Tell Him or Leave Him

2 0 0
                                    

"Bilang aja perasaan lu ke Malvin, Ia" kata teman yang sudah bercerita tentang kisah cinta dirinya selama hampir 10 tahun kepadaku. Sita, namanya. Ya, untuk pertama kalinya, aku bercerita tentang perasaanku kepada orang lain. Sebagai orang yang selalu mendapatkan cerita tentang kehidupan percintaan yang rumit dari Sita, aku pikir lebih baik menyukai dalam diam dan tidak bercerita kepada orang lain. Selain itu, rasa takut karena dikhianati oleh teman sendiri akibat sering bercerita tentang rasa sukaku kepada seorang lelaki saat masih sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, masih menguasai diriku. Nanti, lain waktu, akan aku ceritakan tentang teman-teman pengkhianat ku itu. 

Setelah memikirkan saran dari Sita, akhirnya aku bermain ToD atau Truth or Dare dengan Malvin. Aku tidak berharap dia akan membalas rasa yang aku punya. Aku hanya bermaksud agar sekali saja dalam seumur hidup, aku bisa bilang suka ke manusia, bukan ke novel dan sepatu saja. Malvin dan aku adalah orang dengan passion yang berbeda. Malvin sangat suka dengan undang-undang sedangkan aku sangat suka dengan lingkungan. Harusnya kita berkolaborasi dalam menegakkan peraturan tentang lingkungan. Namun, sepertinya kolaborasi tersebut tidak akan pernah terjadi mulai hari ini, saat aku dan dia bertemu dan memulai permainan ini.

"Vin, bosen. Main ToD yuk," kata ku disela mengunyah mie kering khas makassar.

"Boleh tapi tentang apa?" Balas Malvin sambil memainkan HP nya di sofa. 

"Terserah tapi ga boleh pilih yang sama setiap rondenya ya!" Kata ku menjelaskan peraturan

"Oke, gue pertama, ya. Gue pilih truth," ucap Malvin mengawali permainan.

"Sip. Bagaimana perasaan lu selama berteman dengan gue?" Tanyaku.

"Kita nyambung banget padahal kita suka hal yang berbeda, walaupun masih bisa nyambung sih," jawab Malvin.

"Dare, hmm. Chat orang yang lu suka dan bilang ke dia perasaan lu," sambung Malvin

"Oke, sebentar. Sudah," jawab ku sambil menaruh kembali smartphone ku di atas meja.

Suara notifikasi khas dari Sally saat menerima pesan baru di Line pun terdengar dari smartphone Malvin. Dia melirikku dan kubalas dengan menggerakkan daguku tanda menyuruh dia membuka pesan dariku tersebut. Ekspresi wajah yang ditunjukkan tidak sesuai ekspektasiku. Aku berharap dia menampilkan wajah terkejut namun yang kudapatkan hanya wajah datar tanpa ekspresi. Aku takut padahal aku seharusnya senang karena sudah berhasil mengungkapkan perasaanku. Dia menyimpan kembali smartphone miliknya ke dalam kantong kemeja nya. 

"Oke. Ayok lanjut," kata Malvin sambil menatap mataku lekat.

"Dare. Balas pesan yang barusan lu terima," tantangku.

"Oke," jawabnya sambil mengambil smartphone dari kantongnya dan membuka pesan terakhir yang dia terima, yaitu ungkapan perasaanku.

"Sudah. Tapi satu permintaan gue, melenceng sih, bukanya nanti aja ya, Ia," lanjut Malvin.

Aku mengangguk.

"Truth untuk Ia... Hmm, jelaskan kepada gue tujuan lu main ToD ini," tanya Malvin dengan nada yang biasa saja tapi membuat kepalaku pusing dan jantung berdegup cepat.

"Yaaa, gue mau mengungkapkan perasaan gue biar lega aja. Gue ga berharap lu respon dengan hal yang sama. Apalagi, lu suka cerita tentang banyak perempuan yang masuk kriteria lu. Gue capek aja selalu nahan perasaan. Gue tau abis ini pasti canggung banget kita tapi yaudah lah," jelasku panjang lebar.

"Oh. Yaudah," balasnya atas pernyataanku sambil memasukkan smartphone miliknya, kali ini ke kantong celana.

Ya, betul. Dia berdiri, meninggalkan aku di ruang yang dingin dengan wajah yang dingin pula. Aku segera melihat balasan dia. 

Maaf tapi gak dulu, Ia.

          Seperti dugaanku sebelumnya, tidak akan ada kolaborasi yang diharapkan oleh ku dan tidak akan pernah ada kata "kita" lagi dalam kamus cerita hidupku.

Denting notifikasi smartphone ku berbunyi dan menunjukkan nama Malvin.

Gue cuma ke kamar mandi, Ia. Ga usah sok pasang muka sedih. Gue kebelet.

Dengan senyum usilnya, dia ternyata sejak tadi berdiri di depan pintu namun aku tidak terlalu memperhatikan karena  fokus memikirkan nasib sambil menatap kosong pesan yang kubaca. Kubalas dengan tatapan nyalang namun napas ku kembali normal karena aku tahu karena "kita" masih akan ada.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta, Kata yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang