Terinspirasi dari novel four sesons of love, keren sumpaah. Vote?
Fiona PoV
Sial, aku tersesat.
Baru kusadari aku terpisah dari rombonganku, saat kulihat hanya aku sendiri yang ada di hutan belantara ini. Dan bisa kupastikan liburan musim panasku pasti berantakan,Aku menoleh ke kanan dan kiri, berusaha mengenali tempat sekitarku, yang rasanya sudah kukelilingi tiga kali ini. Sementara diatas sana, langit sudah mulai gelap.
Setelah entah berapa kali aku menelusuri hutan, mencari jalan keluar, aku menemukan sebuah rumah.
Ya, Rumah.Di tengah hutan ini ada rumah? dan lagi, rumah itu bergaya cukup modern, dengan dindingnya yang kebanyakan berganti dengan kaca transparan, sehingga aku bisa melihat isi dari rumah itu,dan di halaman luar rumah itu dikelilingi berbagai macam tumbuhan, sangat kontras dengan hutan yang dipenuhi pohon-pohon tinggi.
Satu kata, Wow.
Aku melangkahkan kaki, menuju pintu-yang kurasa pintu masuk rumah itu, lalu mengetuknya beberapa kali.
Cklek,
Pintu terbuka, menampilkan sesosok lelaki yang tampan一 koreksi, sangat tampan dengan bola mata jernih berwarna hijau daun. Aku terdiam cukup lama untuk mengagumi betapa sempurnanya sosok didepanku,Sampai, ia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahku, aku mengedip-ngedipkan mata. Lelaki itu terkekeh melihat reaksiku,
"Hey, aku baru melihatmu disini," Ia menatapku lama, seakan menilaiku,
"Apa kau tersesat?" lanjutnya, aku mengangguk ragu. Lelaki itu langsung menarik tanganku, memasuki rumah itu.***
Aku duduk manis disebuah sofa yang ada di ruang一 yang kurasa, ruang keluarga. Lelaki itu berlalu ke dapur, untuk mengambil teh dan cemilan. Beberapa menit kemudian, ia kembali dengan nampan berisi dua cangkir teh,dan beberapa toples kue kecil, aroma tehnya sangat harum,menenangkanku.
"Ah ya,Kita belum berkenalan. Aku Bian, dan kau?" Ia tersenyum menatapku,
"Aku...Fiona," Kataku pelan, Bian lalu mengajakku mengobrol banyak, ia merupakan teman mengobrol yang baik, topik yang sederhana bisa menjadi menarik jika berbincang dengannya, malam mulai larut, Bian mengacak-acak rambutku pelan, berkata aku bisa bermalam di tempatnya.***
Cahaya matahari pagi yang menelusup kaca kamar, membuat mataku silau. Perlahan aku membuka mataku, lalu meregangkan otot tubuhku, dan berusaha mengubah posisi menjadi duduk di tempat tidur, aku melongok ke dinding kamar yang berupa kaca, menghadap langsung ke hutan.
Aneh, hutan tak terlihat menyeramkam dari sini, gumamku dalam hati.Pintu kamar perlahan terbuka, Bian masuk sambil membawa nampan yang kurasa berisi sarapan. Aku tersenyum kecil menyambutnya,
"Makanlah dulu, kau tidur nyenyak sekali," Katanya, tangannya mengarahkan sendok ke mulutku. Wajahku bersemu merah karena disuapi olehnya, aku membuka mulutku ragu, dan suapan pertama berhasil masuk ke mulutku. Setelah mengunyah dan menelannya, aku bertanya,
"Sudah jam berapa sekarang?" tanyaku dengan raut muka polos, Bian kembali memasukan suapan kedua ke mulutku,
"Sekarang sudah jam 10 pagi," kata Bian, sambil menyentil pelipisku dengan telunjuknya, aku melotot mendengar jawabannya.Hey, ini suatu keberuntungan.Aku terjebak di hutan,lalu bertemu lelaki tampan dan diizinkan menginap dirumahnya. Tapi, bagaimana dengan teman-temanku di perkemahan?
Aku menggigit bibirku, mataku langsung menatap Bian,
"Bian, bisa kau antarkan aku ke area perkemahan? atau apapun itu," Bian tak menjawab, lalu perlahan menggeleng. Aku mendesah kecewa, lalu Bian mengusap kepalaku pelan,
"Mau jalan-jalan ke sekitar sungai?" tawarnya, aku berpikir sebentar dan kemudian mengiyakannya, aku tak mau sendirian di tempat asing.***
Air sungai tampak berkilauan terkena teriknya cahaya matahari musim panas, aku tertawa-tawa bermain air. Sementara, Bian tengah memancing ikan di bagian sungai yang lebih dalam, air sungai ini sangat sejuk menerpa tubuhku. Aku memperhatikan Bian yang tengah memancing, raut wajahnya yang serius membuat ia makin mempesona, aku tanpa sadar tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just A Dream
Short StoryKutuangkan mimpiku dalam sebuah tulisan. Mimpi indah yang enggan untuk jadi nyata, membuatku bimbang di satu kenyataan menyakitkan, bahwa semua yang terjadi, hanyalah mimpi. -Kumpulan Oneshoot-