Tempat Persinggahan

31 1 0
                                    

Kali ini, jika kalau tidak, aku akan menepi, saat hujan dan langit abu nampak bersedih. Entahlah, jangan tanya aku soal perasaan ini.
Termenung tanpa tujuan aku dengar lirih suara tangisan jiwa-jiwa para martir, yang tengah berseru kala menyambut petir

Jangan tanya soal kimiawi, aku tidak akan bisa menjawab hujan ataupun petir, kecuali seorang pria di sudut jalan sana, di atas kanopi yang selalu menutupi tempat duduk itu, pria yang selalu ketemui setiap pulang dan berangkat kerja.

Sepertinya sudah nyaris satu tahun, kawanku. Paman itu kian hari kian baik, nampaknya, jika dilihat dari wajahnya yang sangat lusuh di hari pertama. Walau sepertinya tetap seperti, gelandangan? Atau orang dalam pelarian... Aku tidak tahu. Yang sudah pasti terlihat adalah pakaian kumuh dan lusuh, dan sudah makin pasti kalau malam hari ia tidak dapat kutemukan di sudut kota manapun, setidaknya di kota ini, di daerah sini... Di penglihatanku.

Terkadang aku membayangkan visual rumah kaca pada musim panas, yang meledak hancur berkeping-keping karena tidak dapat membendung panas, panas yang mengumpul dari segala keresahan di kota ini. hahahaha, kali ini jangan tanya lagi soal kimiawi, atau pun fisika,  aku hanya bergurau, oke? Yang jelas kondisi tadi adalah gambaran isi otakku yang meledak saat dipanasi oleh atasanku, ugh.

Nyonya Pamela, di usianya yang, entahlah... Aku tidak mau membahas usianya juga, ini tidak sopan, ia masih masuk kedalam usia produktif, tetapi sudah, tua, bahkan menurutku termasuk uzur, ah, senior mungkin, ya ya... Mungkin baru memasuki usia 40 tahun awal, dan dengan kondisinya yang masih sendiri tersebut kadang membuatku tersenyum masam saat diomeli oleh karena hasil kerjaku yang tak sesuai arahan beliau.

"Pantas saja kau masih sendiri, tak ada yang mau dengan wanita egois sepertimu." Merupakan gumaman kemenangan yang kubuat hanya untuk menyemangati diri dengan volume yang sangat kecil, atau bahkan tidak terdengar sama sekali, kurang ajar memang. Rasanya ingin segera keluar saja, terlebih kalau mengingat arahan-arahan gilanya hanyalah bentuk usaha untuk menaikan derajat dirinya di depan superior di tempatku bekerja, membuatku semakin bergidik. Wanita ini, sudah memegang 2 jabatan penting sekaligus karena program yang kami buat, kami buat, benar, kami buat. Tetapi tentu saja ia sebagai atasan akan dianggap sebagai satu-satunya perencana daripada program tersebut. Dan aku, sebagai orang yang dipaksa berpikir untuk konsepsi sebuah program hingga pada hasil akhirnya, tentu saja merasa muak dengan itu, dan tidak mendapat ucapan apapun atas bagianku yang nyatanya lebih besar darinya. Tapi... ya sudah, semua sudah berlalu dan hari ini merupakan hari terakhir, dimana hujan datang menyambut dan langit nampak semakin sedih.

Pria gelandangan itu nampaknya tidak akan muncul lagi, setidaknya pada malam ini, karena asumsiku ia melakoni usaha pada malam hari, entah bisnis kotor atau bagaimana, aku tidak tahu. Dari hari pertama aku melihatnya tertidur di siang hari saat aku melewati persimpangan jalan ini, ia nampak sangat, kotor sekali. Kau tahu, terakhir aku bertemu pria ini ia sudah memiliki ransel sendiri dan makan dengan nasi bungkus! Rambut panjangnya yang tak terarah dan sedikit memutih sekarang sudah memendek dan terlihat lebih rapih. Bajunya mungkin masih lusuh, namun setidaknya sudah tidak bolong, dan terlihat berganti setiap hari... Oh bukan, setiap 2 hari sekali... atau mungkin seminggu sekali? Itu adalah sebuah awal yang baik, bukan? Namun malam ini ia tidak nampak, karena seharusnya memang seperti itu dan tiada masalah kecuali hujan yang semakin kencang dan menyiksa.

Jika aku pikir-pikir lagi, pria tua dan nyonya Pamela ini, nampaknya cukup cocok jika berbicara soal rentang usia. Dan kali ini aku tertawa terbahak-bahak, untuk membayangkan wajah Pamela yang merah padam, malu mungkin, karena kutertawai jika melihatnya melewatiku dengan pakaian nikahnya, di sebuah tempat resepsi. Dan tentu saja ketika kami berpapasan ia akan menginjak kakiku dengan keras, ah! Seram, imajinasi gila macam apa hingga membuatku mendapatkan visual seorang gelandangan dan mantan atasanku bersanding di pelaminan? Tentu saja bapak itu tidak mau, ataupun nyonya Pamela (bahkan dalam imajinasiku pun Nyonya Pamela masih terlihat kejam). Maaf maaf, nampaknya kekesalanku ini melarutkanku kedalam emosi, yang tidak menyehatkan. Karena walaupun Nyonya Pamela nampak galak dan memanfaatkan kemampuanku sebagai kepentingan personalnya untuk menanjak di pekerjaannya, aku tidak harus memikirkannya dalam visual yang tidak baik. Begitupun pria gelandangan itu, aku yakin dia juga tidak suka disandingkan dengan wanita yang tidak ia cintai, maaf maaf.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 14, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Pria-Pria Pembual Dan Kisah-Kisah LainWhere stories live. Discover now