3

76 9 3
                                    

Hari ini, [Name] kembali ke sekolahnya. Sempat Ia mendapat seribu pertanyaan baik dari para guru maupun dari teman sekelasnya.

Dan yang lebih membuat [Name] terpaku adalah saat seorang guru bertanya 'Kemana seragam sekolah mu?' disaat itulah nulut [Name] terkunci rapat-rapat.

Ya, Ia kesekolah hanya mengenakan pakaian rumah yaitu kaos berwarna biru berlengan panjang  dan celana jeans hitam panjang, Ia tidak mengenakan seragam. Tetapi hal itu di maklumi para guru karena mereka tahu kondisi keluarga [Name] seperti apa.

Dan sekarang waktunya pulang. [Name] hanya pulang sendiri dengan berjalan kaki. Jarak dari rumah dan sekolahnya cukup jauh, tetapi hal itu tidak menyurutkan niat [Name] untuk kembali kerumahnya.

“Uwah.. Lihatlah bos. Bukankah dia cantik?” ucap seorang laki-laki pendek dengan pakaian ala preman jalanan menahannya di sebuah gang sempit.

[Name] hanya terdiam sambil tetap melangkahkan kakinya seraya pergi meninggalkan mereka.

“Eitss.. Kau mau kemana cantik? Bermain lah sebentar dengan kami” ucap preman pendek itu sambil menyentuh lengan [Name] dan sang empunya pun hanya diam tidak membalas.

Alasan [Name] tidak melawan adalah, dirinya sudah lelah. Ia sudah lelah menghadapi kerasnya dunia yang menghantam dirinya sejak masih kecil.

[Name] sudah mengalami penyiksaan oleh orangtuanya sejak usia 5 tahun. Orangtuanya bertengkar karena perkara masalah perekonomian yang tak kunjung selesai.

Dikala mereka bertengkar, [Name] selalu saja yang kena imbasnya. Ia selalu menjadi pelampiasan kekesalan dan emosi kedua orangtuanya.

Saat itu, dirinya hanya bisa menangis dan menahan rasa sakit akibat dari luka yang Ia dapatkan.

Sekarang, Ia sudah menyerah. [Name] sudah tidak peduli lagi dengan dirinya atau pun kehidupannya saat ini. Tak ada lagi harapan yang terlihat di matanya, bahkan [Name] sendiri menganggap dirinya sudah meninggal.

Tanpa [Name] sendiri sadari, perlahan kedua preman itu mulai menyentuh tubuh [Name]. Mereka juga mulai melucuti pakaian yang [Name] kenakan.

Mulai dari bagian bawah kaos yang [Name] kenakan. Kedua preman itu tak malu membuka pakaian seorang gadis dengan tawa membahananya karena saking bahagia melihat body [Name] yang kurus. Hanya saja kulitnya yang kecoklatan.

DOR!

DOR!

Dua buah peluru di tembakkan ke arah kedua preman itu sehingga membuat keduanya tumbang.

[Name] tidak bergeming. Ia tidak peduli. [Name] tidak memperdulikan sesuatu yang terjadi di sekitarnya, bahkan pakaian yang sudah lepas dari tubuhnya itu pun hanya Ia biarkan!

[Name] benar-benar kehilangan jati dirinya!

Plak

Seketika orang yang menyelamatkan [Name] dari pelecehan itu pun menampar pipinya dengan keras. Alhasil, [Name] pun sedikit mengangkat pandangannya.

Sempat Ia terkejut melihat sosok yang berada di depannya. 'Dazai' batin [Name].

“Kenapa kau diam saja hah!? Apa kau tidak sadar apa yang telah mereka lakukan padamu!?” tukas Dazai dengan nada tinggi dan menekan setiap kalimatnya.

Mendengar ucapan Dazai yang memekikkan telinga, [Name] hanya terdiam membisu.

“Jawab!” pekik Dazai sekali lagi dengan nada tegasnya.

Melihat tuan mereka marah, semua anak buah Dazai hanya bisa terdiam. Sedikitnya tubuh mereka gemetar lantaran mendengar nada bicara Dazai yang bagai terompet sangkakala.

Bukannya menjawab pertanyaan Dazai, [Name] malah membungkukkan tubuhnya lalu mengambil pakaiannyabyang tadi sempat di lucuti oleh kedua preman yang sekrang sudah menjadi mayat.

[Name] kembali mengenakan pakaiannya. Setelah itu, Ia tanpa basa-basi langsung melangkahkan kakinya seraya pergi dari hadapan Dazai.

Sret

Plak

“Dasar tidak sopan” ucap Dazai sebelumnya Ia menahan lengan [Name] hingga membuat sang empunya berbalik lalu menamparnya.

“Setelah aku menyelamatkan mu ini kah balasan yang aku dapat?”

[Name] pov.

Balasan ya? Apa yang laki-laki ini inginkan? Aku tidak pernah membalas apapun kecuali membalas pesan.

Tadi, saat aku menatap sejenak matanya, aku bisa membaca pandangannya padaku. Nampak setitik air mata berada di ujung mata manusia ini.

Mengapa? Kenapa manusia ini menangis? Seharusnya dalam keadaan ini aku yang menangis! Bukan dia.

Tapi, aku tahu maksudnya. Ia tidak terima aku di lecehkan seperti tadi. Maka dari itu Ia langsung membunuh kedua preman tersebut dengan cara menembaknya.

“Kenapa hanya diam!? Kau tidak tuli kan!?” tentu saja tidak! Aku hanya sedang berpikir kira-kira balasan apa yang harus aku berikan untuk mu bodoh!.

Ah ya, biasanya laki-laki suka pelukkan. Mungkin sebuah pelukkan hangat bisa menjadi balasannya.

Brugh

Aku memeluk Dazai dengan erat sebagai balasannya dan sebagai rasa terimakasihku untuknya.

Ini hanya pelukkan biasa! Tidak ada unsur apapun yang menyertainya ingat itu!.

Setelah sejenak memeluknya, aku pun melapaskan pelukkanku. Aku berbalik, lalu berjalan seraya meninggalkan Dazai yang tubuhnya tengah mematung.

[Name] pove end.

Dazai menatap kepergian gadis yang baru saja memeluknya. Jantungnya berdegup sangat cepat saat merasakan pelukkan hangat itu, oh Dazai belum pernah merasakannya!.

'Aku ingin merasakannya lagi, [Name]-chan..'

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tbc.

-Ara-

Please, I want life too. [Dazai x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang