sepilah segala yang rekah, angkuh memecah kaca peta
satu saja TUHAN membelai dengan dendamMU, nalar nafsu memeluk pesta
almanak dihitung serupa angka, ruang lebam semakin tak terurai
ini jalanku yang benar sunyi, kaki takut mendengar telinga
mata takut mencium hidung, dan aku masih saja menangis
melupakan yang enggan lupa, dilupa, menganga
redup... terbiritlah lonceng yang bergema, kepalsuan menjelma makna