gak kasih face claim, tapi kalau butuh, Martin itu Mingyu, dan Jae itu Jaehyun ya! ))
✹✹✹
"Holy shit!"
"Iya, emang, holy shit."
Aku membuka mataku lebar begitu melihat keadaan apartemenku. Bantal sofa yang berserakan di lantai, lukisan abstrak milikku yang juga berada di lantai, serta barang-barang lain yang tidak berada di tempatnya. Dengan jari yang memijat pelipis, aku berkali-kali mengumpat tentang seberapa besar aku kesal dengan Jae.
Dengan Martin yang berdiri dibelakangku, dia tidak begitu terkejut mengingat semalam dia sudah melihatnya terlebih dahulu.
Ia lebih dulu masuk ke apartemenku, sambil berkata "Gue bantuin."
Martin bilang ia ingin membereskan bagian dapur, dan aku hanya mengangguk.
Setelah ia beres dengan urusan dapur, Martin menghampiriku di ruang tamu. Ia membantuku menata ulang bantal-bantal sofa yang tadinya berserakan entah bagaimana bentuknya.
"Gimana?" ucapnya sambil meletakkan bantal itu di sofa pink milikku.
"Gimana apanya?"
"Udah diputusin belum?"
Aku hanya diam tanpa menjawab pertanyaannya.
"Lo kemarin kenapa bisa tiba-tiba masuk?" tanyaku, sambil menuangkan segelas air dingin dan duduk di meja makan.
Martin berjalan ke arahku, dan mengambil sebuah mug dari laci dapur. "Gue kemarin ketemu cowok lo, di lift." jawabnya sambil ikut menuangkan segelas air untuk dirinya. "Dia kayak mabok, terus gue liat dia masuk apart lo."
Aku tersedak mendengar ucapannya. Jae? mendatangiku dalam keadaan mabuk?
"Mabok?" ucapku, dan dibalas anggukan oleh Martin. "Shit."
Martin tertawa kecil, "jangan mau sama cowok yang suka mabok. Red flag."
Kedua bola mataku berputar, seolah meremehkan Martin. "Lo gak salah ngomong gitu?"
"Loh, bener."
"Berarti lo red flag." Ucapku dengan kedua jempol yang ku arahkan ke bawah.
"Gue?"
Aku mengangguk dengan gelas berisi air yang masih menempel dimulut. "Pas gue kasih brownies, lo lagi mabok."
"Shit." Jawab Martin sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya yang lebar. "Gue ngomong apa aja? Aneh-aneh gak?"
"Emm," aku meletakkan jari telunjukku di dagu, seolah berpikir. "Kirana."
"Kirana?" Kedua mata martin terbuka lebar seketika. "Gue nyebut nama Kirana?"
"Lo juga meluk gue, padahal gue bukan si Kirana-Kirana itu."
"What the fuck." Ia menggaruk kepalanya, yang pasti sebenarnya tidak gatal. "Tam, sorry banget, sorry."
"Eh, santai, Tin." Aku yang awalnya hanya ingin bercanda, jadi ikut merasa tidak enak melihat Martin. Ia terlihat begitu tidak nyaman begitu aku menyebut nama Kirana. Entah apa yang terjadi dengan mereka, yang pasti itu bukan sesuatu yang baik.
"Tam, sorry," Martin menatapku, "sumpah, gue bukan cowok aneh-aneh. Gue gak ada maksud apa-apa, bahkan gue gak tau kalo meluk lo."
Aku mengangguk, "Gapapa, itu namanya bittersmeet," sambil sedikit tertawa.
Martin ikut tertawa, padahal aku yakin dia tidak mengerti.
Begitu lah awal dari bagaimana aku bisa merasa nyaman dekat dengan Martin. Dia pria yang asik, juga easy-going. Aku yakin, Kirana adalah orang paling beruntung sedunia.
~~~
Sudah enam hari setelah kejadian menyebalkan itu, aku belum menghubungi Jae sama sekali. Di kantor juga ia jarang terlihat, dan aku juga tidak datang ke ruangannya untuk membawa makan siang.
Karena, ia tidak suka masakanku.
Aku merebahkan diriku di kasur empuk dengan sprei berwarna abu-abu. Sudah tidak peach, karna sudah kuganti.
Berkali-kali aku mencoba untuk mengirim pesan singkat kepada Jae, tapi aku selalu menghapusnya. Banyak pikiran-pikiran buruk tentang bagaimana aku bisa hidup tanpa Jae, atau bagaimana Jae bisa hidup tanpaku.
Tapi setelah mendapat wejangan dari Martin, aku mulai sadar tentang apa yang dilakukan Jae. Pria yang kasar seperti Jae, akan tetap seperti itu.
Me: Jae
19.10Me: Kita putus aja
19.25Jae: Tam?
19.40Jae: Tamara, kamu serius?
19.40Jae: Tamara, maafin aku
19.40Jae: Aku sayang kamu
19.40Jae: Kemarin aku ga sengaja. Please maafin aku ya?
19.41Jae: Aku janji ga akan ngulangin lagi
19.41You Blocked Jae.
Aku menutup kepalaku dengan bantal dan selimut. Ingin berteriak sekencang-kencangnya, karna aku sangat mencintai Jae.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersmeet
RomanceMenceritakan kisah tentang dua orang yang bertemu dengan cara yang aneh. Mereka sama-sama memiliki masa lalu yang buruk, dan berusaha untuk keluar dari masa lalu tersebut. Martin, seorang dokter anak yang masih memiliki trauma terhadap perempuan dan...