PROLOGUE

8 1 0
                                    

🍁 Happy Reading 🍁

"Kau harus mengerjakan tugasmu dengan baik. Apa kau mengerti?"

"Dan kau harus memperlakukan calon kekasihku dengan baik. Jika kau membuat satu kesalahan pun, jangan berharap kau bisa lepas dari hukumanmu."

Gadis berambut coklat itu mengangguk dengan patuh. Berusaha memendam rasa sakit yang menjalari hatinya. Air mata yang menggenang di pelupuk mata sudah berusaha ia tahan, namun sekarang sudah jatuh membasahi pipinya yang memerah. Beruntung air mata itu jatuh saat pria yang menyandang sebagai kekasihnya itu pergi meninggalkan nya sendiri dengan segala kepiluan yang menderanya.

Melviano memang kekasihnya, namun itu semua tidak menjamin Melviano bersikap baik dengannya. Melviano hanya bersikap baik dihadapan gadis lain, namun dengan kekasihnya sendiri Melviano bersikap brengsek. Memaki, memukul, mempermalukan kekasihnya dihadapan orang lain. Bersikap brengsek dan kejam padanya.

Melviano tidak pernah memperlakukannya sebagai kekasih pria itu. Dihadapan gadis lain, Melviano selalu memperlakukannya sebagai pembantu. Amalthea bahkan sudah malu berhadapan dengan orang-orang yang berhubungan dengan Melviano. Karena Melviano selalu dengan terang-terangan tidak menganggapnya, sekalipun dihadapan teman-temannya dan orang-orang yang mengetahui tentang hubungan mereka.

Suara ketukan pintu berhasil membuyarkan lamunan Amalthea. Gadis itu mengusap air matanya, lalu beranjak berdiri dan membuka pintu utama. Seorang gadis dengan balutan dress v neck muncul dari balik pintu. Dengan senyum lebarnya, gadis itu langsung memasuki rumah mewah Melviano. Menabrak bahunya yang masih berdiri di ambang pintu.

"Melviano! Aku datang, sayang!"

Amalthea menarik nafasnya dalam-dalam, berusaha menahan rasa marah, kecewa, dan cemburu yang memenuhi hatinya. Berusaha menguatkan hatinya sebelum menutup pintu dan berjalan memasuki ruang tamu. Gadis yang baru saja datang itu duduk di sofa dengan santai. Kaki kanannya bertumpu pada kaki kiri nya.

Amalthea mengalihkan pandangannya pada Melviano yang berjalan menuruni anak tangga dengan satu tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana bahannya dengan memasang senyum lebarnya. Membuat Amalthea merasa sedih dan iri karena Melviano sama sekali tidak pernah memberinya senyum lebar itu. Merasa iri pada semua gadis yang pernah menjalin hubungan dengan Melviano yang selalu diperlakukan spesial dengan pria itu.

"Hai." Sapa Melviano. Mendudukkan dirinya di sebelah gadis berambut pendek itu. Gadis itu langsung menggelayuti lengan Melviano dengan senyum yang semakin lebar. Detik berikutnya ruang tamu itu dipenuhi suara celotehan sang gadis, sedangkan Melviano diam mendengarkan dengan sesekali mengelus rambut gadis itu dengan lembut.

Amalthea membeku melihat interaksi keduanya. Merasa sangat iri pada gadis yang duduk di samping Melviano. Mereka berdua tampak mesra dimatanya. Membuatnya iri untuk kesekian kalinya, melihat gadis lain diperlakukan dengan lembut oleh Melviano.

"Apa yang kau lakukan disana, Amalthea?"

Amalthea mengerjapkan matanya. Suara dingin Melviano membuyarkan dirinya yang sibuk merasa iri pada gadis yang diperlakukan baik dengan Melviano.

"Kurasa aku sudah mengingatkan mu tentang tugas yang harus kau kerjakan." Melviano menaikkan alisnya. Memberi peringatan tanpa suara. 

Amalthea segera sadar dari lamunannya. Ia melangkahkan kakinya ke arah dapur. Membuatkan minuman untuk calon kekasih Melviano. Calon kekasih, hatinya merasa sakit saat menyebut hal itu. Melviano terlalu banyak memiliki calon kekasih. Melviano seolah tidak menghargainya yang menyandang sebagai kekasih pria itu sendiri. Bahkan dengan terang-terangan Melviano memperkenalkan calon kekasih pria itu padanya.

"Apa Nona membutuhkan sesuatu?" Tanya Bibi Agatha yang sedang mencuci piring. Wanita paruh baya itu memasang senyum manis yang membuatnya ikut tersenyum.

"Bibi lanjutkan saja mencuci piringnya, aku bisa membuatnya sendiri."

Bibi Agatha tersenyum, "Kalau begitu Nona bisa meminta bantuan dengan saya jika membutuhkan sesuatu."

Amalthea mengangguk pelan, lalu tangannya terulur mengambil gelas dan mulai membuat minuman. Setelah selesai, Amalthea mengambil nampan dan menaruh gelas berisi coklat hangat itu di atasnya. Tidak lupa memberi sedikit camilan seperti yang dikatakan Melviano padanya. 

Amalthea menarik napasnya, berusaha menenangkan hatinya yang tidak karuan karena rasa cemburu. Lalu mengangkat nampan dan berjalan meninggalkan dapur. Dalam perjalanan ke arah ruang tamu, Amalthea terus menerus menarik napas dan membuangnya. Menenangkan suasana hatinya yang tidak pernah tenang semenjak menjalin hubungan dengan Melviano.  

"Sebenarnya apa hubunganmu dengan gadis itu, Melviano? Kudengar dia kekasihmu." 

Amalthea menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan yang terlontar dari calon kekasih Melviano. Gadis bernama Brianna itu memasang wajah kesal dengan bibir mengerucut. 

"Memang." Balas Melviano tanpa rasa bersalah sedikitpun. Tangannya sibuk bermain di rambut pendek Brianna. 

Brianna membuang napasnya, "Lalu aku ini siapa bagimu jika gadis itu kekasihmu?"

"Kau calon kekasihku." Melviano menjawil hidung mancung Brianna dengan senyum yang terbit di bibirnya. Membuat Brianna tersipu malu. Gadis itu menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Melviano dengan kedua tangan yang melingkari pinggang pria itu. Tawa keduanya mengisi keheningan ruang tamu.

"Kau harus segera memutuskan hubungan kalian, sayang. Aku tidak ingin kau menjadi milik gadis itu."

Melviano hanya tersenyum tanpa berusaha menjawab. Toh hubungan mereka hanya akan berjalan satu hari atau dua hari saja. Dan mungkin besok ia akan mendapat gadis baru lagi seperti biasa. Sampai kapanpun ia tidak akan memutuskan Amalthea sebelum semuanya selesai. Mungkin ia harus lebih giat lagi untuk membawa gadis lain di rumahnya. Memamerkannya pada Amalthea sekaligus membuat hati Amalthea hancur seperti keinginannya.

Amalthea mendongakkan kepala menahan air mata yang hendak jatuh. Hatinya remuk redam melihat kemesraan Melviano dan Brianna. Mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih dimatanya. Dan lagi lagi, rasa cemburu dan kecewa itu melanda hatinya yang sudah hancur. Tangannya mencengkram nampan, melampiaskan semua rasa yang ia rasakan saat ini.  

***

Thank you for reading!!

I hope you guys like it!

Don't forget to vote and comment ⭐💬✅

See you at the next part 🙌

RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang