Seorang gadis turun dari mobilnya yang terparkir rapi di halaman parkir kampus. Tak lupa ia sudah ditunggu oleh salah seorang gadis lain berkacamata dengan banyak modul dalam pelukannya.
"Kamu telat, [Name]."
[Name] mendengus kesal sembari merapikan rambutnya. "Iya maaf, aku kesiangan tau! Masih mending telat ngampus dari pada telat menstruasi, Mel. Udah yuk ke kantin dulu aku laper belom sarapan."
[Name] [Lastname] adalah gadis mahasiswi semester 5 Fakultas Matematika Terapan disalah satu universitas negeri ternama. Banyak rumor yang beredar selama ia kuliah dia masuk lewat jalur dalam mengingat ia putri tunggal pemilik Perusahaan Pengembang IT.
Cantik, pintarnya sudah jelas, kekayaan juga tidak perlu diragukan lagi. Tapi dibalik hidupnya yang sempurna itu, ada hal yang membuat orang baru tercengang.
Seperti yang ia lakukan pagi ini di salah satu lorong sepi antar 2 fakultas.
"Bang! Ampun Bang! Saya udah ga ada uang saku lagi."
"Heh! Anak baru culun harusnya kasih kami-kami para senior lebih banyak lagi. Minimal 100 ribu, Goblok!"
Nampak seorang mahasiswa baru menjadi bulan-bulanan seniornya. [Name] tentu hapal dengan kelompok itu terutama laki-laki berbadan gemuk besar yang telah di kampus ini sejak 7 tahun yang lalu.
Netranya menatap tak tega pada anak baru yang sudah berantakan setengah telanjang belum lagi uangnya telah dirampas.
"[Name], kamu ga bakal macam-macam, kan?"
"Gak, santai saja. Aku main aman, kok." Jawab [Name] enteng sembari mengeluarkan satu benda berbentuk kotak dalam tasnya.
[Name] melangkah. "HEH BABI! Beraninya jangan sama anak baru, dong!"
Merasa hapal dengan suara itu lantas, laki-laki obesitas itu menoleh dan menatap [Name]. "Aduh, jalangnya udah datang ya? Mau sok jadi pahlawan kesiangan, ya?"
"Babi, Babi. Gak ada habisnya malakin adik kelas. Kenapa? Ohh iya, aku baru ingat kalo kamu ini dari kalangan tidak mampu. Terus beasiswamu juga diputus pemerintah, ya? Ya ampun, sabar, yah. Kenapa ga minta Ibumu jual organ saja? Ohh atau kalau lebih mudah...." [Name] mendekati lelaki itu sembari tertawa. "Jual diri saja ke om-om pejabat."
"Brengsek!!" Lelaki obesitas itu sempat angkat tangan untuk menghajar [Name]. Tapi [Name] jauh lebih cepat menggunakan benda yang ia genggam sedari tadi.
Taser gun buatan Perusahaan Ayahnya.
Si Babi ini jatuh tersungkur karena kejutan listrik yang ia terima, tak sampai disitu, [Name] menginjak bagian selakangan pria itu hingga berbunyi 'krek'.
Ia tertawa. "ASTAGA, TELOR BABINYA PECAH!"
"Babi tidak bertelur, [Name]." Umpat Pamela.
Netra [Name] mematap antek-antek si Babi yang tak berani berkutik sedari tadi.
"Lepasin bocah itu sekarang terus pergi dari sini sebelum aku menaikkan tegangannya dan membuat kalian gagal jantung dan mati disini."
Sudah pasti mereka lebih sayang nyawa daripada gengsi untuk mengahadapi anak perempuan [Name].
Siapa yang tidak kenal [Name] yang tak jarang orang menyebutnya "Si Tukang Jagal Kejantanan".
Dibalik otak pintarnya, ada jiwa-jiwa berandalan yang bersemayam dalam raganya.
Pagi itu, [Name] sarapan di kantin langganannya ditemani Pamela.
"Bu Sum! Pesen Soto satu nasinya dikit aja tapi ayamnya yang dibanyakin. Tempe mendoan 2 sama teh anget 1, ya!" Ujarnya sedikit keras. "Mel? Mau sarapan ga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband is Prof. Moriarty
FanfictionMasa Muda digadang-gadang menjadi masa keemasan dan masa nakal setiap anak manusia dimana mereka bisa menjadi diri mereka tanpa ada hal yang mengusik. Namun berbeda dengan [Name] [Lastname]. Anak kuliah berandal terlalu banyak akal yang masa mudanya...