Kali ini pun Zen melakukan hal yg sama terhadapku, seolah hapal dgn bahasa tubuhku, sehingga tanpa ragu, ia kembali mengulang kejadian yg sama seperti saat kami masih remaja dulu, deru nafas kami sama2 menggebu, kali ini Zen bahkan melepas pakaianku seluruhnya, tak dapat terelakkan lg, tubuh dewasaku telanjang sepenuhnya, sedikit pengecualian pada kakiku yg terendam air hingga lutut, malangnya aku memang sudah lama tak disentuh pria, sehingga membuatku terkesan sangat murahan dan liar, birahiku meledak ledak tak karuan, entah apa penilaian orang jika melihat prilaku ku ini, mungkin aku akan dianggap pelacur atau minimal seorang cewek eksib, terang saja, wajar jika seusia ini aku merasa jauh lebih hawatir jika ada orang yg melihat aksi kami ketimbang masa remaja dulu.
"Tubuh kamu semakin indah saja Farah..." Bisik Zen ke telingaku, dan tanpa kompromi ia menggesek2an kemaluannya pada pantat dan selangkanganku, dan terakhir menekannya dalam2 ke arah lubang senggamaku.
Jujur saja aku merasa seperti hewan, hewan yg tengah menjalani musim kawin, lalu bersetubuh begitu saja ketika birahi tanpa mengenal tempat yg lazim. Asyik sekali rasanya, tapi juga seru dan mendebarkan.
"Aku, hampir.. keluar.. Farah.."
"Di dalam aja Zen, emh.. mmh.. aku mau,, anak, dari kamu..."
Seketika carian hangat menyembur dari tubuh Zen yg mengejang-ngejang, kami pun saling bercumbu dan bersandar lemas pada batu raksasa yg berlumut.
"Kamu serius ingin punya anak dari aku..?" Tanya Zen setelah beberapa saat lalu menyelesaikan aksi crotnya.
aku hanya menoleh dan mengangguk, posisiku masih rebahan dalam pelukan Zen berbantalkan lengannya yg lumayan padat.
"Suami kamu sepertinya orang baik, sejujurnya aku sedikit merasa bersalah.." Lanjut Zen.
"Tapi aku ingin anak dari kamu.." Jawabku tersenyum.
"Kalau itu yg kamu mau, ya sudah, tp kita perlu memastikan agar anak ini benar2 terwujud.."
"Terserah kamu, kapan pun kamu mau melakukannya, aku bersedia.." Jawabku menggoda.
"Termasuk jika aku ingin melakukannya lg sekarang..?!"
Aku mengangguk tersenyum, meskipun sebenarnya aku lelah.
Zen berniat kembali menyetubuhiku, namun kali ini ia butuh sedikit kuluman dgn mulut utk menghidupkan penisnya yg baru saja memuncratkan berjuta2 sel sperma pada rahimku td.
Aku kenal dgn penis ini, tak banyak perubahan padanya, hanya ukurannya saja yg kini lebih besar dibandingkan dulu, selebihnya masih terlihat sama, begitu juga dgn tahi lalat pada bagian bawah leher penisnya, dalam hati, aku mengucapkan selamat datang pada penis ini, lalu menjilat tepat pada posisi tahi lalat itu dgn penuh nafsu, dan lanjut dgn melahap seluruh kepalanya yg berbentuk menyerupai jamur.
Perlahan2 mulai terasa cairan licin yg sedikit asin pada ujung kemaluan Zen, batang penisnya pun telah mengeras sepenuhnya, Zen kembali menghujam vaginaku, kali ini kami bermain lebih santai dan bersembunyi di balik bebatuan, berpintukan air terjun yg bercelah2, Zen dalam posisi terlentang sedangkan aku duduk diatasnya dalam posisi membelakangi, biar kali ini Zen menikmati pemandangan punggung hingga pantatku yg tak kalah indah dari bagian depanku, Zen meremas2 bokongku, menamparnya, sama seperti dulu.