Hari ini adalah hari Sabtu yang cerah, dimana banyak sekolah diliburkan dan beberapa muridnya pergi bermain entah kemana. Ada yang berpergian dengan keluarganya, sahabatnya, atau malah kekasihnya. Itu semua yang dilakukan kebanyakan orang, kecuali Rico. Ia memilih berbaring di kamarnya sambil menatap interior kamarnya sendiri. Nuansa biru gelap membuatnya semakin terlena untuk memejamkan mata lagi, tapi niat itu Ia urungkan.
Dia memperhatikan sudut ruangannya,dimana ada sebuah meja yang di atasnya terdapat sebuah komputer, ponsel, dan beberapa tumpukan buku komik. Di dinding bagian atas komputer terdapat beberapa kertas dan juga catatan-catatan kecil yang dibuat dan ditempel oleh si empu kamar.
Rico beralih dari kasurnya dan segera menyambar ponsel miliknya. Saat Ia menarik kursi yang ada di dekat meja, ada sebuah panggilan yang membuat Rico sedikit terkejut. Muncul sebuah nama di layar ponsel miliknya dan membuat Rico jadi bertanya-tanya. Dan akhirnya Ia memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Ada apa, Naila?" Tanya Rico. Tapi, tak ada jawaban sama sekali dari seberang sana. Rico mengerutkan dahinya dan mencoba sekali lagi untuk bertanya. "Naila, kau dengar aku kan? Ada apa?"
Perasaan Rico jadi tidak enak, dia menjadi sedikit gusar dan segera bangkit berdiri. Dia menyambar jaketnya yang Ia gantungkan di balik pintu. Langkah kakinya yang lebar dan cepat membuat seisi rumah yang awalnya sepi jadi ribut sekali.
"Hei Rico kenapa buru-buru sekali? Kau mau kemana?!" Tanya sang Ibu yang mendapati Rico hampir saja pergi meninggalkan rumah. Rico berbalik dan menunjukkan layar ponselnya.
"Naila meneleponmu? Lalu kenapa?"
"Dia tak bersuara sedikit pun, aku jadi sangat khawatir. Jangan-jangan orangtua angkatnya berbuat sesuatu lagi." Raut wajah Rico membuat Ibunya ikut khawatir.
"Ibu ikut, kita ke sana naik mobil saja. Tunggu di depan." Ibu Rico dengan cepat langsung mengambil kunci mobil dan memacu langkahnya masuk ke dalam garasi.
Rico juga langsung bersiap-siap di depan sambil berdoa berharap semua baik-baik saja. Semoga Naila tidak mengalami apa-apa. Dia sangat khawatir pada adiknya karena Naila hanya diurus oleh orangtua angkat yang sangat kejam pada Naila.
Tak lama kemudian, Ibu Rico sudah siap dan Rico langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Ibunya. Ia menatap ponsel yang digenggam olehnya, dan masih dalam keadaan tersambung. "Tenanglah Naila, aku dan Ibu akan segera ke sana."
.
.
Naila terduduk di bawah samping ranjangnya. Dia menatap horror orang yang berada di hadapannya. Seorang pria berbadan cukup gempal yang menghadang akses jalan keluarnya. Dan dibelakang pria itu, ada seorang wanita dengan tatapan yang lebih menyeramkan sambil memegangi ponsel milik Naila."Apa maksudmu menelepon mereka lagi?" Ucap wanita itu sambil memelototi Naila.
Naila mencoba memberontak, dia mengambil beberapa buku yang berserakan di sebelahnya dan mencoba melempari orang di depannya dengan buku-buku itu. Tapi niatnya terhenti karena pria berbadan gempal itu menahan tangan Naila. "Kau tak boleh jadi anak nakal."
Seringaian pria itu membuat Naila makin ketakutan. Keringat dingin dan air mata sudah membaur menjadi satu membasahi wajah manis Naila. Tapi, tangan Naila jauh lebih kuat. Dia bahkan mampu menepis tangan gemuk itu sampai si empu meringis kesakitan.
"Jangan menyentuhku! Dasar pria gila!" Umpat Naila sambil mengambil buku yang cukup tebal dan melemparkannya ke wajah pria itu. "Aduh! Berani-beraninya kau! Aku bukan pria gila,aku ini ayahmu!"
"Ayah? Kau bukan ayahku, statusmu hanya menjadi ayah angkat. Tapi, sampai kapan pun aku tak akan sudi menganggapmu sebagai ayahku!"
Wanita yang berada di belakang tadi melempar ponsel yang di genggamnya ke arah wajah Naila. Dan, ponsel itu mengenai wajahnya, tepat sasaran. Dahi Naila memerah, dia sedikit meringis sambil memegangi dahinya. Dia mengambil ponsel itu lalu menggenggamnya erat-erat seolah-olah penyelamatnya sekarang hanya ponsel tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Worthless Promises
RomanceSeorang pemuda bernama Rico yang harus menerima kenyataan pahit dalam hidupnya. Ia harus menghadapi segala takdir kejam yang merenggut semua kebahagiaanya. Tapi,Ia dengan rela meninggalkan masa mudanya yang harusnya penuh dengan kenangan demi menu...