Prolog
Pangeran itu masih sangat muda. Dia masih berusia enam tahun. Dia belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan istana. Dia tak mengerti apa yang mereka bicarakan dan dia juga tak mau tahu mengenai tahta. Namun, pembicaraan itu mulai meluas sedikit demi sedikit dan menariknya kedalam masalah yang sama sekali tak dia ketahui.
"Pangeran, jika suatu hari nanti kau diberikan kesempatan untuk memimpin Negeri ini, apa yang akan kau lakukan untuk pertama kali?"
Pangeran Christian Wulfric Benjamin Estianus mengadahkan kepalanya untuk melihat Raja Joseph Brian Bejamin Estianus lebih jelas. Ayahandanya itu memiliki wajah tampan dengan senyum memesona yang bisa membuatnya merasa nyaman. Raja yang baik.
"Aku tidak berminat memegang tahta kekuasaan," jawab Pangeran Christian pelan.
"Kenapa? Berikan aku alasannya."
"Karena Tahta itu punya Kakanda Putra Mahkota, Pangeran Louis," jawab Pangeran Christian pelan.
Raja Joseph tersenyum.
"Jika pada suatu hari nanti aku memberikan tahta itu padamu, apa yang akan kau lakukan?"
Pangeran Christian mengerutkan dahinya, "Baginda akan memberikan tahta itu padaku?"
Raja Jospeh menjawab dengan tenang. "Jika aku berkenan, maka aku dapat memberikannya padamu. Kau harus tahu, bahwa Putra Mahkota belum tentu bisa menjadi seorang Raja. Orang yang bisa menjadi Raja adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mendengarkan permintaan rakyat, bisa memberikan yang terbaik bagi rakyat dan menjadi pelindung bagi rakyat."
"Kalau begitu, aku tak sanggup menjadi Raja," jawab Pangeran Christian pelan.
"Kenapa?"
"Karena hanya orang yang pantas saja yang bisa menjadi Raja."
"Menurutmu kau tak pantas menjadi Raja?"
"Menurutku, aku tak bisa menjadi Raja yang baik karena aku takut tak bisa memenuhi tanggung jawabku menjadi seorang Raja."
Raja Jospeh menatap dalam mata biru safir Pangeran Christian dan tersenyum hangat. "Kau tahu, Raja yang baik adalah Raja yang takut pada tanggung jawab karena dengan begitu dia akan berusaha keras untuk memenuhi tanggung jawab itu. Kau memang sangat berbeda dari pada ketiga Pangeran yang lain. Di mataku, kau yang terbaik Putraku. Aku berjanji akan memberikan tahta padamu, suatu hari nanti."
***
Sang Pangeran tinggal di istana Aclopatye yang terletak di paling barat Istana Ocepa, jauh dari tempat saudara-saudaranya yang lain. Semenjak dia lahir, belum pernah sekalipun dia keluar dari tempat itu. Semua kebutuhan sudah diperlengkapi, dia tinggal meminta saja. Namun, ada satu hal yang membuatnya merasa kosong, dia selalu merasa sendirian. Hidupnya cuma diisi dengan buku-buku yang menggunung, tidak ada yang istimewa.
Dia menatap bulan purnama dan kembali menghela napas, mengacuhkan dayang yang memintanya untuk segera tidur. Dia menutup bukunya dan memanjat keluar dari jendela, menikmati angin malam. Pemandangan di istana tak pernah membuatnya bosan, semuanya ditata dengan sangat cantik dan memanjakan matanya, sehingga dia tak pernah mengeluh. Ya, apa yang harus dia keluhkan? Semuanya sudah lengkap dan dia cuma seorang Pangeran. Seorang Pangeran Kecil.
Sang Pangeran melonjak kaget ketika mendengar suara ranting patah di salah satu pohon yang baru saja dia lewati. Dengan sigap dia mundur perlahan, jantungnya berdegup kencang. Dia memang sudah mendengar isu bahwa ada kelompok pemberontak yang tak senang dengan kepemimpinan Raja Joseph dan mencoba segala cara untuk menggulingkannya. Itu membuktikan bahwa para Pangeran juga dalam bahaya.
"Tunjukan dirimu, jangan sembunyi," katanya dengan suara bergetar. "Sekarang!"
Perlu beberapa detik bagi orang itu untuk keluar dari tempat persembunyian dan kemunculannya membuat si Pangeran kaget. Seorang anak seusianya keluar dengan wajah tertunduk dan gemetar. Sang Pangeran menghela napas lega.
"Siapa kau? Apa yang kau lakukan tengah malam di sini?" kata si Pangeran melipat tangannya.
"Saya—saya mencari Ayah saya, Yang Mulia. Saya kehilangan dia."
Si Pangeran mengerutkan dahinya. Dia memperhatikan pakaian anak itu dari atas sampai ke bawah. Dia menggunakan pakaian rakyat biasa yang sederhana dengan dahi diikat dengan sebuah kain putih. "Angkat kepalamu." Sang Pangeran memperhatikan wajahnya diantara kegelapan. Anak itu memiliki rambut yang menutupi telinga dan dahinya, wajahnya tampan dengan sedikit lumpur. "Siapa nama Ayahmu?"
"Ro-Rofulus Haistings," jawabnya terbata-bata.
Si Pangeran mencoba mengingat nama itu.
"Aku tak tahu siapa dia, tapi mungkin aku bisa membantumu. Ayo, kita cari bersama. Siapa namamu?"
Anak itu menjawab dengan nada ketakutan. "Glenn Haistings, Yang Mulia."
"Namaku Christian," si Pangeran mengulurkan tangannya. "Mulai sekarang kita berteman ya?"
***
Kemudian keadaan negeri Ocepa mengalami ketimpangan. Pemberontakan dan kontroversi terjadi dimana-mana dan puncaknya, pada satu malam yang gerimis, pemberontak berhasil masuk kedalam istana. Suasana seru terjadi disana, teriakan, suara desingan pedang, derap langkah kuda, semuanya menjadi satu. Para kesatria terlatih bergulat dengan para pemberontak, satu per satu dari antara mereka mati, yang lainnya membrikade jalan dan sisanya menyelamatkan keluarga bangsawan yang terkejut dengan kondisi ini.
"Pangeran!" Rofulus Haistings menghampiri si Pangeran kecil yang menatap keadaan di ujung istana dari jendela kastil rumahnya. "Pangeran, Anda harus diamankan."
"Paman, aku tinggal disini. Kurasa mereka tidak akan kesini," kata si Pangeran membelakangi jendela dan menatap Rofulus yang berkeringat dan sesak napas kemudian kearah Glenn yang gemetaran.
"Pemberontak itu mengincar anggota kerajaan—"
"Walaupun aku ini Pangeran, bukan berarti aku memiliki tahta—"
Rofulus kelihatan kesal. "Dengar, Pangeran! Anda keturunan Raja walaupun Anda paling bungsu! Dan—dan—jika terjadi sesuatu pada Raja Joseph... ataupun pada yang lain... Andalah yang berhak atas tahta itu!"
"Aku tak tertarik jadi Raja," katanya enteng.
"Nyawa Anda sedang dalam bahaya!" Rofulus tak tahu lagi harus bilang apa. "Saya tahu Anda masih anak-anak, tapi Raja Joseph mewariskan tahta itu pada Anda! Dan jika Anda mengerti maksud perkataan Raja Joseph dan saya yakin Anda mengerti, Raja Joseph mewariskan Anda kerajaan Ocepa karena dia tahu satu hal kalau Anda adalah orang yang luar biasa!"
"Aku bukan orang luar biasa," kata si Pangeran jengkel.
"Memang! Itulah hal yang membuat Anda luar biasa, Anda tak mengatakan kalau Anda luar biasa! Anda rendah hati, Pangeran. Anda akan jadi Raja yang baik karena itu, bagi kami rakyat biasa, kami ingin Anda yang melihat keadaan kami. Kalau Anda tak yakin dengan kemampuan Anda menjadi Raja kenapa Anda tidak—"
Seiring dengan itu, terdengar suara dobrakan di seberang. Rofulus menegakan tubuhnya. Dia menelan ludah. Dengan cepat dia menggiring kedua anak kecil itu masuk ke lemari dan sembunyi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ocepa Kingdom The Prince of Commoner
Historical FictionCopyright to SaiRein, 2013 Dilarang mengopy, menjual, atau mengubah, sebagian atau seluruh isi dari cerita ini tanpa seizin Penulis. Jika para Pembaca menemukan hal yang sama, maka telah terjadi campur tangan pihak ketiga tanpa sepengetahuan Penulis...