BlanK

4 0 0
                                    

Ada kalanya aku tidak ada ide apapun. Mau menggambar atau menulis pun tak ada ide. Rasanya seperti bersosialisasi. Atau ketika disuruh bercerita di depan kelas. Begitulah diriku. Sedikit bernostalgia, aku ingat ketika pertama kali masuk pelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama. Waktu itu aku baru resmi menjadi murid kelas tujuh di suatu sekolah negeri favorit.

Sebenarnya aku menyesal telah masuk ke sekolah favorit tersebut. Namun penyesalan tiada guna karena nasi sudah menjadi bubur.

Ketika hari pertama masuk pelajaran bahasa Indonesia, kami diberikan tugas oleh guru untuk presentasi di minggu berikutnya. Kami diberi sebuah cerita lalu dibagi-bagi kelompok kalau tidak salah menjadi delapan kelompok. Satu kelas terdapat 36 murid. 36 dibagi delapan kelompok berarti ada yang 4 orang, ada yang 5 orang per satu kelompok. Waktu itu aku masuk ke dalam kelompok yang terdapat 5 orang. Kami belum saling mengenal dekat. Hanya sekedar kenal selintas lewat perkenalan pada masa MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik ).

Ketika pertama MOPD, aku masih bisa merasakan kebahagiaan lewat kegiatan-kegiatan seperti itu. Mengenal lingkungan baru. Entah itu perasaan terpesona karena pertama kalinya melihat dan merasakan suasana sekolah menengah pertama.

Kembali lagi ke tugas yang diberikan guru bahasa Indonesia ku. Menurutku guru bahasan Indonesia nya serem. Menakutkan. Mungkin lebih terlihat galak. Tapi mungkin bisa dibilang tegas.

Kami memilih dongeng tentang 'mengapa air laut menjadi asin versi orang Korea'

Dan kami disuruh story telling, kami juga harus membuat properti sesuai apa yang kami ceritakan. Aku kebagian scene yang menceritakan ketika perahu si tokohnya tenggelam.

Seperti yang dilakukan teman-teman lainnya, aku menghalalkan teks cerita dongeng tersebut. Lalu membuat properti nya, seperti perahu kertas, orang-orang ngannya, sebuah wadah yang seperti di dongeng tersebut (wadah untuk garam klo gak salah).

Aku sudah menghafal teks cerita dongeng bagianku tersebut tiga hari sebelum tampil. Sebenarnya karena waktunya sedikit, jadi kami dibagi waktu menjadi tiga hari untuk tampil. Sayangnya kelompokku dapat nomor tampil di hari ke satu.

Sebenarnya aku gak siap untuk tampil, namun itu sebuah keharusan. Aku tidak bisa memohon atau meminta agar nomor kelompokku di tukar dengan yang lain, atau di ubah. Itu sudah keputusan. Lagipula jika aku mengajukan, aku takut akan penolakan mereka, aku malu.

Akhirnya ku terima keputusan itu. Sampai juga aku di hari H, dimana aku harus tampil. Kelompokku adalah kelompok ketiga. Aku kebagian tampil keempat, alias kedua dari terakhir. Teman sebangku ku ada yang berkomentar mengenai propertiku.

"Kamu tampil sekarang ya?"

"Iya"

"Orang-orangan nya bagus. Kamu buat sendiri?"

"Iya"

Aku hanya tersenyum karena tak tahu harus bilang apa. Aku benar-benar takut dan cemas karena harus tampil. Sejak di sekolah dasar, hal yang paling kubenci dan ku takutkan adalah tampil di depan kelas. Benar-benar membuatku mulas dan berkeringat. Belum pernah aku merasakan tampil di depan kelas tanpa keringat di tangan dan telapak kaki.

Setelah kelompok satu dan dua selesai, akhirnya giliran kelompokku maju ke depan untuk tampil. Pertama tampil ialah Jono. Ia terlihat percaya diri dengan senyuman di wajahnya. Tetapi aku juga melihat kecemasan yang ada dalam dirinya. Wajahnya terlihat khawatir walau ditutupi dengan senyuman.

"Selamat pagi teman-teman. Perkenalkan nama saya Jono. Disini kami akan story telling tentang cerita 'mengapa air laut menjadi asin?'. Cerita diawali oleh saya dan akan dilanjutkan oleh rekan saya nanti.."

Begitulah yang dia ucapkan waktu itu. Entah apa yang mereka ceritakan. Sejak kelompok kami mulai tampil hingga sekarang Riska, anggota kelompok kami yang tampil ketiga, tidak ada cerita yang bisa aku perhatikan dengan baik. Pikiranku fokus memikirkan bagaimana aku tampil dan bagaimana orang-orang melihatku dan menilaiku. Aku sangat takut melakukan kesalahan. Aku takut melakukan hal bodoh. Aku takut terlihat grogi atau gugup. Aku takut terlihat malu. Aku benar-benar tidak tenang. Hingga akhirnya,

"Selanjutnya"

Tidak terasa, Riska sudah selesai kembali ke bangkunya. Guruku mengisyaratkan murid selanjutnya untuk story telling ke depan. Ayolah Dees! Kau pasti bisa! Kau bisa! Kau bisa! Kau bisa! Kau sudah hafal kan? Sudah!

Aku mulai berdiri dan melangkahkan kaki keluar dari bangkuku. Tanganku bergetar saat membawa propertiku. Entah teman-teman ku menyadarinya atau tidak. Ku harap mereka tidak menyadarinya. Sial! Suasana mendadak hening karena ibu guru menyuruh teman-teman ku diam dan memperhatikan ku. Seingatku tadi ketika temanku tampil tak sehening ini.

Aku terpaksa harus berdiri di depan kelas. Dengan sebuah meja yang telah disediakan dan dipakai oleh temanku tadi. Aku menyimpan properti ku di meja itu dan mulai memperkenalkan diri.

"Nama saya Dees. Saya akan melanjutkan cerita yang telah Riska tadi ceritakan"

Aduhh,, apa aku salah ngomong gak ya.

"Diam dan pehatikan!" Ucap Bu guru kepada siswa siswi di kelas.

Kata-kata itu semakin membebani ku.

Aku memegang perahu dan orang-orangan yang aku buat dari kertas. Tiba-tiba tanganku keliatan gemetar dengan jelas, aku kaget. Aku malu. Aku mencoba melanjutkan apa yang seharusnya ku lakukan. Aku mulai bercerita!

"Chi Hua lalu.."

Aduh tiba-tiba otakku blank.

"Chi Hua lalu"

Aku bisa! Aku bisa! Aku bisa!

"Chi Hua lalu,"

Aduh!!! Hitamm!! Hanya ada layar hitam dikepala ku!

Siswa siswi lainnya mulai menertawakanku. Itu semakin membuatku malu. Rasanya ingin menyerah tapi tidak bisa. Tubuhku tidak bisa melakukan apa-apa.

"Ayo! lanjutkan!"

Bu guru menyuruh ku untuk melanjutkan. Aku tidak bisa menyerah! Aku pasti bisa! Ayo coba lagi!

"Chi Hua lalu,,"

Sial! Benar-benar nggk bisa maju! Tanganku semakin bergetar. Aku merasa tersetrum. Aku tak bisa melanjutkannya. Aku ingin menangis.

"Chi Hua adalah,"

"Sudah! Sudah! kembali ke bangku!"

Bu guru menyuruh berhenti. Ia menuliskan sesuatu di bukunya. Sepertinya nilaiku jelek. Tapi tak apa, ini membuatku lega, kembali ke bangku. Walau jantungku masih berdegup kencang. Masih belum tenang. Tanganku kesemutan. Kepalaku tegang. Aku masih belum bisa santai. Orang-orang menertawakanku. Aku semakin malu.

Tak apa! Ini sudah berakhir. Tapi aku menyesal kenapa aku tak bisa melakukannya. Padahal aku sudah hapal teksnya. Tadi tiba-tiba blank. Sekarang kelanjutannya hadir di kepalaku. Sial!!! Benar-benar sial!! Aku tak boleh begitu lagi!!!

Sudah!! Tarik nafas Dees! Tenangkan dirimu. Jangan anggap mereka. Anggap tak terjadi apa-apa.

Sejak saat itulah aku sering diremehkan oleh murid-murid di kelasku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NolepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang