Tale 18 - Pilihan Hati

2.7K 617 108
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Aku terpaku menatap dua pasang netra yang memberikan tatapan khawatir sekaligus penasaran. Pagi ini, secara mengejutkan Nashwa dan Desi menjemputku untuk berangkat kuliah bersama. Bahkan, mereka membawa tiga bungkus nasi kuning untuk sarapan bersama di indekosku.

Sejak siang kemarin, aku seperti kehilangan arah. Yang kulakukan hanya menangis, bertanya-tanya apakah yang kualami ini nyata, dan menerka-nerka apa yang hatiku mau setelah tahu, Mas Yudhis dan Pram adalah lelaki yang sama. Lelaki yang bertahun-tahun berhasil mendiami hatiku. Lelaki yang bertahun-tahun memberiku kenyamanan. Lelaki yang selama ini ingin aku temui.

Apa aku masih ingin mengambil buku yang dicuri Kak Kania?

Apa aku masih ingin melanjutkan kisah yang sempat tertunda?

Apa aku masih ingin menemuinya?

Aku aku masih bisa jatuh cinta padanya?

Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepalaku semalaman membuat mataku terus terjaga. Dan sampai pagi ini, aku belum menemukan apa yang hatiku mau. Bimbang, frustrasi, tak yakin dan kecewa merasuk ke dalam jiwa. Bimbang karena aku tak yakin harus melanjutkan perasaan ini setelah melihat reaksi Mas Yudhis. Frustrasi karena keadaannya jadi semakin kacau. Dan kecewa karena lelaki itu memaksaku untuk berhenti. Jadi, aku mulai bertanya-tanya, apakah perasaan Pram selama ini tulus? Apa aku hanya terjebak dalam permainan bodoh seseorang?

"Ngelamun aja! Dimakan, Nin, nasi kuningnya." Desi menepuk pipiku pelan dengan kedua alis menyatu di tengah.

"Oh, eh, iya ... iya." Aku memaksakan senyum saat tersadar dan menyuapkan satu sendok nasi kuning ke mulut.

"Nin," Nashwa memandangku sambil meringis, "Lo kemarin kenapa?"

"Kemarin, ya ... " Aku terdiam mencari jawaban yang pas, "Emang gue kenapa, sih?"

Nashwa dan Desi saling berpandangan. Mata mereka melebar bersamaan. "Lo nggak inget, Nin?" tanya Desi terlihat panik.

"Lo itu habis cek-cok sama Kak Kania tiba-tiba ngobrol sendiri. Terus, lo nangis dan pulang," jelas Nashwa, dia lalu menyentuh bahuku, "Beneran nggak inget?"

Aku memijit pelipis, benar-benar bingung. Kemunculan Mas Yudhis kemarin membuat segalanya jadi rumit. Kira-kira apa jawaban yang tepat? Sedang latihan akting? Kesurupan? Mengakui jika aku bisa melihat arwah sungguhan? Bukannya percaya, mereka pasti akan menganggapku gila.

"Kayaknya nanti bakal banyak yang ngomongin lo, deh, Nin," tutur Desi. "Anak kelas udah yang nanyain ke gue."

"Ada videonya?" tanyaku diliputi kepanikan.

Nashwa menggeleng. "Kayaknya sih nggak ada. Belum lihat sih, gue."

"Makasih, ya ... " Aku tersenyum pada mereka, sangat berterima kasih. "Gue nggak inget kejadian kemarin jelasnya gimana. Ngelindur deh kayaknya gue."

Our Magical Tale (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang