#0,3

7K 295 79
                                    

Setelah berjalan cukup lama, melewati lorong lorong untuk menuju lantai dua gedung rawat inap. Ia pun akhirnya sampai di depan ruang inap milik Adney, pemuda manis yang telah ia tolong.

Tak menunggu lama, ia pun segera melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam ruangan tersebut. Dilihatnya pemuda tersebut masih setia memejamkan mata dan tertidur lelap. Banyak perban yang membalut lukanya di sekujur tubuh, infus yang menggantung dan alat pernapasan untuk membantu bernapas dengan mudah.

Ia langkahkan kakinya menuju pemuda tersebut, ia sejajarkan wajahnya dengan wajah milik pemuda tersebut, satu kata yang terlintas dalam otak gila milik Cece yaitu "Milikku" ia terus saja menelisik dan mengamati wajah serta tubuh bagian lainnya milik Adney. Berusaha menemukan suatu hal ganjal lainnya, memastikan bahwa calon bayi kecilnya baik baik saja..

Setelah ia rasa bahwa tidak ada yang salah lagi dengan tubuh Adney, ia pun memutuskan untuk duduk diatas kasur milik Adney dan juga mengusap lembut rambut halus milik Adney. Menggumamkan kata kata penenang dan senandung senandung kecil yang ia dendangkan. Berusaha terus membuat si kecil tetap nyaman dan aman dalam dekapannya.

Tak lama kemudia lenguhan lirih dan kecil pun mulai terdengar dari belah bibir pemuda yang tengah terbaring tersebut. "Euuungghh....," Badannya menggeliat, dan matanya dengan perlahan pun mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam retinanya.

Netra coklat, seperti warna hazel tersebut pun akhirnya terbuka lebar, matanya berpendar ke segala arah, kepala kecilnya berusaha memproses segala apa yang telah terjadi padanya.

Hingga, netra coklat tersebut dapat menangkap entitas lain dalam ruangan tersebut selain dirinya. Merasa di perhatikan, Cece pun segera menatap manik mata milik pemuda di hadapannya yang seperti tengah ketakutan.

"Tenanglah, aku bukan orang jahat, aku tidak akan melukaimu sayang." Ujar Cece berusaha menenangkan pikiran pemuda tersebut dan tentu saja dengan tangan yang hendak mengelus kepalanya.

Adney yang merasa mendapat ancaman, walau sebenarnya ia masih belum memahami situasi yang terjadi pun , dengan refleks menggunakan tangannya untuk pertahanan diri, menyilangkan tangannya untuk melindungi kepala kecilnya. Dan jangan lupakan bahwa matanya menatap takut dan penuh keraguan juga waspada pada Cece.

Dengan lembut, Cece berusaha menyingkirkan tangan milik Adney yang berusaha melindungi dirinya sendiri. Setelah, berhasil menyingkirkan tangan milik Adney, Cece pun dengan perlahan dan lembut mulai mengelus kembali kepala mungil milik Andey.

"Aku tidak akan melukaimu. Namamu siapa , manis ?" Tanya Cece lembut sembari menatap manik mata milik Adney, berusaha menyelami apa yang sebenarnya dirasa oleh pemuda manis di hadapannya itu.

"A - athu , Ney. Nya  Ney." (A - aku , Ney. Hanya Mey) jelasnya. Tetap dalam posisi yang sama, dan Adney masih berusaha menyamankan diri dan mulai menerima perlakuan lembut dari Cece.

"Ah, jadi namamu Ney ? Nama yang manis. Bagaimana Jika kau ku beri nama Adney ? Kau mau ?"

"Uum-! Ney, maaaaww." Angguknya dengan semangat

"Good boy"

"Jika aku boleh tau, dimana orang tuamu ? Tadi aku menemukanmu di pinggir jalan. Apa kau di kunci dari rumah? Atau kau di usir dari rumah? Atau bahkan kau kabur dari rumah ?" Tanya Cece bertubi tubi

Adney pun memandang ke arah wajah Cece dengan bingung, berusaha memahami pertanyaan pertanyaan yang terlontar dari mulut Cece. Mengerjapkan matanya pelan dan mulai menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut.

"A - athu, kabul dali yyumaah... Yyumaah jaat ma Ney, Ney nddaaa akaaalll... Ney mawu mam. Apina  nddaaa boyyeeehh.." (A - aku, kabur dari rumah. Rumah jahat sama Ney ,  Ney tidak nakal. Ney mau makan, tapi tidak boleh.) Jelasnya dengan kosakata yang menurut Cece belibet untuk ukuran pemuda seperti Adney.

Cece masih setia terdiam, menunggu jawaban lain dari belah bibir mungil milik Adney itu. Dan ia pun masih berusaha memahami perkataan milik Adney, yang sebenarnya sudah tidak bisa digunakan oleh pemuda seumurannya. Ia merasa aneh dan nanti ia akan bicarakan kembali bersama dokter yang tadi menangani Adney.

"Ney di pwuthul Puthul, atiiiittt." (Ney di pukul pukul , sakiiitt) Adunya dengan mimik wajah yang menjelaskan betapa sakitnya perlakuan yang ia terima.

"Ssssttt, tenang ya. Sekarang Ney gabakal di pukul pukul lagi. Ney sekarang aman bersama mommy ya. Panggil aku mommy, sekarang aku adalah mommymu dan kau adalah anakku. Tidak akan ada yang bisa menyelakaimu bahkan menyentuhmu pun tidak bila tanpa seijinku." Gumam Cece sembari menarik tubuh Ney mendekat ke arahnya dan mendekap erat tubuh mungil tersebut. Mencium keningnya dan mengelus punggung serta kepala bagian belakangnya.

"M - mommy ?" Gumam lirih Adney yang masih terdengar jelas di telinga kiri Cece.

"Iya, aku adalah mommymu. Ibumu, sayang."

Suasana hari itu pun berangsur lama. Dengan Adney yang masih setia di dekapan hangat Cece. Ia pun tertidur, ketika menyadari bahwa seseorang di dekapannya sedang tertidur pun Cece segera membaringkan tubuh Adney di ranjangnya.

"Selamat tidur dan selamat datang Prince." Cece pun kembali mengecup dahi Adney dan menyelimutinya agar Adney terasa hangat dan tidak kedinginan akibat AC dalam ruangan tersebut.

****

Tak terasa, Malam pun semakin larut, jam pun menunjukkan pukul setengah 2 dini hari. Adney terbangun karena dingin dan keinginan untuk buang air kecil.

Ia pun berusaha turun dan melihat Cece yang sedang tidur tertelungkup dengan kepala diatas ranjangnya dan tangan yang setia memegang paha mungil miliknya.

Sudah merasa tak tahan lagi, Adney pun semakin berusaha untuk turun dari ranjang tersebut. Menyadari adanya pergerakan yang intens, Cece pun akhirnya terbangun. Menatap wajah Adney yang memerah dan seperti menahan sesuatu.

"Kenapa hum? Adek butuh apa sayang?" Tanya Cece lembut

"Piss, Ney mau piss nddaaa thuwaaattt." Ujarnya sambil menatap Cece dan tangan sebelah kanannya menutup selangkangannya, berusaha menghalau rasa air seninya yang semakin mendesak ingin keluar.

"Mau pipis ? Ayo sini , biar mommy gendong." Dengan sigap dan cekatan, Adney pun di gendong oleh Cece menuju kamar mandi, melepas celana pasiennya dan mendudukan Adney diatas klosetnya.

Adney pun dengan malu malu, tetap mengeluarkan air seninya. Melihat hal tersebut, Cece pun hanya tersenyum kecil dan mengusap rambut lembut milik Adney.

"Tak apa, jangan malu. Aku ibu, aku juga berhak melihat apapun yang berada dalam dirimu. Biasakan hal itu, karena kau adalah bayiku."

"Sudah?" Imbuhnya.

"Sudah" Adney pun mengangguk. Dan Cece pun kembali menggendong tubuh Adney untuk kembali berbaring di ranjang miliknya.

"Celanaaa, Ney nddaaa pake celana?" Tanya Adney dengan heran.

"Tidak, cukup pakai selimut saja. Nanti akan kau ku belikan celana khusus." Dan Adney pun hanya terdiam dan mengangguk saja

"Mau susu ?" Tawar Cece pada Andey, dengan semangat Adney pun mengangguk. Sejak kemarin pagi perutnya belum terisi apapun, dan dia tidak menyadari bahwa perutnya pun sudah melilit, meronta meminta untuk diisi

"Mawuuuuu, Ney mawuuuuu , Ney yyapall , mawu cucuuu mawu mam." Adney menatap mata Cece dengan binar matanya yang indah.

Cecepun segera menyeduh susu dalam gelas dan memberikannya pada Adney setelah dirasa suhu yang diinginkan pun pas.

*****

DIY , 1-11-2021. 17:42

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Little BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang