Gadis berkulit putih itu berjalan memasuki sebuah minimarket dengan setelan musim dinginnya. Bulan telah memasuki musim dingin yang mungkin sebentar lagi salju akan turun dan menutup jalanan. Tringg,,, suara bel minimarket berbunyi saat pintu kaca itu terbuka.
Gadis itu berjalan mencari beberapa makanan siap saji yang bisa ia makan di rumah. Mengambil beberapa butir telur dan 2 buah sosis.
Namun tiba-tiba sepasang matanya melihat kearah bungkusan pembalut. Hingga membuatnya tersadar jika ia telah terlambat datang bulan.
Kepalanya mulai memutar kembali kejadian musim gugur 2 bulan lalu. Ia mulai merasa gelisah. Dengan ragu gadis itu mengambil sebuah testpack. Hanya untuk memastikan apakah benar ada sesuatu yang terjadi waktu itu atau hanya memang ini karena dirinya cukup stress akhir-akhir ini.
Yeseo berjalan keluar dengan barang belanjaannya. Sesampainya di rumah gadis itu memilih untuk memasukan barang belanjaannya ke dalam kulkas dan menyimpan bungkusan mie dilaci dapur.
Gadis itu memilih untuk istirahat sebentar sebelum menggunakan testpack yang tadi ia beli. Namun ia sudah terlanjur gelisah hingga membuatnya sangat tidak nyaman berbaring di ranjang kesayangannya. Diraihnya bungkusan yang tadi ia beli dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Beberapa menit kemudian dengan semua langkah yang telah ia lakukan hanya tinggal melihat hasil yang muncul dari benda itu. Matanya membulat sempurna saat melihat 2 garis pada benda kecil itu. Karena ini bukan kali pertama ia melihat testpack, beberapa tahun yang lalu ia pernah melihat milik sepupunya dengan hasil yang sama dengan yang ia pegang saat ini. Tiba-tiba fikirannya terasa kosong dan semuanya hancur dengan perlahan. Hidupnya bahkan masa depannya. Bagaimana jika orang tuanya tau tentang keadaannya sekarang. Skenario terburuk apa lagi yang akan ia hadapi kali ini.
Drrtt,,drrt,,,, Tiba-tiba ada sebuah panggilan masuk hingga membuatnya terjingkat. Pada layar tertera nama yang tidak ingin ia ajak bicara saat ini.
"Ne eomma, wae?" jawab Yeseo dengan suaranya yang sedikit serak.
"Yeseo~ya, gwenchana?" suara wanita paruh baya itu berhasil membuat hatinya terasa semakin sakit.
"Eoh, gwenchana eomma" jawab yeseo seraya menahan tangisnya.
"Apa perlu ibu dan ayah berkunjung ke tempat mu"
"Aniya, akhir pekan nanti aku akan datang ke rumah" jawab gadis itu meyakinkan ibunya.
"Eomma"
"Eoh wae?"
"Mianhae, aku harus kembali bekerja. Aku akan menelfon eomma lagi nanti" ucap Yeseo bohong. Karena sebenarnya ia sudah tidak lagi dapat menahan tangisnya.
Tutt,, sambungan telfon itu terputus.
Dadanya semakin sesak. Tubuhnya perlahan jatuh pada lantai kamar mandi. Hingga terdengar suara tangisan memenuhi ruangan kecil itu. Gadis itu terisak seraya memukul pelan dadanya.
__
Pagi yang dingin, hingga membuat sinar matahari enggan untuk menampakkan dirinya. Yeseo terlihat keluar dari sebuah rumah sakit. Langkah kakinya terlihat gontai melewati jalanan menuju halte terdekat .
4 minggu usianya, kata dokter yang memeriksanya. Ada satu nyawa di perutnya saat ini. Gadis itu duduk dibangku panjang sembari menunggu bus tujuannya datang. Diusapnya sesekali perutnya yang belum terlihat buncit itu.
Dan tiba-tiba ia ingat jika pria waktu itu memberinya sebuah kartu nama untuknya. Dicarinya di dalam tas dan ternyata benar ia selalu menyimpannya di dalam dompetnya.