Bab 1 : inilah aku

57 23 120
                                    

Jangan lupa vote dan coment:)
Iqro readrs

maka nikmat tuhan mu yang mana lagi kamu dustakan?

Udara subuh sungguh sangat sejuk, ku pandangi dengan teliti dedaunan yang terkena embun pagi. Perlahan senyuman terlukis di wajah ku. " Hei, Icci... jika seumpamaan bentuk kita ngak seperti ini, contoh nih yah... Hidung bukan di sini." ucap ku sambil menekan hidung ku. "Mata tidak seperti ini bentuk nya... trus--"

Belum selesai pertanyaan ku, Icci malah tertawa kecil. "Untuk apa mempertanyakan hal seperti itu?" Tanya Icci tanpa sekali pun melirik ku.

"Yah kan cuma mau tau saja." Ucap ku sambil mengembung kan pipi.

"Allah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik- baik nya... jadi bayangin saja mata mu terletak di kaki... kira kira bagaimana kondisi mata.. dan jik---"

"Iya deh.. Om Icci memang pandai apalah daya ku yang bodoh ini."

"Sudah ku bilang jangan memanggil ku seperti itu." ucap nya agak kesal...

Icci adalah sahabat kecil ku, dia dua tahun lebih tua dari maka nya aku manggil dia om... Awal nya dia tidak ingin sekolah dengan asal 'praktek lebih bagus dari pada materi. maka bukan kah lebih baik jika aku langsung terjun ke kehidupan supaya lebih praktis?.' Saat itu dia mengucap kan nya dengan penuh percaya diri. Tapi entah kenapa, tiba-tiba dia ingin sekolah ketika aku masuk TK. Jadi sejak saat itulah kami sekelas. Muhammad al farizi namanya, semua orang memanggil nya Izi tapi karena aku cadel(dulu) makanya ku panggil Icci.

Memiliki sahabat seperti nya adalah anugrah yang sangat besar yang di berikan sang pencipta kepada ku. Icci selalu ada di saat aku butuh, dia selalu mendukung setiap tindakan ku. Bahkan saat ibu ku pergi meninggal kan ku, dia berdiri tegak menjadi penopang tubuh yang mulai rapuh ini.

"mama... mama hiks.. kenapa mama pergi? kenapa mama jahat? mama bilang, mama akan selalu bersama ku, lalu kenapa mama mengingkari nya." Ucap ku sambil memeluk erat mayat ibu ku.

Seseorang ingin membawa mayat ibu ku menuju keranda mayat. Segera air mata ku bercucuran dengan deras. "Jangan bawa mama ku, di sana dingin, mama tidak bawa selimut juga." Cegah ku. Ayah ku hanya melihat ku dengan tatapan kosong, ia juga sedang bersedih hanya saja ia tidak ingin terlihat rapuh di depan anak nya.

Tiba-tiba seseorang yang sedari tadi hanya menatap ku dalam diam, dia langsung menyentil kening ku. "Baka... apapun yang kamu lakukan, itu tidak akan mengembalikan nya lagi. Ikhlas kan lah, karena itu sudah menjadi skenario Allah." orang itu terdiam sejenak. "Ayya' kamu hebat, kamu kuat. Saat ini hanya perpisahan sementara dan in syaa Allah nanti kalian akan di pertemukan lagi di akhirat." Ucap nya lembut.

Semua orang yang di ruangan itu tercegang mendengar ucapan seorang anak kecil, yang bahkan belum berumur 8 tahun itu.

Dengan sekuat tenaga aku menahan air mata ku. "Huwa.. Icci, mama ku sudah ngak ada." Ucap ku.

Yah... kejadian itu ber tahun-tahun lalu, walau pun sudah sangat lama, tapi ingat itu masih ter ingat jelas.

"Oi... ke kantin yok." Ajak Icci saat melihat jam dinding, sebentar lagi jam istirahat selesai.

"Hhe.. oke."

(\_/) (\_/) (\_/)
(•.•) (•.•) (•.•)
/><\ /><\ /><\

Ku tatap Ayah yang sedang meng endap-endap keluar rumah. Dia kira aku ngak liat apa. "EKM... duh haus banget, pengen cari air dulu ah... "Ucap ku sambil berjalan ke dapur.

Ayah ku langsung tersentak kaget, tapi dia berusaha agar tidak ketahuan. Dia sudah mencapai pintu rumah, seketika dia bernafas lega. Perlahan dia membuka pintu.

"BUM... ciyah.. ayah kira aku ngak liat yah." Ucap ku mengejut kan ayah.

Ayah kaget bukan main, dia hampir saja terjatuh. "Astagfirullah nak..." Ucap nya sambil mengelus- elus dada nya.

Aku terkekeh kecil. "Mau kemana ayo... sudah malam, terus ngak bilang sama aku dan abang." Ucap ku sambil memancing mancing tatapan.

"Ayah sudah bilang kok sama abang." Abang ku baru saja keluar dari kamar nya langsung ikut nimbrung.

Aku menatap kesal abang ku, dia tidak memberitahu aku. Ku perhatikan dia lekat-lekat. "Pantas.... abang juga mau pergi kan" ucapku kesal.

"Besok juga balik." Ucap nya sambil mengeluarkan sesuatu dari
tas nya. "Jaga baik-baik." ucap nya lalu meletakkan benda itu di tangan ku.

Mata ku terbelalak, aku tidak percaya dengan apa yang ada di genggaman ku saat ini. "Luffy...." Ucap ku kegirangan. "Aih... ini pasti sogokan." Seketika raut wajah ku berubah.

"Yah sudah kalau ngak mau." ucap nya sambil hendak mengambil gantungan Luffy yang berada di tangan ku.

Segera ku genggam erat gantungan itu. " Yang di kasih ngak boleh di ambil lagi." Aku langsung memasukan gantungan itu kedalam saku ku.

Abang ku terseyum tipis.

"Rifai.. cepat, kita sudah terlambat nih." ucap ayah tiba-tiba.

Aku mengantar mereka keluar rumah. Ku tatap sepergian mereka, dan..... "yey... rumah kosong." ucap ku kegirangan. Dengan cepat menuju dapur, lalu menatap dengan ceria semua bahan makanan yang berada dihadapan ku. "Yosh... mari kita mulai." ucap ku bersemangat.

Beberapa saat kemudian semua masakan ku telah jadi, akhirnya aku bebas. Dengan cepat ku nyalakan TV, memutar anime kesukaan ku.

Baru saja ingin menangis saat Luffy kehilangan Ace eh malah ada yang menelpon... huwa.. ngeselin. Cantik.. ada yang menelpon nih. cantik, ada yang menelpon nih, angkat dong. Canti--- Segara ku angkat panggilan itu. "Assalamualaikum, kenapa menelpon malam-malam begini?" ucap ku to the point.

"Wa'alaikummussalam, maaf kalau mengganggu." ucap orang diseberang, Yaiyalah kamu ganggu adengan terbaik ku. "Kamu sendiri di rumah kan? nanti aku suruh kak Nina temanin kamu." lanjut orang itu lagi.

Eh? tidak.. tidak boleh. "Ngak usah nanti ngerepotin." ucap ku asal.

Terdengar suara hembusan napas pelan. "Makanya, jangan buat repot. Tunggu Kak Nina saja. Assalamualaikum" Ucap nya lalu mematikan secara terpihak.

"hahnwjwjqu2ia8uwjhw huwa... " Aku ber komat kamit tidak jelas. "ICCI... " Gumam ku dengan kesal.

Al hasil, Kak Nina benar-benar datang. Hiks.. gagal deh rencana ku. Kesendirian ku yang indah, tunggu saja Icci ku tandai kamu.

#salamwritingmarathon #Challangemenulisbersama_tim3 redaksisalam ped

Fi AmanillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang