NASIB 3 SANTRI MUDA

2 0 0
                                    

Salah satu syarat menimba ilmu (yang paling pokok dan mendasar) adalah hati yang bersih.

Hati kita itu ibarat mangkuk
Ketika kita meletakkan mangkuk di depan rumah saat hujan turun, maka otomatis mangkuk tersebut akan terisi. Masalahnya adalah ketika mangkuk itu kotor. Mungkin akan terisi penuh, tapi air yang tertampung hanya bisa sedikit dimanfaatkan. Paling cuman bisa buat menyiram tanaman di teras rumah. Tapi kalau mangkuk itu bersih, air yang tertampung bisa digunakan untuk apa saja. Diminum, mencuci, berwudlu, dan sebagainya.
Begitu pula ketika hati kita bersih, pastinya hujan rahmat dan ilmu yang turun di majelis ilmu bisa kita tampung dengan baik. Sebaliknya, jika hati kita penuh dengan kotoran (penyakit hati) seperti riya', sombong, suudzon, maka ilmu yang kita dapat akan sedikit manfaatnya.

Alkisah...

Dahulu kala ada 3 santri sowan ke kediaman salah seorang wali.

Santri pertama datang dengan tujuan ingin mengetes keramat sang wali, apakah benar semua yang diperbincangkan warga kampung tentangnya?

Santri kedua hanya ikut-ikutan tanpa ada tujuan yang mulia.

Sedangkan santri ketiga datang semata-mata ingin ngalap berkah sang wali.

Di tengah-tengah sowan tersebut, sang wali berkata:

"Wahai Engkau (santri pertama), hati-hati dengan islam dan imanmu. Karena firasatku kau akan mati tanpa membawa iman."

"Wahai Engkau (santri kedua), kau akan hidup dengan fitnah dan ilmumu malah akan membinasakanmu."

"Dan Engkau Wahai Anak Muda, betapa tingginya kedudukanmu di sisi Allah. Akan datang saatnya kau mengatakan, 'Telapak kakiku ada di atas pundak para wali.'"

Dan benar saja, setelah beberapa tahun terjadilah hal-hal yang difirasatkan sang wali.

Rasulullah SAW bersabda,

"اتقوا فراسة المؤمن لأنه ينظر بنور الله"

"Hati-hati dengan firasat seorang mukmin, karena ia memandang dengan cahaya Allah!"

Santri pertama
Di akhir hidupnya, ia jatuh cinta dengan seorang wanita yahudi. Sang wanita tak mau masuk islam. Malah menyuruh santri tersebut mengikuti agamanya sebagai syarat untuk menikahinya. Santri itupun berbisik dalam hati, "Tak apalah murtad sebentar. Toh nanti setelah menikah, saya akan kembali ke agama islam." Sayangnya, sebelum ia kembali menjadi muslim, Allah telah mencabut nyawanya. Dan matilah ia dalam keadaan murtad.

Santri kedua
Di akhir usianya, ia bergelimang harta dunia hingga lupa kepada Allah
Tak lagi mengamalkan ilmu ataupun berkumpul dengan orang shaleh. Matilah ia dalam keadaan dunia memenuhi hatinya.

Santri ketiga
Beliaulah Syekh Abdul Qadir Jailani yang mendapatkan maqom tinggi di sisi Allah karena adab beliau kepada Allah dan para waliNya.
Beliau mengatakan, "Aku di jajaran para wali, bagai Muhammad di jajaran para nabi."

Sumber
Dikutip dari kajian Al Habib Jamal bin Thoha Baa'gil.

___

HIKAYATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang