"Kisah epilog tanpa prolog, bersama namun tak menyatu, mencintai lalu mengikhlaskan."
Untukmu, Azarya Amri.
Terimakasih sudah pernah hadir dalam hidupku yang sunyi.
Menghadirkan gelak tawa yang begitu tak terhitung.
Menghabiskan banyak waktu bersama di sekolah.
Dan banyak berbagi cerita, keluh dan kesah dirimu yang tak selalu kuat.Begitu banyak pelajaran yang ku ambil dari dirimu.
Apa itu artinya mencintai dengan tulus, lalu mengikhlaskan.
Wajahmu yang begitu jelas di ingatanku, senyumanmu yang indah, dan matamu yang teduh dan sayu akan selalu menjadi mata terindah dan terunik yang kulihat sepanjang hidupku.Aku bahagia.
Bahagia bisa mengenal dirimu yang menyenangkan.
Tak pernah lagi ku temukan sosok seperti dirimu di raga yang lain.
Terkadang, angin malam di jendela bersama dengan musik di telinga membuatku kembali pada kenangan itu.
Kenangan yang akan selalu menjadi kenangan terindah di lubuk hatiku yang terdalam.Terimakasih, sudah pernah membuatku mencintaimu begitu lama
Aku mencintaimu. Selalu.
📜📜📜
Aku merintis saat aku merasakan keram di kaki ku tiba-tiba. Itu terjadi secara mendadak dan membuat es rasa strawberry yang kubeli di kantin tumpah.
Buru-buru salah satu teman sebangku ku membantu mengambil kain pel. Dan aku yang sibuk membersihkan tumpahan es tersebut di seragam sekolah ku.
"Masih basah, Cay?" tanya Lia kepadaku.
"Udah lumayan kering." ucapku sambil tersenyum.
"Oh syukurlah. Kaget gue tadi, mana es nya masih banyak." bukan aku yang mengeluh, tapi Lia. Dia sayang es milikku yang tumpah itu karena belinya butuh perjuangan mengantri selama bermenit-menit.
Aku tertawa kecil, "Ada yang ngomongin gue nih pasti, anjing emang pake tumpah segala." aku ikutan kesal.
Namanya Lia, Rizki Amelia. Dia teman pertamaku waktu MPLS sekolah menengah pertama. Dia cantik, punya alis tebal, dan sangat manis. Lia itu kalem dan tenang. Siapapun yang berteman dengan Lia pasti akan merasakan hawa positif dari gadis itu.
Ngomong-ngomong sebenarnya aku sekolah di madrasah negeri yang ada di kota Jakarta. Rumahku sebenarnya di Bekasi, entah kenapa Mama memintaku sekolah di Jakarta.
Kata Mama, sekolah menengah pertama di dekat rumahku pergaulannya terlalu bebas. Padahal menurutku, saat aku sekolah di madrasah pun tidak jauh beda.
Bahkan disini sudah tak asing lagi adik kelas cowok berpacaran dengan kakak kelas cewek. Bahkan terkadang aku melihat teman se-angkatan ku di labrak habis-habisan oleh geng kakak kelas.
Dengar-dengar sih, katanya teman se angkatan ku itu dekat sama pacarnya yang merupakan teman se angkatan ku juga.
Tapi yasudahlah, aku juga tidak peduli. Sudah tak asing bukan Senioritas itu berkuasa atas Junior? Kami selalu kalah.
"Eh Cay, liat deh si Ayu." tunjuk Lia mengarah pada kursi di sebelahku yang bersebrangan.
Ku lihat arah yang di tunjuk Lia, mengarah pada satu teman perempuan di kelasku. Namanya Ayu, Tri Rahayu. Dia lagi makan ayam yang di jual di kantin sekolah.
Dan entah kenapa kami berdua tiba-tiba tertawa.
"Ngapa si, Li?" ucapku menahan tawa.
Lia juga gak kuasa menahan tawanya, "Ngakak anjir gue liat dia." kata Lia nunjuk Ayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Santriku
Teen Fiction"Sebuah kisah Epilog tanpa kata Prolog." -Caya 2018. *** Azarya Amri adalah sosok lelaki yang kutemui di bangku sekolah menengah pertama. Lelaki bermata sipit, tinggi, dan punya senyum manis itu merupakan salah satu dari sekian murid-murid nakal di...