Bab 2 : Itukah yang terbaik?

11 1 0
                                    

Melepaskan sesuatu yang amat berharga
memang sangat sulit namun cepat atau lambat
kita akan ikhlas melepaskannya,
karena memang tidak ada yang abadi di dunia ini

auza

Prov Author

Dua orang pria keluar dari sebuah mobil berjalan menuju sebuah makam dekat dengan pondok kayu. Makam itu sudah tampak usam, terlihat jelas makam itu sudah bertahun-tahun di sana. Makam orang yang mereka cintai, makam sosok pahlawan dalam hidup mereka.

Salah satu dari mereka terduduk di dekat nisan, ia tidak peduli dengan baju nya yang kotor terkena tanah liat. “assalamualaikum mama…….” Bisik nya pelan, “mama… Rifai kangen, Mama di sana sudah tenang bukan? Sudah tidak ada lagi yang manja, rewel pengen di beliin permen.” Ia berhentik sejenak, menenangkan diri. Ia takut air mata nya akan mengalir turun.  “padahal Rifai sudah berusaha mengikhlas kan mu, tapi Rifai masih cegeng saat mengunjungi mu.” Air mata nya sudah tidak bisa terbendung lagi, “Pa… Rifai nunggu di mobil yah.” Ia memilih pergi di banding kan harus menangis di makam ibu nya.

Faruq hanya mengangguk, lalu menatap punggung Rifai. Ia tersenyum kecil. “anak kita sudah besar yah Na? hhhe bodoh nya aku. Kita baru bisa seperti ini ketika kamu sudah tiada. Dulu aku terlalu sibuk hingga  kita jarang ngobrol bahkan lupa bertukar kabar pada kalian. Aku ayah dan suami yang payah yah.” Perlahan ia menggaruk punggung leher yang tidak galak. “tapi apakah aku juga boleh merindukan mu? Apa aku juga boleh curhat? Sungguh dunia ini sepi tanpa mu.” Ia penatap langit yang  sudah berwarna jingga. “untung kamu meninggalkan dua malaikat untuk ku, setidak nya mereka bisa menghias hari ku.” Ia beranjak dari tempat nya, “aku pulang dulu, sudah hampir magrib. Assalamualaikum zaujaty.” Ia mengecup nisan istri nya sebelum pergi.

(\_/) (\_/) (\_/)
(•.•) (•.•) (•.•)
/><\ /><\ /><\

Suara azan membangun kan Rifai, ia langsung mengambil air wudhu. Lalu bersiap-siap ke musollah.
Baru sampe depan pintu, ia bertrmu dengan Faruq yang sudah berpakaian begitu rapih, “mau kemana Pa, pagi-pagi gini?” Tanya Rifai heran, tidak biasa nya Faruq berpakaian seperti itu saat berada disini.

“Ba’da subuh papa mau langsung berangkat ke desa sebelah, katanya ada beberapa masalah dengan perkebunan disana. Kamu bisa ngak pulang sendiri? Kasian soalnya adik mu sendiri di rumah, mungkin papa bakal lama di sana.” Ucap Faruq, ia sebenarnya mau pulang bersama anak nya Cuma tiba-tiba ada masalah.
Rifai langsung mengangguk tanda setuju, “jadi papa nanti pergi nya naik apa?”

“nanti papa pergi dengan mobil dinas, kamu jaga adik mu baik-baik yah. Kalau ada masalah kabari saja papa ok?” Faruq ingin memastikan semua akan baik-baik saja selama dia tidak ada.

Senyuman tipis terlukis di wajah Rifai, “tenang aja pa, kami udah gede kok.”

Akhirnya Faruq bisa tersenyum tenang, “kamu hati-hati di jalan yah.”

Saat matahari terbit, Rifai langsung berpamitan pulang. “tante….. Rifai pamit dulu yah. Assalamualaikum.” Ia langsung menyalimi tante, sekaligus adik dari ibu nya.

“Walaikumussalam, lain kali bawa Ayya yah..kalian mah suka ngak bawa dia.” Ucap  Warda, tante Rifai.

Rifai hanya bisa  tersenyum kecil, “nanti dia akan datang kok tan, Cuma mungkin dia bakal ke sini sendirian, jika tidak ia akan bersama orang lain yang jelas bukan kami.” Batin  Rifai, sebenarnya dia juga tidak mengerti mengapa dia mengatakan hal itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fi AmanillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang