Bel tanda istirahat berbunyi, Rico yang merasa tubuhnya sedari tadi tidak enak langsung memacu langkahnya dengan sangat cepat keluar dari ruang kelas. Perbuatannya membuat semua orang yang ada di kelas terutama Deva, Brian, dan Jery keherenan. "Palingan dia kebelet." Timpal Lisa membuat seisi kelas menggelengkan kepala.
Kembali ke Rico, dia berlari ke arah kamar mandi dan memasuki salah satu bilik. Dia memuntahkan seluruh isi perutnya ke kloset sambil berpegangan dinding.
"Arrgghhh! Apa-apaan ini, aku sama sekali belum makan dan aku muntah?! Tch." Dia mengelap sekitar mulutnya dan segera keluar dari bilik. Dia bersandar di sebuah wastafel sembari mengelap mulutnya dengan air. Pantulan wajahnya yang berantakan membuat dia makin kesal, sebenarnya apa yang terjadi padanya? Dia sendiri pun kebingungan.
Tubuh Rico terasa lemas semua, walau begitu dia masih sanggup berjalan keluar dari kamar mandi. Setidaknya dia mau tidur di UKS sebentar saja, mungkin waktu istirahat ini Ia gunakan untuk tidur.
"Rico? Kau baik-baik saja?" Suara itu berasal dari dekat pintu keluar kamar mandi. Ia melihat Deva berada di sana sembari menunjukkan raut wajah khawatir. Hal ini malah membuat Rico semakin geram saja. "MENYINGKIRLAH!" Bentak Rico.
Tubuh Deva bergetar saat mendengar bentakan dari Rico, tapi itu tak membuatnya menyerah untuk menolong Rico. Karena dia tadi diam-diam mengikuti Rico ke kamar mandi lalu mendengarnya sedang memuntahkan isi perutnya. "Aku harus membantumu, kau tadi muntah kan? Aku me-mendengarnya."
"Aku tidak selemah itu hingga membutuhkan uluran tanganmu! Pergi dariku! Jangan dekati aku!" Tolak Rico sekali lagi, Ia mencoba berjalan sendiri keluar dari kamar mandi. Tapi dia dihadang oleh Deva. Tubuh kecil itu menutupi pintu akses keluar dari kamar mandi dan itu sukses membuat Rico semakin tersulut emosi.
"Minggir atau kuhajar?!"
"Kau sangat kacau! Aku di sini hanya ingin menolongmu! Kumo-... RICO?!"
Mendadak tubuh Rico tumbang ke belakang, untung saja Deva membantu menyangga tubuh Rico agar tak terbentur lantai dingin kamar mandi. "Hei Rico! Sadarlah, aduh gimana ini. Aku mana kuat mengangkat dia sendiri." Deva semakin panik karena Rico pingsan, dia berharap ada yang membantunya dan benar saja.
"Hei Deva! Ada apa?! Kau nampak panik begi-... RICOBRO?!" Dari kejauhan, terlihat Brian dan Jery yang tadinya berjalan ke arah kamar mandi langsung memacu langkahnya karena menyadari Rico sedang tak sadarkan diri. Wajah mereka berdua terlihat sangat panik.
"Entahlah! Tadi dia habis muntah, aku mencoba membawanya ke UKS tapi dia sudah pingsan duluan." Penjelasan Deva yang singkat sudah membuat Brian dan Jery paham akan situasi yang tengah terjadi. Mereka bertiga mengangkat tubuh Rico dan membawanya ke arah UKS. Di sepanjang lorong, mereka hanya diperhatikan dan tak ada dari mereka yang mau membantu. Parahnya lagi, mereka malah mulai asik bergosip.
Sampai di UKS, Rico dibaringkan ke salah satu kasur. Mereka bertiga kebingungan harus berbuat apa. "Oh, aku panggilkan Lisa saja gimana? Dia pasti bisa membantu." Usul Deva.
"Benar juga! Panggil sana!" Balas Jery.
"Aku titip Rico pada kalian ya!" Deva langsung berlari keluar dari UKS dan mencari-cari Lisa.
Tersisa Brian dan Jery yang sedang menunggu Rico. Brian beranjak dan mencari sebuah gelas, setelah itu Ia menuangkan air hangat ke dalam gelas tersebut. "Siapa yang bakal minum tuh air? Kan Rico baru nggak sadar." Tanya Jery keheranan. "Kalau saja dia bangun, kan sudah ada air." Balas Brian.
"Ngomong-ngomong, ini perasaanku aja atau memang berat badan Rico turun ya? Dia terasa agak ringan." Ucap Jery sambil dia menarik salah satu kursi untuk duduk. Dia memperhatikan raut wajah Rico yang sedang tak sadarkan diri itu. "Rupanya kalau dia diam, dia terlihat lebih ganteng!" Kata Jery sekali lagi, dan sukses membuat Brian terkejut dan hampir saja menumpahkan segelas air hangat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Worthless Promises
RomansaSeorang pemuda bernama Rico yang harus menerima kenyataan pahit dalam hidupnya. Ia harus menghadapi segala takdir kejam yang merenggut semua kebahagiaanya. Tapi,Ia dengan rela meninggalkan masa mudanya yang harusnya penuh dengan kenangan demi menu...