[3] Cinta Yang Ribet

2 2 0
                                    


Ngomong-ngomong soal cinta, diantara Cokrodarmono dan sekeluarga, yang kisah asmaranya mulus tanpa gronjalan mungkin Hani orangnya, atau bapak(?).

Aksara tak bisa menentukan siapa yang paling beruntung menjalani hidup manis tanpa isapan cinta yang fana. Sebab cinta bapak dan mama itu selalu terlihat mulus saat bapak menceritakannya dan untuk Hani sendiri, selain pada gitar coklat dan ayam jantan pemberian simbah, ia tak peduli lagi perkara cinta-cinta monyet yang bertebaran dimasa SMA.

Mas Caca juga tampaknya tak bergitu tertarik dengan hal semacam itu, ia masih setia membujang dan berkutat di balik laptop untuk menorehkan lebih banyak prestasi disaat kawan-kawannya yang lain sudah beristri dua.

Sedangkan Janu, entah motivasi apa yang membuat adiknya hobi baperin anak orang. Anak itu bukan tipe yang suka tebar janji-janji manis, seperti giveaway kolor macan tutul yang sudah diikuti Aksara tujuh kali diakun bodong yang sama.

Ada beberapa langkah yang pernah Aksara dengar saat menguping pembicaraan Janu dan Tama. Pertama pendekatan pada cewek-cewek, lantas beri kenyamanan seperti selimut sutra, yang ketiga berpikir sejenak alias ghosting dulu sebentar, kemudian tembak secara pasti mana yang menjadi pilihannya.

"Kayak milih kaos oblong aja lo, satu dipilih yang lain disingkirin!" Aksara mencak-mencak dan membuat dirinya ketahuan menguping. Tapi, entah mengapa, meski tanpa rayuan manis, Janu bisa berganti-ganti pacar dengan kenyamanan yang ia berikan. Lebih mengherankannya lagi, cewek-cewek itu kalau ditanya siapa mantan paling indahnya, maka semua akan menjadikan Janu jawabannya. Hal yang membuat Tama ingin berguru pada kakaknya itu.

Sekarang giliran Tama. Adik Aksara yang satu itu juga bukan cowok abal-abal yang suka gonta-ganti pacar. Covernya memang seperti badboy ala-ala yang ceweknya berjajar dari satu kabupaten ke kabupaten. Ia juga supel dan banyak kawan, hanya saja untuk mendapatkan tambatan hati perlu lima windu menanti. Mungkin kalau saat ini Tama bilang suka pada seseorang maka sepuluh tahun berikutnya ia baru bisa menembaknya sebagai pacar. Aksara kurang tahu persis bagaimana bocah itu meluluhkan hati mbak crushnya, yang pasti Aksara punya keyakinan penuh kalau Tama akan meletakkan gombalan kucel sebagai titik di perbincangannya.

Terakhir Ara, entahlah, bungsu Cokrodarmono itu nampaknya juga mirip dengan Hani, selain rumus-rumus di buku latihannya, ia juga hanya akan duduk anteng saat sudah ada wajah Hwang Hyunjin seperkawanan di hadapan layar laptopnya.

Aksara tak betul-betul mau ikut campur urudan yang menurutnya sudah jadi ranah pribadi, baginya itu merepotkan. Hanya saja saat-saat mendapati wajah murung akibat cinta, membuatnya jadi kepo perkara asmara saudara-saudaranya yang lain.

Oh Elsa kasihku...

Pujaan hatiku...

Uhuuuuuhuuuu... uhuk uhuk

Suara Hani cempreng bukan main, menjadi sambutan Aksara ketika motor matic warna hitam miliknya masuk ke pekarangan rumah. Itu adalah lagu yang sama yang setiap hari remaja SMA itu nyanyikan dengan gitar warna coklat di pelukannya sebagai persembahan untuk sang pujaan hati. Ada Ara yang duduk di kursi lain seberang meja dengan ponsel posisi miring, sudah pasti adik bungsu Aksara itu tengah mengagumi betapa paripurnanya wajah Hwang Hyunjin.

"Berisik banget lo! Ayam gundul aja dibuatin lagu!" Hani menghentikan sejenak nyanyiannya yang cempreng mendengar teriakan Janu dari samping teras. Sudah dari satu jam yang lalu aktivitasnya mencuci motor belum juga usai.

Kali ini tak ada niatan untuk protes tentang teriakan Janu, otaknya sudah mendesak dengan ide licik yang dalam beberapa saat lagi akan jadi lirik lanjutannya.

Kepalamu yang kecil...

Jreng...

Sekecil otaknya Mas Janu...

Setelah Oktober Itu [Lee Know]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang