Worthless Promises (I am Strong)

11 1 0
                                    

"Ini semua salahmu!"

"Apa? Kau bilang ini semua salahku?! Anak sial itulah yang membuatku harus berhutang pada mereka! Kalau saja anak itu tidak penyakitan, kita sudah kaya raya sekarang!"

'Hentikan.' Batinku, aku tak mengerti kenapa mereka berteriak begitu. Ini semua salahku? Ah aku harusnya tak punya penyakit seperti ini, atau malah lebih baik aku tidak hidup saja?

"Jangan bicara begitu pada anakku! Kau tak punya hak untuk berkata seperti itu! Dan soal harta, kau lah yang membuat semua jadi-"

Plaakkkk

Suara itu menggema ke seluruh isi rumah. Aku hanya bisa diam, kenapa aku hanya diam saja?! Aku harus membantu Ibu! Pak tua itu harus kubalas perbuatannya.

Aku berlari cukup cepat sambil mencoba menahan tubuh besar itu. Kutarik bajunya dan berusaha untuk menendang tubuhnya, walau aku tau itu tak berasa sakit sedikit pun. Pria itu berbalik ke arahku seraya menatap tajam padaku.

"Jangan! Jangan sentuh dia! Lari Rico, lari!"

Mengapa Ibu menyuruhku lari? Aku harus membantunya, aku tak mau melihatnya tersakiti lagi. Aku mendekati pria itu dan mencoba untuk memukulnya. "Jangan sakiti Ibu lagi!"

Pria itu menahan tubuhku, lalu kakinya terayun ke depan dan mengenai wajahku persisnya di hidungku. Aku jatuh tersungkur, hidung berdarah, kepalaku berdenging, aku mencoba untuk berdiri tapi tetap saja tidak bisa. Aku mendengar Ibu menangis, kenapa Ibu malah menangis? Harusnya Ibu tidak menangis, Ia tak boleh menangis lagi. Bahkan aku pun tak menangis.

"Kau tak bisa jadi anak yang baik ya, Rico? Ayahmu harus mengajarimu ya? Ikut aku, kau tidak boleh tidur di dalam rumah selagi kau belum minta maaf atas perbuatanmu!" Pria itu menarik lenganku, membawaku keluar rumah. Ibu mencoba menahannya tapi tetap saja, tenaga seorang pria lebih unggul.

Tubuhku di lempar keluar, dan pria itu segera menutup pintu rumah. Hawa dingin menusuk kulitku, hingga akhirnya aku sudah kehabisan tenaga dan semua pun menjadi gelap.
.
.
"Ricobro? Ricobro?!" Suara seorang pemuda itu membuat mata Rico yang awalnya terpejam jadi memperlihatkan kembali iris hitamnya. "Berisik banget sih! Aku mau tidur, jangan ganggu aku." Ujar Rico sambil membetulkan selimutnya dan kembali memejamkan matanya.

"Hei kau tidak mau pulang? Ini sudah pukul 5 sore loh!" Jery mencoba mengguncang tubuh Rico agar Ia terbangun dan malah ditepis oleh si empu. Rico segera bangkit sambil mengucek-ucek matanya yang terasa sembab. "Kau nangis...?" Tanya Brian khawatir.

"Ah? Nggak! Siapa bilang?! Ini efek masih ngantuk terus kalian ganggu!" Balas Rico sambil menata seragamnya dan segera berjalan keluar dari UKS, dia ingin mengambil tas di kelasnya tapi ditahan oleh Jery. "Ini tasmu."

Tas itu langsung direbut oleh Rico dan Ia segera berjalan tanpa mempedulikan Brian dan Jery di belakangnya. Dia hanya ingin segera pulang, dia ingin segera kembali ke kasurnya, dia ingin kembali ke tempat Ibunya, dia tak ingin sang Ibu sendirian di rumah tanpanya. Sadar akan hal itu, Rico kemudian berlarian di lorong sekolah menuju gerbang sekolah. Napasnya terputus-putus dan dia berhenti sebentar untuk mengambil napas.

Suasana sekolah di sore hari memang berbeda, lebih sepi dan tenang. Setidaknya, Brian dan Jery tidak sedang bersama dengan Rico.

Warna jingga menghiasi sekolah,walau sore hari ini sebenarnya cukup indah namun suasana hati Rico tetap saja gelap dan dingin.

"Ri-rico... kau sudah baikan?" Suara itu berasal dari belakang Rico, dan Ia mengenali suara itu. Rico tak berniat sama sekali untuk menjawab dan segera melanjutkan langkahnya menuju keluar gerbang. Ia menggertakan giginya sambil terus berjalan, rasa marahnya menumpuk semakin banyak setelah orang itu memanggilnya sekali lagi.

Worthless PromisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang