"Arkan? Bolehkah aku menginap hari ini?" Ucap Zan dengan nada sangat yakin.
Tentu saja dalam hati Arkan dia mengijinkannya, hanya saja mulut nya suka bertindak tidak sesuai keinginannya.
"Kenapa?," Ucap Arkan,"ini belum malam. Jadi kau tidak mungkin ketinggalan kereta phi." Ucap Arkan lagi.
"Hanya ingin. Memangnya tidak boleh?" Zan menimpali.
"Baiklah. Karena hari ini aku sedang dalam kondisi yang sangat baik, maka akan aku izinkan phi Zan menginap di sini." Ucap Arkan.
"Yeaaaaay, Arkan mang yang terbaik." Ucap Zan langsung memeluk Arkan.
"Hei phi Zan. Jangan peluk seperti ini."
"Kenapa? Tidak boleh?" Zan menatap Arkan dengan pandangan mengejek.
"B-bukan seperti itu. Hanya saja, aku tidak ingin salah paham." Arkan melepaskan tangan Zan yang masih memeluknya dan meletakan boneka pemberian Zan di atas meja di samping kasurnya.
Saat ini, mereka berdua memang berada di dalam kamar Arkan. Enath apa yang sedang mereka pikirkan.
"Tidak apa. Aku tidak keberatan kau salah paham." Ucap Zan.
"Tidak. Aku tidak boleh salah paham!"
Saat itu, saat Arkan mengatakan ia tidak ingin salah paham. Memang seperti itulah kenyataannya. Dia lelah, menghadapi perasaannya yang campur aduk.
"Baiklah-baiklah," ucap Zan,"Arkan? Kenapa kau suka pulang dan pergi ke kampus dengan Bell?" Ucap Zan.
"Ha? Kenapa tiba-tiba bertanya tentang Bell?"
"Aku hanya penasaran." Ucap Zan menimpali.
"Kami berangkat bersama karena dia satu-satunya sahabatku." Ucap Arkan.
"Benar hanya sebatas sahabat?" Zan menelisik.
"Benar." Arkan menjawab tanpa keraguan.
"Lalu Louis? Apa hubunganmu dengannya?" Tanya Zan lagi lalu duduk di atas kasur milik Arkan.
"Tidak ada." Arkan masih menjawab pertanyaan Zan tanpa ragu.
"Benarkah?"
"Ya. Benar." Arkan menjawab Zan dengan singkat. Bukan karena dia malas menjawab pertanyaan Zan, hanya saja saat itu dia sedang sibuk merapikan kamarnya.
Saat itu, sebenarnya Zan tau Arkan dan Louis adalah mantan kekasih. Bagi Zan, jika Arkan mengatakan dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Louis itu sudah sangat cukup. Memang dari sudut pandang Arkan, tidak ada lagi hubungan diantara Arkan dan Louis. Hanya sebatas mantan kekasih.
"Tatap aku jika aku sedang berbicara!" Zan tiba-tiba saja menaikan nada suara.
"Maaf. Tetapi kamarku sangat berantakan." Ucap Arkan.
"...." Zan hanya hening.
Entah apa yang sedang dia pikirkan. Situasi saat itu benar-benar membuat mereka canggung. Lagi pula bukan Zan yang tiba-tiba berteriak. Tetapi si kepo Shine. Jujur saja, diantara Zan, Greed, Shine, dan Anne, mereka semua menyukai Arkan.
"Maaf phi Zan." Arkan tiba-tiba duduk disamping Zan.
"Hm."
"Maafkan Nong Arkan, hm." Ucap Arkan yang langsung memeluk lengan Zan dengan spontan.
"Baiklah, jangan diulangi lagi." Zan menatap Arkan dengan pandangan yang teduh.
"Okhe kha. Phi Zan mau makan apa?" Ucap Arkan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Night
Fanfiction"Teruslah menangis. Selain aku, tidak ada orang lain yang bisa mendengarmu." Zan mengusap pelan air mata Arkan seolah tidak ada yang terjadi. "Ampuni aku Zan. Lepaskan aku. Aku tidak akan melawan mu lagi." Zan yang tidak tahan dengan ucapan Arkan m...