Nomor 1

1.9K 310 61
                                    

Hai,

-

16 tahun kemudian

Bagya menghentikan langkah kakinya dan meraih ponsel yang baru saja berdering. Dia lihat id si penelpon dan mengekeh kecil. Icon hijau digesernya kemudian meletakkan benda pipih persegi panjang itu di dekat telinga.

“Hai, Mas.” sapanya dengan riang, dia memilih untuk duduk di kursi yang berada di dekatnya.

“Bagya, kamu pulang duluan ya? Saya ada pertemuan mendadak, nanti saya minta Sandika untuk antar kamu.” ucap Cakra di seberang sana.

Si cantik anggukkan kepala, merasa maklum dengan suaminya.

“Oke, Mas gak papa. Tapi nanti malem makan di rumah atau di luar?” tanyanya.

“Di rumah. Saya pengen makan masakan kamu.” di sana Cakra tengah tersenyum lebar sambil memandangi potret keluarga kecilnya di atas meja.

“Mas Cakra bisa aja deh.” Bagya terkekeh dan memerah pipinya, “Oke kalau gitu mau dimasakin apa? Biar aku sekalian belanja nanti.”

“Apa saja yang kamu masak bakal saya makan, Bagya. Tapi lebih baik kamu tanya Durga dulu mau makan apa, biasanya pilihan saya sama kaya dia.”

Si cantik anggukkan kepalanya, dirinya pun tahu akan satu fakta ini. Suami dan anaknya selalu memiliki pilihan yang sama.

“Oke siap, Mas Bos.”

Terdengar suara Cakra sedang terkekeh, “Bagya,” panggilnya.

“Ya, Mas?”

Cakra berdeham, membersihkan sejenak tenggorokannya kemudian berucap,

“Merasa semua sangat cepat tidak?”

Bagya mengernyitkan dahi, kurang faham dengan pertanyaan itu.

“Maksud, Mas?”

“Sudah enam belas tahun, Bagya.”

“Oh-

“Kamu dulu ragu kita berdua bisa bertahan, tapi nyatanya?” Cakra menjeda ucapannya selama beberapa detik, “Kamu gak ada niatan untuk ninggalin saya kan, Bagya?”

Bagya spontan menggeleng. Suaminya selalu menanyakan pertanyaan yang sama, ‘kamu gak akan ninggalin saya kan, Bagya?’

Bagaimana Bagya bisa meninggalkan Cakra bila dia sudah terperangkap dalam cinta lelaki yang lebih tua tujuh tahun darinya itu? Bagaimana bisa Bagya meninggalkan Cakra bila Cakra adalah sandaran dan penguatnya yang paling kokoh? Bagaimana bisa Bagya meninggalkan Cakra bila dirinya dapat bertahan hingga detik ini juga karena lelaki baik hati itu?

“Mas Cakra bicara apa sih? Mana ada, gak pernah sekalipun aku kepikiran ninggalin kamu. Jangan mikir gitu lagi deh.” bibir tipis itu sedikit cemberut.

Suara kekehan Cakra terdengar, kekehannya terdengar begitu lega di telinga Bagya.

“Syukur kalau begitu, Bagya. Saya takut hahaha.”

“Takut karena apa?” tanya Bagya.

“Takut kehilangan kekasih saya.”

Pipi Bagya kian memerah mendengar jawaban itu hingga tak sadar dirinya berseru terlalu kencang.

“MAS CAKRA MASIH BISA GOMBAL?”

Sekali lagi Cakra terkekeh di sana, “Itu bukan gombalan, Bagya, itu kenyataan. Saya sudah sering bilang kepada kamu padahal.”

Pewaris [CHANBAEK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang