Part 1. Mati | ตาย

64 19 2
                                    

Beda sekolah, beda suasana. Jika di sekolah kalian begitu ceria dan cerah, maka di sini begitu kelam dan gelap. Kejahatan ada di mana-mana.

###

|01|

"Ada yang gantung diri!"

"Weh, ada yang mati di gudang!"

"Anak sebelah, si Marya tuh!"

"Ngeri banget, matanya masih terbuka kata mereka."

Lagi. Kejadian mengerikan di sekolah tingkat atas kembali menerima kabar menghebohkan, padahal ini masih pagi, dan tidak akan terasa heran jika kamu melangkah masuk melewati pagar sekolah. Sebab suasana yang begitu menonjol dari gedung pendidikan itu adalah hal saat bulu kudukmu merinding. Mungkin sugesti atau sebagainya, tapi tidak dipungkiri sebagian siswa dan siswi akan mengakui rasa asing tersebut.

"Jea! Je-Jea! Marya ...."

"Udah dengar." Jea Anna menyahut, seraya ia melangkah cuek menyusuri lorong sekolah, melewati beberapa siswa atau siswi yang sibuk menggosipi kabar terbaru di sekolahnya. 

"Duh, kenapa Marya bunuh diri? Apa dia punya masalah? Tapi kenapa gak cerita sama kita?" tanya sahabat Jea, gadis yang sedikit mungil alias cebol kalau sudah berdiri di sebelah orang lain. Sera Unny, sudah jadi kebiasaan menjadi paling heboh kalau ada berita seperti ini.

"Kita gak dekat sama Marya, gimana dia mau cerita," sahut satu sahabat Jea yang lain, baru saja menyusul mereka berdua lalu merangkulnya dengan berjalan di tengah, Hanum Yetty. "Apa kamu ada ngelihat Marya kemaren?" tanyanya.

Sera cepat menjawab, "Terakhir aku selisihan sama dia, tapi aku gak tau kalo dia bakal ke gudang, kukira mau ambil sesuatu di kelas."

"Serius?" tanya Hanum yang dijawab anggukkan mantap dari Sera.Beda bagi Jea yang tidak tertarik membahas hal 'tak guna ini, lagipula masalah mereka sendiri kalau mau bunuh diri, asal tidak menggangu prestasinya di rangking satu ya tidaklah begitu penting. Buktinya hanya Sera dan Hanum yang ribut, kecuali saat melewati salah satu kelas milik senior mereka, entah kenapa Sera menjauhkan diri sambil melihati wajahnya sendiri di cermin.

"Kamu ngapain, Ser?" tanya Hanum.

"Ada Kak An," bisik Sera, memang benar laki-laki itu tampak berselisih dengan mereka dan tersenyum saat melihat Sera. Gadis itu berjalan heboh meninggalkan Jea dan Hanum untuk segera ke kelas mereka.

"Sera deket sama Kak An?" tanya Hanum.

Jea menggeleng lalu menjawab, "Playboy banyak deket sama cewek, paling Sera sekarang yang dideketin."

"Aiiiss, dia tuh gak playboy kali, Je! Keren gitu kok, lagian gak pernah kedengeran dia pacaran, cuma deket aja sama cewek mana pun," sela Hanum membela seseorang yang sedang mereka gosipi. 

"Buktinya sama kita gak deket."

"Ciee, mau didekatin sama Kak An ya?"

"Fitnah dipelihara, mau jadi monyet?"

"J-Jea ...! Ampun, ahaha!" Hanum berlari setelah berhasil menghindari cubitan super dari Jea, kini tersisa dirinya di meter-meter terakhir sebelum mendekati pintu kelasnya sendiri. Namun, sebelum benar-benar sampai, ia berselisih dengan seorang guru pria yang tersenyum sambil menganggukkan kepala. 

Laksana menggunakan efek slow motion, susasana di antara keduanya begitu terasa apalagi saat mereka saling pandang dan menunduk sapa. Langkah Jea terhenti hingga ia menoleh ke belakang dan menatap gurunya tadi, terlihat jelas bercak darah di bagian belakang kain lengan bajunya, hanya sedikit dan kecil, seakan-akan itu adalah bekas hasil ketelitian seseorang.

"Jea!" Sera keluar lagi sambil menarik tangan Jea. "Aku lupa ngerjain PR matematika, huhu, nyontek dong!"

Jea menghela napas dan mencari buku yang dimaksud sahabatnya itu, lalu diserahkan dengan begitu saja seakan ilmu yang tertoreh di dalam lembar buku itu wajib dibagikan. Benar juga, jika punya ilmu maka berbagilah supaya dapat pahala, jadi ia sama sekali tidak merasa rugi akan hal ini.

"Je." Hanum memanggilnya saat duduk di kursi masing-masing, kebetulan tiga sahabat ini duduknya berdekatan dan sama-sama memojokkan diri di pinggir dekat jendela. Urutannya Hanum di depan, Jea di tengah, dan Sera ada dibelakang. 

"Aku kadang ngerasa aneh sama guru matematika." Hanum melanjutkkan bicaranya saat Jea tampak serius mendengarkan. "Beliau itu kayak punya tatapan lembut tapi maksud tertentu, ngerti gak?" tanyanya.

"Ngerti!" sahut Sera dari belakang. "Itu tandanya beliau orang yang baik," pujinya.

Hanum dan Jea merasa sia-sia mendengar pembicaraan itu, mereka akhirnya memilih no respon sebelum Sera semakin memuji para pria. Beginilah nasib jika mempunyai sahabat yang menggilai semua pria terlebih yang berwajah tampan, mereka harap jangan sampai gadis ini punya nasib baik hingga bisa bertemu idol tampan dari Korea.

"Terakhir waktu UTS matematika, Marya paling terakhir keluar, sadar gak?" tanya Hanum pada Jea.

"Enggak," jawab Jea."Ck! Percuma ngomong sama kamu!" 

"Lebih percuma kalo ngomong sama Sera." Jea terkekeh sambil menatap ke arah luar jendela, dari lantai dua ini, ia bisa melihat guru matematika mereka berbicarad dengan salah satu siswi di halaman depan sekolah. "Itu Pak Gean, 'kan?" tanyanya hingga membuat dua sahabatnya heboh untuk melihat ke tempat yang sama.

"Ya ampun, itu kakak kelas beruntung banget bisa ngomong sama Pak Gean yang ganteng," ujar Sera.

"Terjun cepet! Terjun dari jendela dan datangin Pak Gean sana!" tegur Hanum.

Jea justru tidak mengucapkan apa-apa lagi, ia justru melihat tangan Pak Gean menyentuh pundak siswi itu. Mereka tertawa bersama, terlihat begitu dekat tetapi mencurigakan. "Semuanya!" Teriakkan dari teman laki-laki mereka mengejutkan orang-orang di kelas tersebut. "Mau tau gak alasan Marya bunuh diri?" tanyanya.

"Mau!" Sera heboh dan berlari mendekati Jodra, laki-laki yang tampaknya ingin memberikan suatu kabar penting di kelas ini. "Apaan, Jo?" tanyanya berdiri paling dekat bersamaan siswa-siswi lain yang juga ingin mendengarkan.

Hanya ada beberapa saja yang cuek dan tetap bertahan di bangku meja masing-masing, salah satunya adalah Hanum dan Jea. Meski Hanum penasaran juga, tapi ia tidak begitu berlebihan untuk mencari tahu informasi ini.

"Marya ...." Jodra memulai bicaranya lagi. "Diperkosa."

"HAH?"

"Widih, siapa yang ngelakuin?"

"Beneran? Terus ngapain bunuh diri? Takut hamil?"

Jodra kebingungan dengan banyaknya pertanyaan yang menghampirinya, ia meletakkan jari telunjuk di depan bibir untuk memberi kode supaya mereka tenang dulu. "Tadi aku tuh cuma dengar sedikit, itu pun gak sengaja. Polisi bilang sama pihak guru kalau dia udah gak perawan pas dicek secara sekilas," jelasnya.

Hanum dan Jea saling pandang, lalu mereka kompak menoleh ke arah jendela guna melihat Pak Gean dan siswi yang masih berbicang di sana. Singkat satu menit, keduanya saling tatap lagi dengan isi otak yang tebakkannya bisa sama saja.

"Kamu mikirnya apa?" tanya Hanum.

"Gak mikir apa-apa," jawab Jea.

"Halah!" Hanum ingin melemparkan buku kamus bahasa indonesia tepat di depan wajah Jea, jika saja bel sekolah tidak berbunyi, dan membuat keributan di kelas tersebut mereda. Mungkin reda sebentar, soalnya jika guru tidak masuk kelas, mungkin akan jadi ribut 'tak lama lagi.

Jadi, sejauh mana pemikiran kalian mengenai kejadian ini?

Bersambung>>

Mistery LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang