s i x t e e n

980 103 1
                                    

MUNGKIN sudah menjadi kebiasaan setiap daerah untuk mengekspresikan diri lebih bebas melalui pertemuan yang terencana.

Suasana Kyoto dan Hyogo itu sangat berbeda. Entah kenapa [Name] merasa Kyoto itu berisikan manusia yang terlalu bebas dalam bertindak di segala aspek. Sungguh berbeda dengan suasana Hyogo tempatnya tinggal sedari kecil, kota kelahirannya itu cenderung tentram dan damai.

Bukan berarti [Name] menyimpulkan Kyoto itu kota yang ricuh, hanya saja kebanyakan lingkup pergaulan yang berada di Kyoto sedikit membuatnya terkejut. Entah karena faktor pergaulan atau apapun, pokoknya [Name] merasa tidak nyaman.

Mengiyakan ajakan para senior untuk minum bersama hanyalah sebatas rasa segan untuk menolak, sebab [Name] adalah junior pada kegiatan kemahasiswaan belajar yang berisikan orang-orang ambisius untuk mengejar gelar pegawai negeri sipil yang menjamin kebutuhan kehidupan seumur hidup.

Kegiatan yang terlalu matang untuk ukuran perempuan yang awam akan bentuk selebrasi penerimaan anggota baru.

Dan [Name] baru menyadari pula hanya ada kurang dari lima perempuan yang bergabung ke dalam kelompok belajar, sisanya adalah laki-laki yang sepertinya mencapai angka belasan, entahlah. Ia begitu malas menolehkan wajah ke samping hanya untuk sekedar memastikan jumlah orang-orang yang hadir.

"Kau terlihat lelah, mau pulang bersama? Lagipula kegiatan perdana kita telah usai."

Kepalanya menggeleng kecil ketika botol kaca berisikan nihonshu itu disodorkan pada gelas kecil [Name] yang tinggal setengahnya saja. Jujur saja, ia sedikit menyesal meneguk cairan dengan perisa pahit yang memberikan sensasi terbakar di tenggorokannya.

"Tidak perlu senpai. Sebentar lagi Rin akan menyusul."

[Name] tidak perlu lagi menjelaskan perihal lelaki yang ia sebutkan namanya. Toh, mereka pasti akan paham mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.

Wajah-wajah tiap orang pada kelompok ini sejujurnya familiar, beberapa diantaranya mendapatkan beasiswa sebab prestasinya dalam bidang olahraga, juga pengetahuan umum yang telah meraih peringkat nasional. [Name] pernah melihat paras itu sebelumnya melalui media cetak ataupun media lainnya.

"Kalian masih bersama? Kupikir sudah tidak!" Ungkapnya dengan nada tidak percaya.

Bibirnya tersenyum masam, [Name] kemudian mengangguk, "Masih kok."

Kemudian suara gelak tawa terdengar, tepukan tangan di udara menggelegar, bersahutan dengan erangan kecewa seorang lelaki lainnya. Kening [Name] berkerut dalam menyaksikan respon semacam ini, apa sih?

"Hahaha aku menang nih, tolong tepati janjimu ya, teman!"

"Ah, sial! Aku tidak akan ikutan lain kali, rugi sekali!"

Wajah pias [Name] semakin kentara ketika ia menyaksikan bagaimana transaksi yang dilakukan oleh dua orang seniornya itu di hadapan wajahnya sendiri. Membagikan serbuk putih yang dikemas dalam plastik kecil. Perempuan itu tidak bodoh untuk mempertanyakan benda apa yang tersuguh di hadapannya. Ia sangat paham. Bulu kuduknya sontak meremang.

Mereka menjadikan rasa penasaran mereka sebagai bentuk pertaruhan konyol dengan barang taruhan berupa sabu.

Mengerikan, terlalu mengerikan!

Tumpuan pada kakinya ketika [Name] beranjak hampir membuatnya lunglai. Ia memegang erat-erat tali tas selempang yang di kenakan, lalu berkata, "Ah, Rin sudah berada di depan, sepertinya saya harus segera pulang, tidak apa kan senpai?

Anggukan yang di dapatkan olehnya membuat [Name] segera melangkahkan kaki menjauhi mereka.

Pantas saja Rintarou begitu bersikeras untuk menahannya agar tetap menjadi mahasiswa biasa yang tidak terikat ke dalam kegiatan apapun. Rintarou telah mengetahui banyak hal.

𝐍𝐘𝐌𝐏𝐇𝐄𝐓𝐀𝐌𝐈𝐍𝐄 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang