Musim Panas

41 5 0
                                    

Shandy mengayuh sepeda dengan pelan ketika angin musim panas berhembus tenang pada tubuhnya. Rambut panjangnya berkibar bagai menari di tengah cahaya mentari yang menghangatkan pada sore ini. Penuh warna jingga serta wangi khas musin panas. Bahkan hari ini, sekali lagi ia menikmati hari-hari selayaknya manusia.

Seorang Fenly di sisinya tidak begitu memperhatikan, fapi ia melihat tarikan senyum di wajah sang kakak tidaklah pernah mengecewakan. Senyum penuh bahagia serta bentuk hangat yang senantiasa ia cari atau setidaknya perasaan nyaman yang selalu ia inginkan. Pandangan setiap orang akan selalu berbeda, tapi ia selalu mengakui bahwa sang kakak begitu bersinar padanya. Melebihi bentuk kasih sayang kecil yang ia berikan, bahkan melampaui sebuah keistimewaan bunga mawar bagi banyak orang.

Ini lucu, karena mereka bersepeda di sisi aliran sungai yang tenang. Bersyukur benar tidak terjadi kekeringan mengerikan yang mencekam, namun cahaya mentari yang berpantulan di sana nyatanya melindungi arah pandang. Saat seperti ini bahkan tidak ada yang mampu mengganggu mesti mereka dipenuhi pemikiran kejam. Mereka terus menjaga, atau setidaknya itu yang dipikirkan Fenly. Untuk sejenak, ia ingin memercayai itu.

Saat kehendak berlalu, maka Shandy akan benar-benar melakukannya. Seperti sekarang, berhenti di bawah pohon dan menyandarkan sepeda. Musim panas baru datang, hangatnya masih dalam kemampuan, tidak apa meski sesekali ia mengeluh. Musim seperti ini wajar saja menjadi banyak masalah, belum lagi pikiran yang muak.

"Kenapa, Kak?" tanya Fenly ketika ia mengikuti Shandy. "Mau istirahat dulu?"

Shandy turun ke pinggiran sungai dan duduk di sana. Ia menutup mata ketika angin kembali memeluk hingga rambutnya nenutup hampir ke seluruh wajahnya. Tidak sedikit rasa hangat yang diberikan, tapi tatapannya tiada arti.

"Fen," ia memanggil ketika satu yang lain hendak mendekat.

Lantas, Fenly berhenti, "Hm? Ada masalah?"

Tidak nampak, namun bahu di depannya terlihat menurun setelah naik beberapa senti. Jelas sekali Shandy baru saja menghela napas, namun Fenly merasa ada artian lain di sana.

"Gue..."

Tiada lanjutan akannya, Fenly pun mendekat kembali dan mendapati sang kakak yang seperti biasa. Tiada perubahan berarti, tapi perasaannya tidak nyaman. Dan, entah apa yang muncul atau terpikir ketika itu, ia secara tidak sadar membuat sebuah kalimat.

"Kak, makasih, ya." Saat itu, Shandy menoleh, didapati sang adik tersenyum hangat. "Makasih... sudah hidup di dunia yang sama dengan gue. Makasih sudah hidup dan hadir di cerita gue. Terima kasih... untuk segalanya."

Fenly mendekat dan menyentuh bahu sang kakak. "Terima kasih banyak sudah menemani gue selama gue kehilangan. Juga selama gue merasa gak berguna dan sendirian di dunia ini tanpa lu. Selama kepergian lu, terus datang membawa wujud baru buat menemani gue... rasanya gue terlalu beruntung. Sekarang..."

Perlahan, ia menjauhkan tangannya.

"Lu bisa pulang."

Kumpulan One-Shot ShanlyWhere stories live. Discover now