Kamar Gelap

42 1 0
                                    

"Kali ini aku sadar bahwa sebenarnya aku tidak benar-benat membenci tempat ini"

"Tapi entahlah, setiap hari aku memendam rasa benci dengan tempat ini"

"Orang-orang terlihat ramah. Tidak ada masalah dengan mereka"

"Hubungan relasiku baik, dengan kawan-kawan, yang bahkan beberapa diantaranya dapat kuanggap sebagai teman dekat."

"Guru-guru juga baik, tidak ada tukang bully atau apapun itu namanya, hanya saja..."

"Aktivitas sehari-hari dan segala repetisi ini membuatku bosan, dan bosan bukanlah alasan kau membenci tempat ini, lagipula..."

"...sudah sejak awal aku membenci tempat ini, bahkan sebelum bosan ini datang, alasanku tetap disini bukan karena keharusan anak seusiaku untuk mengeyam pendidikan yang layak, lalu menempuh pendidikan tingkat lanjut, bekerja, lalu menempuh pendidikan lagi, pendiditan, pendidinyan lain, apalah itu..."

"Hahahahaha...."

"Kenapa sih? Buruan pakai kondomnya!"

"...?"

17 tahun masa hidupku, nampaknya baru kali ini aku merasa dicintai, sekaligus dibohongi, tapi kurasa kali ini tidak masalah.

Rasanya agak menggelitik saat kupasang kondom ini pada kemaluanku. Apa sih? Kenapa aku berbuat seperti ini? Tapi tanganku terus menari, memilin kondom yang sudah masuk di ujung kemaluanku agar dapat masuk sepenuhnya.

"...ini benar, 'kan?"

Wanita itu, wanita muda itu, memperhatikan kemaluanku dengan mata sayu, seketika agak sedikit bingung raut wajahnya itu, lalu memandangku dan tersenyum kecil.

Rasanya agak malu saat menyaksikan dirinya melihat benda yang tidak pernah aku ketahui fungsinya, selain hanya untuk buang air. Di pelajaran sekolah di tempatku belajar, rasanya tidak banyak hal yang kami pelajari tentang hal ini.

"Harusnya sih, betul"

Ia berpaling kearahku, tersenyum kembali.

"...aku dengar dari temanku sih, bagian yang licin adalah bagian di luar, ini sudah benar kok." Tambahnya, sedikit memegang kemaluanku yang sudah terlapisi oleh kondom tadi.

"berarti..."

Tiba-tiba saja wanita itu mengecup bibirku, mengecupnya, dan mengecupnya lagi. Kali yang terakhir, aku menyambarnya dengan lidahku, dan dibalasnya dengan sambaran lidahnya. Tangannya bermain dengan putingku, sedangkan yang satu lagi memegang pipiku dengan lembut.

Jangan tanya tanganku yang sudah lebih dulu bermain kesana. Sambil memegang pundaknya yang lembut, aku dapat merasakan peluhnya, juga nafasnya yang  terengah. Tangannya yang selama ini memegang pipiku menuntun kemaluanku kesana, ya... Kesana...

Ini kali pertama aku melakukan ini, aku takut, dan sekilas dari matanya yang sempat kulirik saat asyik mencumbunya, aku juga merasakan kegetiran, namun... Mengapa tidak terasa seperti ketakutan yang kualami? Belum sempat aku berpikir lebih lanjut tiba-tiba saja semua terasa terhenti.

Detak jantungku, terhenti.

Saat aku, kemaluanku, menyentuh ke sana.

Hangat terasa diujung kemaluanku, tiba-tiba rasa takut itu bercampur dengan rasa penasaran yang sangat tinggi.

Saat kubuka mataku, ia ternyata sudah lama melihatku, dan mengangguk pelan dan mencium bibirku lagi, dan waktu terasa terhenti saat aku memasukinya, akhirnya aku... Entahlah...

Akhirnya aku dapat mengetahui perasaan ini? Ada rasa bangga terhadap diri sendiri dan ada rasa ketakutan dalam diri ataupun perasaan bahagia yang dikalahkan oleh birahiku.

Pria-Pria Pembual Dan Kisah-Kisah LainWhere stories live. Discover now