These Memories Acoustic version, lagu milik Hollow Coves, terputar di walkman jadul milikku. Mengiringi pandanganku, menikmati rintik langit yang sedih. Ya, sore ini, hujan deras mengguyur kota Jakarta, membuatku harus meninggikan volume lagu.
Sekarang, aku sedang terduduk di halte seorang diri. Tidak ada seorangpun disana kecuali diriku. Takut? Tentu tidak. Aku memang sudah terbiasa, atau mungkin bisa di bilang, memaksakan diriku untuk terbiasa dengan keadaan ini. Karena, aku tidak seperti orang lain, yang akan di jemput oleh Ayah atau Ibu. Sebenarnya dari Sekolah ke rumah, jaraknya lumayan jauh. Jadi untuk pergi ke Sekolah, aku harus bersiap-siap lebih pagi.
Oh iya, orang tuaku berpisah saat aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Dan sekarang aku tinggal bersama dengan Ayah, juga... Ibu tiri.
Namaku, Denara Csilla. Orang-orang sering memanggilku dengan, 'Nara' atau "Silla." Tahun ini aku akan menginjak umur tujuh belas tahun. Beberapa bulan lagi sih. Tapi jujur, semakin bertambahnya usia, -hm, berkurang sih sebenarnya. Mengurangi sisa umurku hidup di dunia- bagiku, hari ulang tahun sudah menjadi hari yang biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Aku hanya berharap, semoga aku menjadi orang yang lebih baik lagi untuk kedepannya.
Ketika aku sedang asyik-asyiknya menikmati lagu, ada seseorang yang melambaikan tangan tepat di depan wajahku, membuatku dengan segera menoleh ke arahnya.
Seseorang itu seperti mengatakan sesuatu padaku. Cepat, ku lepaskan headset yang sejak tadi bertengger di telingaku.
"Sendirian aja?" tanyanya.
Pertanyaan yang menyebalkan.
Aku mengerutkan keningku samar, menelusuri sosok tersebut dari atas sampai bawah, dari bawah kembali ke atas dan berhenti tepat di wajahnya. Seseorang itu adalah laki-laki yang memakai seragam sama seperti yang sedang aku kenakan. Namun seragamnya tampak lusuh dan kusut. Dia memakai sepatu hitam yang warna nya telah memudar seperti telah di makan usia. Hidungnya mancung, tubuhnya tinggi dan agak kurus.
Seperti menyadari arti tatapanku, "Ah maaf, tadi pagi aku lupa menyetrikanya, karena buru-buru," tuturnya mencoba menjelaskan.
"Oh," balasku seadanya.
"Nara ya?"
"Bukan!"
Laki-laki itu tersenyum kecil, "Denara Csilla."
"Ko tau?"
"Boleh aku duduk?"
Aku menganggukkan kepalaku pelan. Dan laki-laki yang tidak aku tahu siapa itu mendudukkan dirinya di sampingku.
"Kita satu kelas, kalo kamu ngga tau."
Sontak kalimatnya membuatku sedikit terkejut. Karena selama Sekolah, aku belum pernah melihatnya sama sekali. Pada akhirnya aku hanya membulatkan bibirku dan membuang pandangan ke depan. Sekarang hujan sudah mulai reda.
"Namaku Juni."
Aku menoleh, "Juni?" namanya memang sedikit familiar. Aku seperti pernah mendengarnya, namun entah dimana.
"Mn, hanya Juni." menjeda kalimatnya, "Meski namaku Juni, aku tidak lahir di bulan Juni, aku lahir di bulan Januari." ungkapnya.
"Oh, iya."
Kemudian hening selama beberapa saat.
"Kamu ga penasaran, kenapa tadi pagi aku datang ke Sekolah buru-buru?"
"Kenapa?" tanyaku acuh tak acuh. Jujur, aku malas sekali harus berurusan dengan orang-orang apalagi orang baru. Bahkan teman-teman dekatku sering menyebutku, cewek anti sosial.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia yang gak ramah; Renjun
Fiksi Penggemar"Untukmu Semestaku, terima kasih sudah bertahan sampai detik ini. Selamat tidur, semoga bahagia menjemputmu disana."