Keempat

25 5 0
                                    

Malam telah tiba, Naila sudah pulang dari Puncak menjelang Maghrib tadi.
Hari ini, ayah Naila pulang. Dengan semangatnya Naila memberi sapaan hangat kepada ayahnya, tetapi seperti ada yang beda di dalam diri ayahnya. Bukan senyum hangat, yang ayah nya selalu berikan kepada keluarganya.

Ibu Naila, sedari tadi diam saja di ruang tv. Tidak berbicara apa- apa. Naila terheran, tumben ayah nya datang suasana rumahnya tidak sehangat biasanya.

"Yah,Nai kangen... Ayah lama banget diluar kota nya," ucap Naila bermanja-manja  kepada Ayah nya.

Ayah nya pun tersenyum, lalu mengelus pucuk kepala anak bungsu nya ini. "Iya Nai, lusa ayah sudah ada urusan kerja lagi," ucap ayah nya.
Naila mengerucutkan bibirnya. Kerja, kerja, kerja terus, ayah nya memang seorang karyawan yang sangat di percaya oleh Bos nya. Jadi kemanapun ada urusan kerja keluar kota, ayah nya selalu mengekori CEO nya itu, dan dengar-dengar CEO nya seorang perempuan, hebat bukan?.

"Ya..... gimanasih sih, kan Nai mau quality time Sama Ayah," sahut Naila merajuk .

"Ayah banyak kerjaan Nai, nanti kalau kamu butuh apa-apa bilang aja ke ayah. Ayah pasti transfer," ucap ayah nya, memang keluarga Naila tuh tidak miskin miskin banget. Untuk ukuran segitu, ya cukup apalagi Ayah nya seorang karyawan terpercaya di kantornya.

Ibu hanya diam saja tak bergeming. Ibu,masak apa?" tanya Naila.

"Liat aja Nai," jawab ibu ny,  seperti sedang berada di mood tidak baik.

"Cie, ibu marahan ya Sama ayah...." goda Naila, melirik kedua pasangan yang sudah mau lanjut usia ini.

"Enggak Nai, ibu salah paham aja sama ayah," tutur ayah nya, sembari melirik kearah ibu Naila.

"Salah paham? oke mari kita buktikan apa aku yang salah paham, apa kamu yang mencoba berbohong, " protes ibu nya, dengan nada suara setengah emosi.

"Nur...." panggil  ayah nya, menyebut ama ibu Naila.

"Apa? kamu takut jika kebongkar? " sahut Ibu Naila, setengah mengejek.

"Kita gak perlu membahas permasalahan kita didepan Naila," tutur ayah ny,  memberi intruksi kepada Ibu nya, agar masalah mereka tidka diketahui oleh Naila.

"Oke, tapi nanti lambat laun Naila dan Bagaskara bakalan tau kebenarannya," balas  ibu nya, dan melangkah pergi dari ruang tv menuju kamarnya.

"Yah?" tanya Naila bingung, tak paham arah pembicaraan ibu dan ayah nya ini.

Lalu Ayah Naila pun berjongkok di hadapan Naila dan memegang tangan Naila. "Nai, kamu jangan bilang dulu ya ke Abang, kalau ayah sama ibu lagi ada masalah," jelas ayah Naila.

Naila mengangguk paham, pasti orang tua nya sedang berada di situasi rumit, "Iya yah, tapi tolong ya  segera selesaikan malam ini. Apalagi nanti lusa ayah sudah harus kerja lagi," jawab Naila mencoba untuk bersikap netral, karena tidak tahu apa permasalahan dari kedua orang tua nya ini. Semoga saja tidak rumit, semoga.

Ayah Naila pun mengangguk, lalu mengajak Naila untuk makan malam, hangat sekali rasanya jika cinta pertama kita adalah ayah sendiri, ah semoga saja selamanya akan tetap begini.

****

"Nur, kamu harus dengerin aku!" Ucap ayah Naila, saat tiba di kamarnya, melihat Nur ibu Naila tidur memunggunginya.

"Jangan harap kamu tidur di kamar ini! Gak Sudi aku...." tutur Nur, dan tak sadar air mata nya sudah lolos jatuh, menyentuh pipinya.

"Nur, aku bisa jelasin. Tapi kamu tenang dulu ya?" bujuk ayah Naila, sembari mendekati Nur, tetapi Nur malah menghindar, seakan ayah Naila ini parasit yang harus dihindari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang