Chapter 1 - Sekolah

26 5 1
                                    

Suara petir saling bersahutan, dunia saat ini tengah berada di dalam kehancuran. Hujan deras, petir yang menggelar, angin kencang, bahkan gempa menjadi bentuk bencana yang terjadi saat ini.

Sang purnama bahkan tidak menampakkan dirinya, hanya langit gelap dengan awan hitam pekat yang semakin menutup segala keindahan malam itu. Semua orang ketakutan, berita di televisi ikut membuat semua orang panik.

Kabar yang membuat semua orang bertanya-tanya akankah dunia yang mereka tinggali akan hancur. Termasuk dengan kelima pria yang hanya bisa berdiri tegak menatap ke arah langit.

Mereka yang baru saja kembali dari sekolah hanya bisa berdiam diri di lorong sekolah yang sepi. Entah bagaimana bisa mereka ketiduran dan berakhir terjebak di dalam sekolah yang sudah sepi. Sesekali mereka menatap satu sama lain berusaha untuk mengecek keadaan yang lain.

Tapi yang ada mereka hanya terlihat kebingungan dengan segala hal yang melanda dunia mereka saat ini. "Apakah ini kiamat?"

Suaranya begitu pelan bahkan suara hujan lebih keras dibandingkan suara pria itu. Tatapan matanya terlihat ketakutan tapi dia berusaha untuk diam mencoba mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

"Jangan mengatakan hal buruk!" Kali ini pria di sebelahnya langsung marah, menatap tajam pada sosok pria yang lebih tinggi darinya.

"Tapi---"

"Choi Soobin!"

Pria bernama Choi Soobin itu langsung terdiam, dia menunduk, tangannya meremat kuat kain seragamnya dengan bibir yang dia gigit. Ada hal yang membuatnya takut, mungkin karena situasi buruk yang ada di depannya saat ini.

Atau mungkin karena dirinya yang memang membenci situasi seperti ini.

"Hyung..!" Yang paling muda bersuara saat petir menyambar tidak jauh dari mereka.

Yang lain ikut panik, membulatkan matanya menatap ke arah bekas sambaran petir itu. Napas mereka tercekat, merasa bahwa saat ini akhir dari dunia mereka semakin dekat. Salah satu dari mereka membuka ponselnya, menatap ke arah sinyal ponsel yang masih ada.

Jemarinya bergerak membuka aplikasi pencarian hingga dia membuka berita saat ini, matanya menatap ke arah benda pipih itu. Rasanya dia ingin menangis melihat sebuah kerusakan di seluruh kota, bahkan dia bisa melihat jelas lautan api dari petir yang menyambar.

"Ini..," dia bergumam menatap tidak percaya saat layar ponselnya menghitam, sepertinya kamera yang menyiarkan kejadian ini tersambar petir dan dia langsung menutup ponselnya.

Menatap ke arah keempat temannya yang lain. "Sepertinya ucapan Soobin Hyung benar," ucapnya membuat yang lain hanya diam, tapi berbeda dengan pria yang memarahi Soobin, dia langsung mencengkram erat kerah kemeja milik pria itu dengan kuat.

"Apa yang kau katakan!!" Teriak pria bersurai biru itu dengan air mata yang mengalir tanpa henti.

Dia takut, bahkan dia sangat ingin berlari menembus hujan hanya untuk menemui keluarganya di rumah. Walau keluarganya bukan keluarga yang harmonis, tapi dia hanya ingin melihat keadaan Ayah dan Ibunya. Apakah mereka baik-baik saja, atau mereka sudah mati seperti apa yang terlihat di ponsel pria bersurai kelabu itu.

Jika seluruh kota hancur maka dia tidak bisa menebak bagaimana keadaan keluarganya, "Ja--ngan..!"

"Maaf hyung, aku minta maaf..."

Padahal pria bersurai kelabu itu tidak salah, dia hanya tidak tahu apa yang harus dia katakan saat ini. Melihat kakak tertuanya yang menangis membuatnya lemah, ada yang hancur tapi dia tidak tahu apa itu dan dia hanya bisa menunduk menatap ke arah sepatu sekolahnya.

"Beomgyu hyung! Yeonjun hyung! Sudah cukup!"

Pria bersurai merah menyahut, menarik pria bernama Yeonjun untuk menjauhi pria bersurai kelabu. Dia bahkan menyuruh pria yang lebih muda untuk membawa Beomgyu menjauh.

Walau dia bagian dari maknae di sini tapi dia bertanggung jawab untuk tidak membiarkan hyung-nya yang lain melakukan tindakan gila. Menatap ke arah Soobin yang masih terpaku ke arah sambaran petir, tangannya menyentuh bahu pria yang lebih tinggi itu membuatnya menunduk.

"Taehyun-ah...."

"Tidak apa hyung, sebaiknya kita kembali ke kelas saja."

Pria bernama Taehyun itu bersuara, menatap ke arah pria yang menjadi Ketua kelas di kelas mereka. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke kelas, mengabaikan situasi buruk yang membuat mereka bergidik.

Namun langkah mereka terhenti, lampu sekolah mati total. Menatap ke arah depan yang gelap membuat mereka saling menoleh satu sama lain sampai pria yang lebih muda mengeluarkan ponselnya. Menghidupkan senter di ponselnya dan berjalan lebih dulu diikuti yang lain.

"Jangan hidupkan ponsel kalian kita harus menghemat baterai ponsel saat ini," ucap pria itu dengan manik menatap ke arah layar ponselnya yang menunjukkan angka baterai yang tersisa.

"Punyaku sudah mati," sahut Taehyun dengan tenang tanpa peduli pada tatapan yang lain.

"Jangan bilang kau tidak mengisi baterai ponselmu lagi!" Yeonjun bersuara, menatap Taehyun yang mengangguk dengan santai.

"Aku malas hyung! Kau tahu itu bukan, ah.. semalam masih ada lima belas persen tapi kenapa sudah mati saja."

Apakah ada yang lebih bodoh dari Taehyun, sudah tahu baterai ponselnya habis tapi hanya didiamkan karena alasan jarang menggunakan benda pipih itu dan malas. Jika ada mungkin dia sama seperti pria bersurai merah itu.

"Terserah kau saja Hyun."

Yeonjun menyerah, menatap ke arah Beomgyu dan Soobin yang dia marahi tadi. Sepertinya dia harus meminta maaf nanti, sampai langkah mereka kembali terhenti saat pria yang lebih muda menghentikan langkahnya lebih dulu.

"Hyung! Lantainya terbelah!" ucap pria bersurai pirang itu, matanya membulat menatap ke arah bawah tepat dimana lantai lorong di Sekolah mereka terbelah.

"Kita berada di lantai berapa?" Soobin langsung bertanya, menatap sekitar yang gelap.

"Lantai tiga hyung," jawab pria bersurai pirang itu dengan tenang walau sebenarnya dia takut saat ini.

Bagaimana jika sekolah mereka runtuh nantinya, lalu bagaimana jika mereka berakhir mati di sini. Entah kenapa pikiran buruk itu mulai memenuhi pikirannya tanpa permisi.

"Apa kita kembali ke bawah saja," sahut Beomgyu menatap ke arah retakan di lantai.

"Itu ide bagus, dari pada sekolah ini roboh saat kita berada di kelas lebih baik kita kembali saja," jawab pria yang berada di posisi paling depan, dia bahkan mulai berbalik berniat menyuruh yang lain berbalik arah juga.

Merasa semuanya setuju, mereka langsung berjalan pergi meninggalkan tempat itu. Berjalan dengan cepat berharap masih ada waktu jika tiba-tiba ada gempa atau hal lain lagi.

Tapi sebelum mereka sampai di lantai dua sebuah petir menyambar tepat di dekat tangga yang memperlihatkan situasi di luar.

"Taehyun...!!" Teriak mereka saat tangga itu mulai roboh.

TBC
Aku kembali tapi dengan cerita baru, fantasi lagi karena aku memang pecinta fantasi. Kali ini tokohnya TXT saja, kebanyakkan tokoh bikin aku pusing dan kali ini aku akan fokus pada lima pria tampan MOA.

Dan niatnya mau bikin cerita soal Enhypen, tapi fantasi. Jangan berharap aku bikin cerita biasa atau romans, karena aku juga gak terlalu suka dan malas.

Itu dulu sih, kalau begitu aku pamit ya.. Sampai jumpa lagi..

Oh iya, Secret of The World bakal up hari minggu ini nantikan saja.

Star Destiny'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang