28 - Cemburu

726 138 110
                                    

Happy Reading All!

Ramein lagi, spam komen yg banyak!

***

Fajri mengejar Amora dengan langkah kaki cepat, perasaan khawatir terus memenuhi otaknya. Ia sangat takut jika nanti Amora kenapa-napa, sungguh dari hati yang paling dalam Fajri sangat tak ingin kehilangan Amora.

Ia menyugar surai rambutnya saat berhenti sejenak. Lalu ia menyapu pandangannya, mencari letak di mana Amora berada. Namun, naas ia sama sekali tak menemukan keberadaan Amora.

"Mora, lo di mana?" gumam Fajri khawatir. Perasaan khawatir itu terus muncul sedari tadi.

Lalu ia langkahkan lagi kakinya mencari keberadaan Amora di mana.

Setelah sekian lama ia mencari keberadaan Amora, akhirnya matanya menangkap Amora yang tengah terduduk dengan raut wajah sedih di kursi taman. Di temani dengan langit senja yang mulai ungu.

Hal itu membuat Fajri seketika menjadi tenang, ia hembuskan napas lega. Lalu ia melangkah pelan mendekat ke arah Amora.

Di tepuknya dengan pelan pundak Amora, membuat Amora menoleh ke arahnya.

Fajri tersenyum kikuk, "Lagi sedih, ya?" tanya Fajri basa-basi. Entah memang basa-basi atau memang pikirannya yang absurd karna nervous hanya berdua dengan Amora di sini? Ah, entahlah, Fajri pun tak tahu.

"Menurut lo?" sungut Amora kesal. Lelaki di sebelahnya ini memang cukup absurd atau memang bodoh? Padahal sudah jelas ia menangis.

Fajri terkekeh pelan, "Hehe, basa-basi doang Ra. Santai kali," balas Fajri.

Amora hanya berdehem. Sungguh, hari ini mood nya sangat ancur ketika tahu jika Ibunya sudah menikah lagi dan tak mengakuinya sebagai anak. Tidak di akui oleh Ibu kandung sendiri itu sakit, 'kan?

Fajri yang tahu jika mood Amora sedang tak baik-baik saja pun segera mengusap punggung Amora dengan perlahan, lalu ia berkata. "Keluarin aja semuanya, Ra. Percuma di tahan, lo yang sesak juga jadinya. Keluarin aja," kata Fajri seolah tahu jika Amora sedang menahan tangis yang akan keluar.

Amora mengangguk pelan. Isakan tangis yang sedari tadi ia tahan akhirnya ia keluarkan juga.

Setelah sekian lama menangis, Amora lalu menyenderkan kepalanya di bahu Fajri dengan perlahan. "Sakit, Ji, sakit ...." ujar Amora dengan isakan yang terus menyertai.

Fajri mengangguk pelan, "Gue tahu itu pasti sakit, Ra. Tapi kalau lo nggak tahu sekarang juga nggak baik, lebih baik lo tahu sekarang daripada nanti lebih menyakitkan kalau lo tahu dari orang lain, 'kan?" ujar Fajri dengan sangat bijak.

"Tapi tetep aja, Ji. Sakit ... Hati gue kayak di tusuk seribu pisau, sakit banget ...." parau Amora.

Fajri mengangguk lagi. "Gue tahu, Ra. Dulu juga gue pernah ngalamin ini, Ayah dan Bunda gue cerai karna perselingkuhan dan gue pisah sama saudara gue yang lain, 9 tahun lamanya kita musuhan, nggak saling sapa, bicara aja enggak. Itu sakit, Ra,"

"Semua orang punya masalah masing-masing, punya saat di mana kita merasakan sedih dan sakit. Wajar kalau lo sakit hati karna kejadian ini, wajar, Ra."

Amora mengangguk-anggukan kepalanya paham. Ternyata Fajri ini cukup bijak juga, ya? "Makasih udah jadi temen curhat gue, Ji. Lo udah bikin gue lumayan tenang,"

Fajri tersenyum penuh arti mendengar itu. "Sama-sama, santai aja kali, kayak sama siapa aja lo," ujar Fajri sembari terkekeh.

Hening.

i. Insouciance - UN1TY [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang