5

2.1K 455 37
                                    

(Ps : putar lagu apabila sudah di beri aba-aba. Trims)

"Kalian menyedihkan banget ya? Hanya dengan melihat dan mendengar dari satu pihak, kalian bisa ikut-ikutan menjauhi orang tak bersalah." (Name) membuka catatan matematika. Bagi gadis itu, masalah ini belum seberapa, lebih baik di bawa dengan santai.

"Ngomong apasih. Jelas-jelas foto mu itu udah nyebar. Gausah sok polos deh," Teman-teman sekelas memandang (name) remeh. Mereka sejujurnya dari pada kesal pada perilaku (name), mereka lebih kesal karena idola nya bisa duduk bersebelahan dengan (name), bahkan nampak akrab.

"Huh ... kalo aku sih gaada rugi nya ya. Secara, itu pilihan kalian. Aku lebih baik fokus belajar, bentar lagi juga udah mau ujian kelulusan. Justru malah kalian yang buang-buang waktu." (Name) berpose seolah-olah tak peduli. Mereka jadi terpikir akan perkataan (name) yang membuat mereka seketika diam.

"Kan kamu–"

"Dan juga aku ngelakuin apa? Cuma duduk doang. Kenapa reaksi kalian berlebihan? Jihan, Chaeyu, Mhuti, akyue. Kalian pernah merokok di belakang halaman kan? Memang nya kalian pikir aku gak tau." Sembari berujar demikian, (name) tetap membaca materi-materi yang mungkin bisa menmbah wawasan dan ilmu untuk persiapan ujian.

"Apa maksudmu!" Mereka menyahut serempak. Yang lain ikut terkejut saat mendengar ucapan (name) barusan.

"Hah, ribet banget menjelaskan hal gak penting. Mending kalian pergi dari meja ku. Aku ingin tidur." Setelah menyerah, mereka mundur dan meninggalkan (name) tidur dengan menaruh kepala di atas meja. Dari awal mereka sudah tau kalau mereka yang salah. Merundung tanpa mengetahui hal yang sebenarnya.

"Cih."

"Kenapa tangan ku bergetar?"

. . .

Dari pagi saat pelajaran di mulai, sampai saat ini telah pulang sekolah. Eunha selalu menjauhi (name), entah apa alasan nya. (Name) pun tidak mau terlalu memaksa untuk bertanya atau mengobrol dengan Eunha. Maka dari itu, dia lebih baik mengakhiri hari yang berat ini, dan segera pulang.

Cuaca dingin menyelimuti sekitar. Di tambah lagi banyak sekali salju yang turun. Anak-anak remaja berlarian kesana kemari sambil membuat gumpalan salju. (Name) yang melihat hal itu jadi tersenyum.

Dia merasa hari ini tidak terlalu buruk ternyata. "Kalau pulang langsung di suruh belajar," Gumam nya pelan.

"Kalau gak pulang di luar dingin banget." (Name) memijak bagian salju tebal di trotoar, sehingga salju itu membentuk jejak kaki.

Jalan menuju rumah yang biasa ia tempuh adalah gang kecil, sebab jikalau melewati jalan besar, akan lebih memakan banyak waktu.
Tanpa banyak bicara (name) melangkah memasuki gang kecil tersebut.

(Lagu nya yokk di putar✊🏻💗)

Syut.

Pakaian nya di tarik hingga gadis itu terpojok ke tembok.

"Apwa lagi sih ini, hm..." Dia di bungkam oleh seorang yang memakai topi serta masker berwarna putih. Tubuh nya menjulang tinggi.

"Kau... ah, maksudku tidak terjadi hal buruk pada mu kan?" Orang itu bertanya sembari menjauhkan telapak tangan nya. Nampak nya dia terlalu buru-buru dan cemas.

"Hal buruk? Oh. Maksud mu gara-gara foto itu. Gak ada sih, tapi, menyebalkan nya kenapa aku harus terlibat dengan selebriti yang memiliki banyak penggemar. Hanya itu." (Name) menampakan wajah malas khas nya.

"Dan kau itu siapa? Kenapa tiba-tiba menarik ku. Kalau mau malak, maaf aja nih ya .... aku gak punya 500 won.

"Punya 500 won gak!??" (Sung Taehoon, panutan nya dalam Taekwondo.)

"Atau jangan-jangan kau preman dan mau berantem dengan ku, kalau begitu ayo! Walau terlihat tak meyakinkan, tapi aku ini sudah sabuk ungu dalam jiu jitsu!" Dia meletakan jari telunjuk tepat di depan bibir (name).

"Aku bukan preman." Perlahan masker nya di turunkan, sehingga (name) bisa melihat jelas wajah dari orang itu. Jarak wajah mereka juga sangat dekat. Deru nafas nya terasa di pipi.

"Tapi bagus lah, tidak perlu repot mengkhawatirkan mu."

"Siapa juga yang minta di khawatirin? Minggir buruan, aku mau pulang." (Name) meringkuk, bukan tanpa alasan, sebab dingin nya terasa menusuk.

Sruk.

DG melepaskam jaket nya, ia pakaikan untuk (name).

"Apa lagi? Mau sok baik, atau kau memang merasa bersalah–" DG pergi menjauh tanpa mendengar perkataan (name).

"Lee Jihoon. Kau ingat dia?" DG tidak menoleh sedikit pun.

"Lee Jihoon... aku seperti pernah dengar. Tapi dimana ya?" (Name) menggaruk kepala belakang nya.

"Kang (Name), apa kau benar-benar lupa?"

"Kurasa .... tapi seperti nya kau tau banyak ya, bisa tolong beritahu aku sambil berjalan dengan jarak yang jauh. Males kalo ntar di ciduk lagi."

"Kau keberatan dengan tanggapan  bahwa kau itu pacar ku?" Suara DG begitu datar, sampai-sampai (name) pun ikut menirukan gaya bicara nya.

"Aku tentu saja keberatan. Sebentar lagi sudah mau lulus, akan rumit apa bila rumor tak berbobot itu menyebar. Kau juga sama kan, rambut pink?" (Name) menahan tawa ketika menyebut kata terakhir.

"Bicara yang sopan. Aku lebih tua dari mu."

"Mana ku tahu, haha." (Name) memegang jaket milik DG. Menurut nya tidak buruk juga, karena ia merasa hangat.

"Aku tak keberatan. Ma- maksud ku rumor seperti itu tak perlu di tanggapi dengan serius kan?" DG ragu. Tangan nya seperti hendak mengelus rambut (name).

"Jangan sentuh rambut ku! Berjalan agak menjauh!"

"Baiklah."

"Lee Jihoon itu pemuda yang memiliki takdir buruk karena tak sengaja bertemu anak kecil dengan kuncir dua."

"Kuncir dua ..." (name) berusaha mengingat kejadian itu.

"Oh! Kakak-kakak yang ganteng itu." Kejadian itu kembali terputar.

"Aku juga tau kalau dia tampan." DG menutup wajah nya dengan masker lagi. Agar semburat merah nya tidak di lihat.

"Benar, aku pernah berjanji. Tapi aku sendiri malah lupa." (Name) tersenyum kikuk.

 Sweet | Lee JihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang