CHAPTER THREE

130 13 6
                                    

Sang pemilik Klub Petarung melirik jam tangan. Waktu telah memasuki detik-detik babak ketiga akan berakhir dan itu artinya waktu break sudah semakin dekat.

Off memanggil Joss untuk datang menemuinya. "Joss, temui aku sekarang di bangku penonton. Copy that."

"Roger, Boss," ucap Joss di seberang sana.

Tak sampai 10 detik dari sudut ekor pandang Off, datanglah sang pelatih senior itu. "Ada apa?"

Off menyuruh Joss mendekat dan akhirnya membisikkan segala hal taruhan yang ia sepakati dengan Tawan. Dirinya berkata agar nanti saat break, Joss menyampaikan hal ini pada Thanat.

Tawan yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua hanya diam saja. Tak peduli dengan apa yang Off utarakan pada Joss. Ia mempercayai kawannya itu.

Seusainya mereka berbicara, Joss sempat terdiam sebentar untuk memproses segala informasi yang baru saja disampaikan oleh bosnya. Namun, setelah itu ia menoleh pada Tawan lalu tersenyum jahil seraya menaikkan kedua alisnya. "What a nice and sexy move, Mr. Vihokratana."

"Terserah kau sajalah," ucap Tawan berusaha acuh namun pada akhirnya ia tersenyum juga.

Tepat setelah Tawan selesai berbicara, lonceng berdenting dengan keras. Babak ketiga telah berakhir, break dimulai.

"Waktu terus berjalan, Joss. Lebih baik kau segera sampaikan hal ini pada Thanat," ucap Off setelah menepuk lengan pelatih senior itu beberapa kali. "You already know what to say, right?"

Joss mengangguk. "Of course. Serahkan saja padaku."

Di dalam ring tinju, Thanat nampak tertatih berjalan kembali pada sisi merah arena

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di dalam ring tinju, Thanat nampak tertatih berjalan kembali pada sisi merah arena. Kursi kayu yang sempat ia duduki di awal tadi telah tersedia. Ada satu orang ahli medis berjaga di sana, hendak memberikan pertolongan pada sang petarung namun ditolak.

"It's okay, sakitnya tak seberapa," ucap Thanat. Sayang, ekspresinya tidak dapat disembunyikan. Ia meringis kesakitam ketika hendak duduk.

Ahli medis itu pun hanya menggeleng heran, diam-diam ia membatin betapa keras kepalanya Thanat tentang hal ini.

"Berikan saja aku perban pengganti dan ankle sleeves. Itu sudah cukup," pinta Thanat. "Segera!"

Si ahli medis pun berlalu. Thanat menunggu seraya meluruskan kedua kakinya. Beberapa kali ia coba memutar pergelangan kaki secara perlahan agar ototnya kembali lemas. Sakit, namun ia tahan. Thanat sudah terbiasa dengan hal seperti ini.

"Thanat!"

Petarung merah itu menoleh ke belakang. Coach Joss datang menghampirinya. "Bagaimana kakimu?" tanya pelatih tersebut. Ia berdiri di luar arena.

Thanat mengacungkan salah satu jari jempolnya. "Masih baik. Hanya nyeri sedikit."

"Jangan kau paksakan, Thanat. Hal sepele seperti itu bisa berujung fatal."

TARUHAN • taylee ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang