9 Januari 2021

30 11 8
                                    

Aku terbangun di atas lantai berkeramik putih, pada sebuah ruangan yang nyaris kosong. Tidak ada jendela, pintu berada di belakangku, tanganku terikat tali pramuka di belakang badan, berita baiknya, kakiku bebas. Aku benar-benar diculik, kurang kerjaan sekali mereka, mana ada mahasiswi sepertiku memiliki banyak uang.

Mataku menyisir kembali kembali seisi ruangan, terdapat meja dengan 4 laci di sisi kirinya, beserta kursi kayu.

Segera aku bangun dari posisi tidur miringku tadi, memposisikan tangan kedepan dengan cara meloloskannya melalui bawah kaki, berjalan ke sudut ruangan, aku berjongkok berusaha membuka laci paling bawah menggunakan jari-jari yang beruntungnya masih bebas bergerak.

Aku menemukan empat kotak staples, penjepit kertas, juga tiga gulung benang wol. Di laci kedua hanya ada beberapa lembar folio kosong juga origami warna warni, lalu ... di laci ketiga ada barang tak terduga, Roti! juga air, apakah ini jebakan? atau aku hanya beruntung?
Di laci paling atas terdapat beberapa tepak pensil baru, juga sekotak pensil, aku meraba lebih dalam dan menemukan kotak persegi panjang kecil berwarna putih.

Aku letakkan semua isi laci ke atas meja, lantas duduk pada kursi. Sekarang apa yang harus aku lakukan? tidak mungkin memutus tali ini dengan staples.

Ah aku lapar! Otakku tidak bisa bekerja dengan benar. Roti itu tidak berbahaya bukan?
Nanti bisa-bisa setelah memakannya kepalaku menjadi berputar 360° lantas lepas dari badan, aku tidak mau jadi kuyang!

Ragu-ragu, aku membuka bungkus roti kiwi seribuan itu dengan gigi, membauinya, tidak ada yg aneh. Bismillah, hap. Habis. Aku tidak apa-apa. Alhamdulillah.
Sekarang air... bagaimana cara membuka botol air mineral dengan tangan seperti ini?
Turun dari kursi, aku meletakkan botol itu di telapak kaki, lalu susah payah memutar tutupnya. Dalam keadaan bebas saja susah! eh, bisa! sayang tangan saya banyak-banyak.

Perut sudah terganjal, kerongkongan tidak lagi kerontang, sekarang mari cari benda tajam. Aku buka kotak-kotak staples, siapa tahu ada silet yang diselipkan. Tidak ada, begitu juga saat aku membuka tepak dan kotak pensil. Eh, kotak putih itu ... aku pernah meliatnya di kos-kosan Aes, kalau tidak salah, itu isi cutter! mana dia ... mana dia ... ketemu! benar saja, kotak itu berisi pisau cutter, menggit bilah tipis itu dengan hati-hati, aku berhasil melepas ikatan tali, bibirku sedikit tergores, tidak apa-apa. sekarang tanganku sudah bebas, berjalan ke arah pintu, memutar kenopnya, tidak bisa terbuka, pintu dikunci. Tanganku bergerak mengacak-acak rambut, badanku merosot terduduk menyender pada pintu.

Satu-satunya jalan keluar selain pintu adalah menjebol plafon. Kembali berdiri, aku mengambil sisa pisau cutter di dalam kotak, melemparkannya ke atas, belum sampai plafon bolong, pintu terbuka, dua orang memasuki ruangan. Pria berjas putih membawa sebuah tas penuh peralatan, ia segera menuju meja di sudut ruangan, tidak mempedulikan diriku.
Sedangkan pria satunya membawa tali ditangannya, berseragam sama persis dengan yang menculikku kemari, sepertinya mereka tidak terkejut tahanannya dapat melepaskan ikatan di tangan.

Pembawa tali segera menutup pintu lalu mengejarku. Ruangan ini sempit, tertutup, tidak mungkin kabur, tetapi aku sedang memegang senjata tajam di tangan. Aku tiba-tiba memutar arah belari, menerjang lelaki itu, lalu menggores tangannya. Baru saja hendak bersorak girang, tengkukku terasa sakit sekali, kepalaku memberat, berusaha menoleh kebelakang, aku mendapati lelaki berjas itu membawa papan-yang sepertinya barusan digunanakannya untuk memukulku-pandanganku menggelap setelah itu.

__-__

Saat aku siuman, tubuhku sudah terikat pada kursi, lelaki dengan seragan berwarna kuning itu sedari tadi mendekatkan botol minyak kayu putih yang terbuka pada indra penghiduku.

"terimakasih sudah membuatnya bangun," ucap lelaki berjas putih

kawannya hanya mengangguk

"Dia harus sadar untuk tahu apa yang akan ia hadapi" desis jas putih. Perasaanku tak karuan saat melihat apa yang sedari tadi disiapkan jas putih, super serum. Dia tidak akan menyuntikkannya padaku bukan? jangan sampai!

Berusaha menggerakkan tanganku, tidak bisa, alat gerak yang tadi susah payah aku lepaskan sekarang terikat di belakang punggung, bedanya dengan yang tadi, sekarang kakiku juga terikat erat pada kursi. Sialan.

Tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Aku mengguncang tubuhku dan menjatuhkan diri. Ugh ... bahu, lengan, sampai kaki bagian kiriku sakit sekali.

"Bodoh!" maki petugas berseragam kuning, ia segera mengembalikanku pada posisi awal. Bertepatan dengan itu, lelaki berjas berjalan ke arah kami-ke arahku, suntikan sudah siap di tangannya. Aku meronta, percuma, seragam kuning menahan tubuhku. Benda kecil mengkilat itu menusuk lengan kananku, memasukkan cairan yang akhir-akhir ini menjadi perdebatan publik.

Sekarang, mereka meninggalkanku sendirian. pintu kembali terkunci. Tak lama kemudian, kulit wajahku terasa sakit, juga kulit di seluruh tubuhku. Kesadaranku kembali terengut untuk ketiga kalinya.

729 kata

Sayembara ARG WU - NihayiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang