Putih

0 2 1
                                    

         Putih, itulah kesan pertama yang aku berikan sekarang. Semua yang ada diruangan ini putih, kecuali pakaian orang-orang dan kursi yang sedang aku duduki. Kepalaku masih pusing, kerika aku bangun, sosok kusudah terduduk dikursi ini, tanpa luka ataupun perban sedikitpun. Entah kenapa. Ruangan ini nampak Seperti sebuah kantor, tempat regrisasi mungkin? Entahlah. Ditanganku ada secarik kertas, menunjukkan sebuah tanggal, yang kuketahui itu adalah tanggal lahirku. Dan tanggal matiku. Apa aku sedang ditanyai amal perbuatan? Pikirku. Aku mencoba bertanya dengan orang yang ada disampingku, lelaki tua yang menatap kosong kedepan, "Permisi pak, setelah ini, aku harus kemana ya?".

Lelaki itu awalnya kebingungan, sampai memastikan dengan memberi isyarat bertanya apa aku bertanya padanya. "Oh, ya dik, nanti nomormu akan disebutkan, dan pergilah kesana", lelaki itu menunjuk ke arah sebuah meja berwarna putih yang dibaliknya ada seorang perempuan. Tepat setelah aku mengucapkan terimakasih kepada lelaki itu, nomorku disebutkan. Aku langsung berdiri dan menghampiri tempat yang ditunjukkan oleh lelaki tua disampiku tadi.

"Mana nomormu?", tanya perempuan yanga da didepankku ini, aku langsung saja memberikan kertas yang bertulisan tanggal lahirku, "Ah, silakkan masuk ruangan disana", perempuan itu melempar senyumannya, yang ku balas senyuman juga, lantas aku langsung berjalan kearah sebuah ruangan yang diberitahunya. Ketika membuka pintu itu, aku tertegun beberapa detik, melihat ruangan yang warnanya tidak berwarna putih sama sekali, didepanku ada seorang lelaki yang sedang berkaca dibalik mejanya. Muka lelaki itu sangat familiar bagiku, tapi tak tahu siapa.

Ketika diriku melanglah masuk, lelaki itu langsung menatapku, membuat aku mendadak berhenti, seolah ada yang menahanku. Lelaki itu tersenyum, "Kamu yang selanjutnya ya? Perkenalkan, namaku Yanan. Silakkan duduk". Bahkan, ketika ia selesai berbicara, senyumannya tak luntur sedikitpun. Manis, lebih dari Minho ataupun Airlangga.

Aku langsung duduk dikursi yang terdapat didepannya. Kudengar ia mengeluh beberapa kali tentang pekerjaannya kepada rekannya yang entah sejak kapan sudah ada disebelahnya. "Jadi, namamu Nayanan reygaf kan?"

"Bukan"

"Disini, tertulis nama itu"

"Namaku bukan itu, namaku Arabella atarasya"
Terlihat lelaki bernama Yanan itu menggrutu beberapa kali, lalu memeriksa beberapa kertas ataupun buku, mungkin saja itu catatannya.
"Apa lelaki itu salah menyabut nyawa orang lagi?!", aku ingin sekali tertawa saat ini, melihat Yanan yang sedang marah sampai-sampai wajahnya merah. Tertawaanku sudah diwakilkan oleh temannya Yanan, perempuan itu tampak melepaskan beberapa kikikan, lalu berkedip jahil kearahku. "Apa nama lelaki yang menyabut nyawamu Rickho?", tanya Yanan yang membuat tiba-tiba membisu. Kata 'menyabut nyawa' membuatku berpikir kemana-mana, apa aku sudah meninggal? Tapi pertanyaan itu lenyap ketika Yanan memfokuskan pikiranku kembali.

"M-minho"

"Astaga!", Yanan memukul-mukul kepalanya, lalu menendang tempat sampah besi yang ada disampingnya, setelahnya ia memegangi kakinya sambil mengaduh. Dia kesakitan. Lantas temannya tambah tertawa, "Dia memperkenalkan dirinya menggunakan nama julukannya disekolah?!", kali ini aku juga ikut tertawa melihat Yanan mengeleng-gelengkan kepalanya sambil beberapa kali menggrutu karena kakinya sakit. "Sudahlah Yanan, ini bukan kali pertama Rickho salah menyabut nyawa orang"

"Tapi Je, aku jadi lembur gara-gara dia! Tugas sekolahku juga tidak bergerak!"

"Biasanya juga tugas sekolahmu tidak kau kerjakan, kau malah memilih tidur", wajah Yanan berubah cemberut, laki-laki itu menyuruhku mengikuti temannya yang bernama Je itu, dan aku langsung mengikutinya, bagaikan anak itik mengikuti induknya, lalu di 'ngap' oleh musang. Yang terakhir lupakan. Sedari tadi kami berdua tidak berbicara sedikitpun, perempuan didepanku ini sangat lucu? Imut? Kawai? Kiyowo? Cute? Entahlah, aku tak bisa mendekripsikannya, intinya badan perempuan ini cukup mungil. "Jadi, namamu beneran hanya Je?", karena suasananya cukup canggung, jadi aku membuka percakapan dengannya, walau hal itu tak terlalu penting. "Itu hanya panggilan Yanan dan Rick-eh Minho untukku", Je menoleh kebelakang--kearahku dan tersenyum. Manisnya pt2. "Nama asliku Jefannya, salam kenal!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Story of Arabella lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang