01 | Suryakanta dan Lambenya

10 3 2
                                    

SUARA sahut-sahutan dari mahasiswa dan mahasiswi terdengar memenuhi penjuru Gedung Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat kampus. Setiap ruangan sekretariat terlihat dipadati sejumlah orang. Maklum, sebentar lagi musim penerimaan calon mahasiswa baru akan dimulai jadi setiap orang sibuk mempersiapkan diri untuk perekrutan besar-besaran nanti pada saat ospek.

Sangat ramai, kecuali satu ruangan yang sangat tenang padahal ada banyak nyawa yang menempatinya.

Kertas-kertas berceceran memenuhi ruangan milik salah satu UKM tersibuk itu. Beberapa orang di dalamnya terlihat berkutat dengan laptopnya masing-masing, ada pula yang berurusan dengan kertas-kertas tadi, menulis sesuatu di papan tulis, mengotak-atik isi kamera, serius dengan ponselnya, dan aktivitas lainnya.

Tidak ada satu orang pun yang berani mengobrol atau membuang-buang waktu dengan melakukan hal-hal tidak penting. Ada banyak pekerjaan yang harus diutamakan. Tidak heran karena mereka anak Suryakanta.

Suryakanta atau biasa dikenal dengan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suryakanta merupakan satu dari sekian banyak organisasi yang ada tingkat universitas.

Suryakanta berarti kaca pembesar atau lup. Dulunya para pendahulu mereka mengadopsi nama tersebut dengan harapan bahwa mereka akan dapat menjalankan kerja-kerja keredaksian tanpa berbenturan dengan kepentingan-kepentingan beberapa pihak. Suryakanta diciptakan untuk menyampaikan kebenaran dan keadilan yang ada.

Sebagai UKM pers mahasiswa tentunya Suryakanta bukan tempat yang cocok untuk berleha-leha mangkir dari kegiatan lembaga. Setiap orang dituntut untuk selalu up-to-date dengan segala perkembangan kampus dan setiap hari harus siap diburu deadline setoran liputan.

Menjadi anggota LPM ini juga tidak bisa dianggap mudah. Dibutuhkan orang-orang bermental baja. Mengapa demikian? Karena kapan saja mereka bisa terjerat masalah sebab ditugaskan untuk mengulik isu-isu yang boleh jadi positif atau negatif bahkan sensitif. Termasuk jika menyangkut birokrasi, mereka dijuluki "UKM Berani Mati" karena sering kali memberitakan kekurangan tempat mereka kuliah tanpa kenal takut. Padahal memang sudah sepatutnya mereka melakukannya sebagai bagian dari jurnalis kampus.

Keheningan yang tadinya hanya diisi suara benda-benda dan helaan nafas akhirnya berhasil dipecahkan oleh seorang gadis di sudut ruangan dekat lemari buku-buku.

"Kalian udah tahu belum?"

Pertanyaan pembuka arena per-gosip-an dilemparkan. Seketika semua menghentikan kegiatannya lalu menatap sumbernya.

"Soal apa, Fay?" balas Yumi, gadis berperawakan kecil dengan tatapan penasarannya.

Fay yang terkenal sebagai lambe kampus mendekat ke tengah agar semua orang dapat mendengarnya. Salah satu visi-misi Fay bergabung dengan Suryakanta agar dirinya tidak perlu repot-repot menyebarkan berita satu persatu ke orang-orang melainkan secara masif lewat satu tulisan beritanya. Dan semua orang tahu topik yang keluar dari mulut perempuan itu sudah pasti menarik untuk diketahui.

Harun, laki-laki yang duduk di dekat pintu menutup rapat pintunya setelah mendapat arahan dari Fay. Itu berarti kabar yang akan disampaikan bersifat eksklusif dan tidak boleh didengar kaum muggles -istilah untuk anak non-Suryakanta.

"Pasti soal berita manipulasi nilai anak FISIP, 'kan?" celetuk laki-laki di samping printer, Bhanu namanya.

Fay berdecak, "Bukan lah. Udah basi kali."

"Raynar akhirnya ketahuan?" Mickey yang biasanya hanya menjadi pendengar ikutan menebak.

"Bukan juga, tapi semoga aja deh tuh orang kena azab."

"Rencana penurunan UKT?"

Fay menggeleng dengan malas ke arah Alin.

Tiba-tiba seorang gadis menepuk paha Waiz, Si Redaktur Pelaksana. Waiz meringis dan menatap tajam pelaku kekerasannya. Jelita balas tersenyum cengengesan lantas berucap, "Pasti gosip anak FEB yang MBA itukan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HIT THE HEADLINESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang