NASA3-1

459 48 15
                                    

Jeon Jungkook

“Let’s get a divorce.”

Itulah kalimat yang dikatakan Sifra di saat terakhir kali aku bertemu dengannya sebelum dia pergi meninggalkanku dan rumah kami. Dia membawa Helena bersamanya.

Ini sudah hampir menuju bulan Agustus—dan itu berarti, Sifra sudah pergi dari rumah selama dua bulan. Aku tidak tahu di mana keberadaannya. Aku sempat ingin mengejarnya dan mencari tahu di mana dia berada, namun kupikir ada baiknya untukku memberi dia waktu sejenak agar Sifra bisa menenangkan dirinya terlebih dahulu.

After all, ini kesalahanku. Seratus persen. Jadi aku tidak boleh egois. Sifra merasa tersakiti karena perbuatanku, dan keputusannya memilih pergi—untuk saat ini—mungkin adalah keputusan tepat. Meski sebenarnya aku tidak ingin dia untuk pergi.

Aku rindu Sifra. Aku rindu tidur bersamanya dan memeluknya. Aku rindu ketika dia memasakkan sarapan untukku dan Helena, lalu kami tertawa di pagi hari sebelum akhirnya aku pergi berangkat ke kantor.

Aku rindu Helena juga. Aku rindu bermain dengannya di Play Room. Aku rindu melakukan pesta meminum teh bersamanya dan semua koleksi boneka Helena.

Dan tentunya aku rindu seksnya juga. Aku tidak akan bermunafik, tapi aku rindu seks bersama Sifra.

I miss my wife. I miss my family.

Namjoon masuk ke ruanganku di saat aku sedang menulis sesuatu di kertas. Aku bosan dan tidak tahu harus melakukan apa, jadi aku mengambil pena dan kertas, lalu aku mencoretnya dengan tulisan FUCK MY DAMN LIFE dalam graffiti.

“Ini untukmu.” Dia memberikanku segelas Starbucks berukuran venti. “Aku tidak tahu kesukaanmu apa, jadi aku memesankan Iced Caramel Macchiato.”

Aku menerima minuman dari Namjoon. “Thanks.”

Fuck My Damn Life?” katanya—matanya membaca tulisanku yang berada di kertas. “Indeed, hidupmu sedang benar-benar hancur dan berantakan sekarang.”

“Ya.”

Aku menyesap minumanku dan kembali mencoret kertasnya. Kali ini kutulis nama Sifra di sana, beserta nama panggilanku untuknya.

Tesorino.

Ah, aku rindu memanggilnya seperti itu. Entah kenapa nama itu begitu manis dan cocok untuk Sifra. But fuck, aku semakin merindukannya sekarang.

Namjoon menghela nafasnya. Kemudian dia mengambil pena yang sedang kupegang, sehingga membuatku menatapnya dan aku mendecak padanya.

“What now?” tanyaku.

“Bagaimana dengan keputusan akhirnya? Kau setuju untuk bercerai dari Sifra?”

“I don’t know,” aku menjawab sembari memijat keningku. “Aku bahkan tidak tahu di mana keberadaan Sifra. Dia belum memberikan surat perceraian padaku.”

“Kalau semisal dia datang dan memberikan surat perceraian itu, apakah kau akan menandatanganinya?”

Dengan jawaban yang sama, aku mengatakan, “I don’t know, Namjoon.” Aku bahkan tidak mau memikirkannya untuk saat ini. “Kemungkinan terburuknya, mungkin aku akan menandatanganinya.”

“Jadi kau akan melepasnya begitu saja?”

“Dia yang ingin bercerai dariku, Namjoon.”

“Jeon—”

“Jika ingin memberikan nasihat untukku—well, for now, I don’t want to hear it. Kepalaku pusing memikirkan banyak hal dalam waktu bersamaan seperti ini.”

NASA 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang