Prolog

15 3 2
                                    

   Laki-laki itu baru sampai di depan rumahnya setelah berjam-jam mengitari kotanya tanpa tujuan, sejujurnya dia sengaja mengulur waktu agar tidak sampai di rumah terlalu cepat, ia terlalu malas mendengarkan suara yang bisa saja menulikan pendengarannya. Tapi sejauh mana ia melangkah, pada akhirnya dia juga akan berhenti pada rumah itu, jika tidak mau dimana lagi?

   Pria itu membuka pintu dan melangkah masuk ke rumahnya, baru saja ingin menaiki tangga menuju kamarnya tiba-tiba tamparan keras mendarat dipipi kirinya.

Plakk!

  "dari mana saja kamu hah?!! sudah jam berapa ini baru pulang?!" bentak orang yang sudah berumur sekitar 39 tahun an, itu dia. Papanya. Laki-laki bernama Naren itu tidak menjawab dan masih menolehkan mukanya ke samping.

  "kalau ditanya itu dijawab Naren!! kamu liat kakak kamu itu, dia daritadi sibuk belajar bukannya keluyuran ga jelas kayak kamu. Harusnya kamu contoh kakakmu itu" lanjut papanya sambil menunjuk muka Naren. "mau aku nurutin semua kemauan papa, papa juga ga akan pernah peduli sama Naren. Udahlah pa, papa ga perlu ikut campur urusan Naren" Naren langsung melangkahkan kakinya menaiki tangga. "dasar anak ga tau diri!!" ucap Johnny lantang.

   Naren tidak menggubris ucapan papanya, ia langsung membuka pintu kamarnya dan menutupnya dengan keras. "hah" dia membanting tubuhnya di atas kasur dan menatap langit-langit kamarnya. Tangan Naren terulur menyentuh pipinya yang masih terasa panas akibat tamparan dari papanya, ia sudah terbiasa dengan kekerasan dirumah ini, bahkan setelah ia ditinggal oleh ibunya. Ya, ibunya meninggalkannya saat Naren masih duduk dibangku SMP.

*Flashback on

   Dua orang anak kecil yang masih berusia 13 dan 15 tahun sedang bermain bola disebuah taman, dia adalah Naren dan Malvin kakaknya. Ibunya mengamati kedua putranya sambil duduk dibangku taman, ia sangat bersyukur bisa dikarunia i dua pangeran yang sangat tampan. "mama Malvin hauss" ucapnya sambil mendekati mamanya. "mama lupa bawa minumnya, kalau begitu Malvin tunggu disini dulu ya, biar mama belikan dulu" katanya dengan lembut. Malvin mengangguk mengiyakan, setelah melihat respon anaknya ia berjalan menuju toko di seberang jalan tidak jauh dari taman.

   Malvin kembali bermain dengan Naren sambil menunggu mamanya kembali. "Naren, tangkap ya bolanya" Malvin menendang bolanya menuju ke arah Naren. Naren yang tidak terlalu fokus, tidak menyadari bola yang sudah ditendang dari kakaknya menuju ke arahnya, alhasil Naren tidak bisa menangkap bolanya dengan baik. Bola itu melewati Naren dan menggelinding menuju jalan diseberang taman. "yah, gimana sih gitu aja ga bisa, payah" ejek Malvin. "kan tadi aku ga fokus jadi ga tau" kata Naren membela diri. "yaudah cepetan sana ambil bolanya" suruh Malvin, "iya-iya". Naren berlari menuju ke jalan berniat mengambil bolanya, bodohnya ia tidak melihat dulu apakah ada kendaraan yang melintas apa tidak, baru saja ingin mengambil bola itu tiba-tiba ia mendapati klakson truk, mamanya yang akan membayar minumnya ia urungkan karena melihat putranya ditengah jalan, ia langsung berlari menyelamatkan Naren dan mendorongnya ke tepi jalan, tapi naas bukannya keduanya selamat malah ibunya yang tertabrak truk itu.

   Malvin yang mendengar suara dari seberang jalan langsung berlari kearahnya, tapi yang ia dapat malah ibunya yang tergeletak di tengah jalan dengan bersimbah darah, tubuhnya terpental dan kepalanya hancur karena terbentur aspal terlalu keras. Malvin mematung dan menatap tajam kearah Naren, pikirnya Narenlah yang membuat ibunya tertabrak. Matanya berkaca-kaca menatap ibunya, baru saja ia bahagia berbincang dengan ibunya tapi sekarang ia mendapat luka karena melihat ibunya dalam keadaan mengenaskan.

  "MAMAAA" teriak Naren dan berlari menghampiri ibunya, tak lama dari itu warga berbondong-bondong menolong wanita tersebut menuju ke rumah sakit.

*flashback off

   Naren mengusap wajahnya frustasi mengingat kejadian itu, jika ia bisa mengubah takdir, Naren ingin dia saja yang mati bukan ibunya. Sampai sekarang keluarganya belum menerima takdir dan masih menyalahkan Naren atas kematian ibunya. Sungguh Naren sejujurnya sangat lelah dengan ini semua, tapi dia bisa apa selain mengikuti alur takdir.

   Naren mengambil bingkai foto mamanya yang ia letakkan di atas meja belajar, ia mengusap wajah cantik mamanya. "maaf, maaf in Naren ma" Naren mendekap bingkai foto mamanya dan membawanya tidur, ia memejamkan matanya.
"maaf", ucap Naren sebelum terlelap ke alam mimpi.


***















***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐒𝐞𝐠𝐨𝐫𝐞𝐬 𝐋𝐮𝐤𝐚 || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang