Sinar mentari mulai masuk dari celah-celah tirai jendela serta detakan suara jam dinding terdengar nyaring di seluruh penjuru ruangan. Di atas kasur terbaring seorang gadis yang masih memejamkan matanya.
Dia Dinda Putri Azizah atau kerap disapa Dinda oleh teman-temannya. Dinda merupakan mahasiswa baru Jurusan Arsitektur di kampus terbaik di kotanya. Dia sangat menantikan hari pertama kegiatan OSPEK pertamanya. Dan hari ini merupakan hari kumpul jurusan sebelum hari pertama OSPEK tiba yang merupakan hari yang dia tunggu-tunggu.
Pukul 6:00 WIB
Terdengar suara ketukan pintu yang samar-samar terdengar di telinga Dinda. Namun tak membuat Dinda membuka mata dan beranjak dari tempat tidurnya. Tak lama kemudian gagang pintu pun berbunyi dan terdengar suara pintu terbuka. Suara yang samar-samar sekarang terdengar lebih nyari berasal dari dekat tempat tidurnya.
"Dindaaaaa!! Bangun udah jam berapa ini. Katanya mau pergi ke kampus." Ujar wanita paruh baya.
"Oh iya... Astaga udah jam berapa sekarang? Apa aku terlambat ma?" Jawab Dinda dengan nada panik sambil terbangun.
"Jam 6:15. Udah sana buruan mandi terus siap-siap." Balas Ibunya Dinda.
"Hufttt... Untunglah masih selamat." Dinda menjawab dalam hati sambil mengusap dadanya.
Tak lama kemudian Dinda yang selesai bersiap-siap keluar rumah dengan menggunakan motor gigi kesayangannya.
Dinda berkendara menuju kampus cabang yang tak jauh dari rumahnya untuk menitipkan motor lalu melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus ke kampus utama. Kampus utama tempat Dinda berkuliah berjarak sekitar 1 jam perjalanan menggunakan bus dan angkutan umum lainnya.Perjalanan yang cukup panjang di lalui Dinda dengan kebosanan hingga tak tersadar kepala Dinda yang menahan kantuk bersandar pada sebuah bahu yang cukup nyaman dan kokoh. Hal ini tentu saja tidak di sadari Dinda karna dia tak tahan bisa menahan kantuk yang dia rasakan. Sementara orang yang bahunya di pakai bersandar oleh Dinda hanya bisa menahan sandaran tanpa berkata karena bingung harus berbuat apa.
Perjalanan 1 jam telah berlalu. Terlihat sebuah gerbang kampus yang menawan semakin terlihat jelas. Bus berwarna biru yang mereka tumpangi kini telah melewati gerbang dan masuk ke lingkungan kampus. Secara tiba-tiba Dinda tersadar dan langsung mengangkat kepalanya. Dia sadar dan merasa malu namun tak berani berkata-kata pada pria tempat dirinya bersandar. Sementara pria di sebelah Dinda merasa cukup lega karena akhirnya gadis itu sudah bangun dan tak bersandar lagi di bahunya. Terlihat jelas wajah yang memerah karna malu terlukis di wajah Dinda.
Tak terasa Dinda sampai di halte fakultasnya. Dia berpikir akan turun sekaligus meminta maaf kepada pria itu walau dirinya masih merasa malu. Ketika Dinda mencoba berdiri, pria itu telah berdiri lebih dahulu dan dengan cepat keluar dari bus yang mereka tumpangi.
Situasi ini membuat Dinda kikuk sekekita. Rencana yang dia rancang di dalam pikirannya seketika kandas. Sambil bengong Dinda turun dari bus tersebut dan melanjutkan perjalanannya ke gedung jurusannya dengan berjalan kaki seraya menikmati sejuknya angin yang menerpa dari sela- sela ranting pohon.
Langkah kaki kecil tapi pasti mengiringi perjalanannya hingga terlihat dari kejauhan terdapat kerumunan orang di depan gedung. Orang-orang yang berada disana tengah duduk diatas rumput seraya mengobrol satu sama lain. Dinda terus melangkahkan kakinya hingga mendekati tempat itu. Saat Dinda berada di depan gedung jurusannya, seorang gadis berkerudung berjalan mendekatinya.
"Mahasiswa baru Jurusan Arsitektur angkatan 2016 ya dik?" Tanya gadis berkerudung dengan tersenyum.
"Iya mbak." Jawab Dinda dengan lembut.
"Ya udah kesana ya. Duduk di barisan paling ujung dekat pohon besar." Ujar gadis berkerudung sambil menunjukkan arah.
"Iya mbak." Dinda membalas seraya menganggukkan kepala.
Dinda berjalan menuju tempat yang di arahkan. Namun saat Dinda tiba di tempat tersebut Dinda bertemu dengan seseorang yang dia kenal. Lalu seketika mereka berdua kompak berkata.
"Lah. Kamu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic - Rajendra B
Teen FictionPerkenalkan aku Dinda, anak SMA yang kini telah lulus dan ingin berkuliah di sebuah kampus impianku. Bulan lalu aku harus menelan kenyataan pahit bahwa aku gagal masuk ke kampus impianku dengan jalur SNMPTN. Takdir yang tidak sesuai dengan ekspetasi...