33. Cerita Maramma

48 19 0
                                    

Langkah kecil Shaula mengikuti derap Maramma di depannya. Gadis itu hanya merotasikan bola mata, dan mengangguki saja apa yang Maramma katakan. Ia duduk sebelah cowok itu, di bangku kayu panjang, di tepi lapangan sekolah. Dengan beberapa pepohonan di belakangnya.

Beruntung, teriknya matahati di atas sana, dapat tersamarkan oleh dedaunan. Panas-panas seperti ini pula, masih saja ada anak-anak kelas lain yang sedang bermain bola di sana. Memang, istrihat kedua semenyenangkan itu.

"Dih, mending gue ke kelas aja kalo kayak gini. Mau ngapain, sih? Jadi supporter mereka?" Shaula mengarahkan pandangan ke segerombol siswa di lapangan.

"Gue lagi," ucap Maramma, pelan.

"Ram, lo--"

"Shaula,"

Gadis itu melengos untuk membuang napas kasar sebelum akhirnya kembali melanjutkan. "Ram, ka-kamu, tuh? Banyak mau, tau nggak. Terus, ngapain lo--kamu, ngajak a-aku ke sini?"

Yang ditanya hanya menggeleng sembari memamerkan senyumannya.

"Nggak mau? Kenapa iya-iya aja?" Sudahlah, Shaula nyerah saja kalau begini.

"Ramma, dengar, ya. Aku, tuh, nggak mau punya pacar possessive. Jadi nanti, lo--eh, kamu, jangan larang-larang aku. Terus juga, harus ngerti. Kita kan, udah kelas sebelas ... jadi, kalo semisal aku sibuk atau kamu, ya, pokoknya harus saling mengerti," ujar gadis itu, panjang lebar. Shaula hanya tidak mau, hubungannya yang sekarang ini, sama seperti dengan Elio kala itu.

"Ya." Setelahnya, Maramma menyumpalkan earphone di telinga. Yang selalu ia bawa di saku seragamnya.

Shaula mengelus dadanya. Di mana-mana kalau sedang berduaan seperti ini, pasti ada yang terbawa perasaan. Entah salah satunya, ataupun keduanya. Tetapi dengan Shaula--Maramma, Shaula lebih banyak menahan kesal. Dan Maramma yang tidak pernah peka akan sikapnya sendiri.

Semoga ia tidak menyesal telah menerimanya, meskipun belum ada rasa seutuhnya.

Selang beberapa detik kemudian, dua-duanya sama-sama tak bersuara. Semilir angin sedikit demi sedikit datang, membuat Maramma semakin menikmati alunan musik yang menyeruak dalam telinga. Seakan-akan ia lupa, bahwa ada Shaula di sisinya.

Gadis itu pun, memandang ke depan. Terlihat siswa yang seragamnya acak-acakan bersorak tatkala bola yang digiringnya masuk dalam gawang sang lawan.

Sesaat Shaula tersadar, ia mendesis pelan dan mencabut sesuatu yang menyumpal di telinga kanan Maramma.

"Anggap aja gue nggak kelihatan." celetuknya.

Cowok di sampingnya itu menghela napas pelan, "Maaf, lupa."

Shaula berdeham, hendak beranjak bangun, tetapi tangan Maramma menahan lengannya. Gadis itu kembali duduk--kemudian Maramma menyelipkan rambut gelombang Shaula ke belakang telinga. Menyumpalkan satu earphone-nya.

Serius, Shaula tidak bisa menghindar akan perlakuan itu. Suara alunan ikut menyeruak di telinganya. Lagu Bertaut dari Nadin Amizah mengalun dengan merdu. Ternyata, Maramma mendengarkan itu sedari tadi.

"Dan kau, dan semua yang kau tahu tentangnya...." Shaula bergumam mengikuti.

"Menjadi jawab, saatku bertanya...." Maramma menoleh pada Shaula, "Kamu masih suka bertanya?"

Shaula menggeleng, "Jarang. Kalo lo?"

"Dulu sering, tapi sekarang udah nggak bisa."

"Kenapa?"

"Bunda udah pulang, jauh."

Shaula yang belum paham manggut-manggut dan kembali melontarkan pertanyaan, "Oh, ke mana kalo boleh tau? Memangnya nggak kabar-kabaran lewat tele--"

LEGIO [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang