Akhir

8 3 2
                                    

"Eh Rain lu gw cari kemana-mana dari tadi ternyata mojok disini.. kelas kita disuruh cari kayu bakar sama Bu Dewi nah, buru hayu." Dari suara sepertinya itu bagas teman dekat hujan

"Bentar-bentar gas, nanti gw balik lagi tunggu sini dulu!"

"Eh mau kemana hujan?" tanyaku

"Aku mau manggil Nia dulu bentar, biar nanti kamu disini sama dia. Daripada kamu ditempat ngumpul sama cewe-cewe ga jelas itu."

Aku paham maksud hujan, dia tidak ingin aku bertemu andin beserta geng nya karna dari dulu mereka selalu membully ku namun sekarang mereka hanya berani membully ku saat hujan tidak bersamaku.

Tak lama setelah itu hujan kembali bersama Nia. Nia adalah teman sekelas ku juga sepupu hujan, dulu kami tidak dekat... kami dekat setelah aku dekat dengan hujan. Nia pernah berkata ia berjanji kalau ada cewe yang bisa ngambil hati sepupu nya dia akan jadi kacung cewe itu. Mendengar nya saja aku bisa membayangkan betapa kaku nya hujan saat itu.

"Kamu disini sama Nia ya, jangan kemana-mana. Aku ga lama kok."

"Iya... hati-hati ya udah malem ini."

"Iya.. bye sayang." Pamit nya seketika membuatku blushing

"Sayang? kalian udah jadian yaaaa? kapan wehhh ko gw ga tau." Rengek Nia
"Ye si Rain dodol malah kabur."

Perkataan Nia menjadi bahan pikiran otak ku. Apa kita sudah jadian? tapi hujan tidak pernah memintaku jadi pacarnya. Tidak-tidak tadi dia mengatakan 'you're mine' berarti kita udah jadian kan?

Otak ku buntu memikirkan hal itu, lebih baik aku tanyakan langsung pada hujan. Namun setelah sekian lama menunggu dia tak kunjung datang dan aku pun menjadi resah. Aku mengajak Nia untuk kembali ketempat berkumpul, tapi Nia bilang nanti dia kena marah hujan kalau membiarkan aku ke tempat berkumpul dan bertemu andin.

Aku kembali menunggu. Nia berkata sudah lebih dari 35 menit setelah hujan pergi, hutan kan tidak jauh dari sini tapi kenapa begitu lama.

Akhirnya aku dan Nia memutuskan kembali ke tempat berkumpul. Disini bising sekali, sepertinya para siswa sedang membicarakan sesuatu.

"Eh Rose, ko lo bisa sesantai itu sih? Gebetan lo tuh hilang dihutan! Padahal ganteng, pinter, kaya, tapi ko hidupnya miris banget ya? Udah gebetan nya buta eh dianya hilang dihutan lagi. Tau deh masi idup ngga.. ya kan hutan sini licin banget, kali aja dia merosot ke jurang" Ucap Andin membuatku tersentak kaget

"Heh maksud lo apa ndin? lu ngedoain sepupu gw mati gitu." Saut Nia tak terima

Aku tak tertarik dengan perdebatan itu aku menjauh dari kerumunan.

"Rose gw minta maaf ya, tdi gw sama Rain kebagian nyari kayu dihutan arah selatan trus gw dapet telpon dari ibu gw... jadi gw nyari sinyal. Tapi pas balik ketempat itu Rain nya ga ada, gw kira udah balik makanya gw kesini. Eh ternyata dia juga ga ada disini. Lu ga usah khawatir yang lain lagi pada nyari ko ini gw juga mau lanjut nyari. Sekali lagi gw minta maaf ya Rose." Entah siapa dia, otak ku tak bisa mencerna apa yang ia katakan

Hanya satu yang terpikirkan, hutan arah selatan. Aku mengeluarkan kompas khusus dari jaketku, kompas timbul yang sengaja dibuat oleh pamanku sebagai hadiah ulang tahunku.

Perlahan aku berjalan menuju arah selatan. semakin lama jalanan nya terasa berbeda. Mungkin ini sudah memasuki hutan, ya benar ini sudah memasuki hutan. Aku bisa merasakan tongkat ku menyentuh pohon dikanan dan kiri.

Hening. Aku benar-benar tidak bisa mendengar kebisingan yang ada tadi, kini yang tersisa hanyalah suara hewan malam dan daun-daun yang bergerak karna hembusan angin.

Namun ucapan andin masih terputar dengan jelas diotak ku. Ucapan itu membuat ku sadar pada kondisiku, aku marah kepada diriku sendiri. Bagaimana bisa aku bahagia padahal selama ini aku hanya menjadi beban bagi hujan. Aku bukan apa-apa jika dibandingkan dengan dirinya, dia bisa mendapatkan gadis lain yang lebih layak bukan gadis sepertiku yang untuk jalan saja harus menggunakan tongkat.

"Tongkat sialan!" Aku membuang tongkat sialan itu

Aku dipenuhi amarah, kakiku bergetar. Seperkian detik kemudian aku jatuh, kaki ku tak sanggup menopang.

Tangis ku pecah, ingin rasanya aku mengutuk diriku sendiri. Kenapa aku begitu lemah? tidak aku tidak lemah! aku bisa! aku harus mencari hujan.

Aku bangkit, dan berlari.

Tanpa tau arah aku terus berlari hingga aku tak tau telah seberapa jauh aku berlari.

Jalanan nya terasa begitu licin mungkin karena daun kering yang menumpuk.

Satu pohon, dua pohon, dan kini lagi. Tak peduli seberapa sakitnya tubuhku karena terus menabrak pohon, bibirku tak mampu merintih kesakitan. Ia hanya bisa mengucap kan satu kata, hujan.

Hingga kakiku tersandung sesuatu kemudian terjatuh, dan saat itu dia datang. Ia turun dari langit lalu menetes dibawah kelopak mataku, bagai air mata. Aromanya bercampur dengan aroma amis darah, mungkin itu darahku.

Tubuhku? hanya rasa sakit yang terasa di sekujur tubuhku. Ternyata memang benar... aku gadis yang lemah.

Tuhan, apakah ini akhir? Jika memang ini adalah akhir, terima kasih karna setidaknya engkau tidak mengambil kembali hadiah mu bahkan kau mengabulkan doaku. Doa agar hujan menemaniku hingga akhir. Tetapi bisakah ini tidak menjadi akhir? .....

***

Akhir dari sebuah kisah tak selamanya harus bahagia ataupun sedih, terkadang kita bisa membuatnya menjadi tanya. Jadi, biarlah akhir kisah ini menjadi tanda tanya.

Rose RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang