🐣01

252 76 32
                                    

"Kau tidak kerja hari ini?"

Memasukkan potongan baju terakhir ke dalam lemari, Jiyeon melirik sahabat dekatnya yang duduk di tepi ranjang ditemani bombom yang mengendus-endus permukaan kasur.

"Aku tidak ada jadwal dua hari ke depan. Makanya aku ke sini untuk bantu-bantu," balas Jieun. Gadis itu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. "Bagaimana sambutan dia saat kau datang tadi?"

Tidak perlu bertanya siapa "dia" yang dimaksud oleh Jieun, Jiyeon tidak langsung menjawab, gadis itu menutup lemari dan ikut menyusul Jieun yang sudah mengatur posisi untuk tidur. Sepertinya gadis itu kelelahan menjelang comeback solonya minggu depan.

"Dia tidak di rumah saat aku datang, tapi Chanyeol sudah memberi tahu password apartemen ini tadi."

"Tapi dia tahu kau sudah ke sini, 'kan?"

Jiyeon mengangguk, Chanyeol sudah mengatakan pada temannya itu kalau Jiyeon akan datang hari ini.

"Tuan rumah macam apa itu? Dia pergi saat tahu kau akan datang. Menyebalkan."

"Mungkin dia juga tidak suka berbagi ruangan denganku." Selama ini Jiyeon tidak terlalu mengenal teman dekat Chanyeol itu. Seingatnya ia pernah bertemu beberapa kali dan pria itu sempat menginap di rumahnya juga. Tapi Jiyeon terlalu sibuk dengan sekolahnya, ia terbilang sulit menyadari orang-orang di sekitarnya jika tengah mengerjakan sesuatu. "Dia jadi tidak bebas membawa teman atau kekasihnya kalau ada aku." Jiyeon merasa bersalah jadinya.

"Karena itu juga kau menolak saat aku ajak tinggal di apartemenku?" Jieun melirik Jiyeon dengan alis yang bertaut.

"Hmm," gumam Jiyeon mengangguk pelan.

Jieun terkekeh, ia tidak menampik itu, dan Jiyeon sudah tahu sedari dulu. Persahabatan mereka sudah berlangsung lama, dulu Jieun bersekolah di Gwangju, dan saat itulah mereka saling dekat, hingga empat tahun belakangan Jieun pindah ke Seoul untuk merintis karirnya sebagai seorang penyanyi. Membuat mereka jarang bertemu, tapi sesekali mereka melakukan panggilan video di saat memiliki waktu luang.

"Bagaimana kabar paman dan bibi?"

"Seperti biasa, mereka selalu tidak waras."

Jieun tak bisa menahan tawanya mendengar balasan Jiyeon. Menurutnya ayah dan ibu Jiyeon itu manusia langka, mereka menyenangkan dan berjiwa muda. Hanya saja Jiyeon terlalu kaku dan terlalu lurus, humor Jiyeon sangat terbatas, gadis itu hanya tahu belajar dan kerja saja, makanya sampai saat ini Jiyeon tidak pernah memiliki kekasih, atau dekat melebihi teman dengan seorang pria.

"Mumpung aku sedang libur, bagaimana kalau malam ini kita keluar? Belanja, nonton dan berburu makanan?" ajak Jieun melupakan kantuknya dan duduk dengan semangat.

Mata Jiyeon beralih pada jam digital di atas nakas, milik Chanyeol dulu. Pukul setengah tujuh, tidak ada salahnya ia melepas lelah dengan keluar bersama Jieun. Sebelum besok mulai disibukan dengan jam kerja yang belum teratur.

"Oke, aku akan ganti baju dulu."

Lalu Jieun mulai bermain dengan ponselnya selagi Jiyeon ke kamar mandi. Mengambil foto dan mengajak bombom untuk menjadi model dadakannya.



"Ya ampun, perutku rasanya mau meledak." Jieun bersandar pada sandaran kursi dan mengusap perutnya yang kekenyangan. Rencana berburu makanannya terealisasikan. Bersama Jiyeon, ia pergi berbelanja dan menonton sebelum makan seperti monster. Seolah mereka tidak makan berhari-hari lamanya.

"Aku kenyang, tapi mataku masih lapar." Jiyeon menatap miris potongan-potongan kue yang dipajang di balik etalase kaca. "Sudah jam sebelas, kita sebaiknya pulang," ujarnya setelah melirik apple watch series 5 yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

roommateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang