01

550 58 4
                                    

Saat Jiang Cheng masih berumur 5 tahun, ayahnya selalu berkata ; 'Tidak peduli seperti apa caranya, keadilan tetap harus ditegakkan. Meskipun kau harus membunuh orang sekalipun'. Meskipun saat itu Jiang Cheng tidak mengerti apa maksud dari perkataan ayahnya, tapi ia tetap mengingat dan menerapkannya hingga sekarang

Hal ini menjelaskan kejadian dimana Jiang Cheng menduduki sebuah tumpukan orang yang tepar setelah mendapatkan bogeman darinya. Orang-orang ini adalah orang yang memiliki tabiat menjijikkan seperti membully, memalak atau bahkan membabu orang yang lebih lemah dari mereka

Jiang Cheng tentu saja merasa tidak terima. Menurutnya itu tidak adil, merendahkan orang yang lebih lemah adalah tindakan seorang pengecut. Untuk itu ia memberikan pelajaran kepada para bajingan ini

"Heh, kemana nyali kalian saat menyiksa orang-orang lemah tadi?" Jiang Cheng melompat turun dari tumpukan sampah berbentuk manusia tersebut, kemudian meludah kearah mereka. "Sampah seperti kalian hanya membuat bokong dan tanganku kotor, menjijikkan"

Jiang Cheng pergi, jam kuliahnya sudah habis sedari tadi dan ia harus segera pulang sebelum ayah dan ibundanya curiga akan kepulangan Jiang Cheng yang terlambat. Jika orang tuanya tau bahwa ia terlibat perkelahian lagi, maka cambuk milik ibundanya tidak akan lepas dari tubuhnya malam ini. Memikirkan itu membuat tubuh Jiang Cheng merinding. Punggungnya masih terasa panas karena cambukan yang ia dapat beberapa hari yang lalu

Saat sedang santai berjalan menuju tempat motornya diparkir, sebuah tangan secara sok akrab melingkar pada bahunya. Tanpa melihat ia sudah tau siapa pemilik tangan yang tidak tau sopan santun ini. Siapa lagi jika bukan sepupu terkutuknya, Wei Iblis bin Wuxian

"Shimei~"

Jiang Cheng memejamkan mata. Bulu kuduknya merinding mendengar panggilan yang begitu menjijikkan di telinganya. Astaga, dosa apa Jiang Cheng hingga ia ditempeli oleh makhluk astral jejadian seperti Wei Wuxian. Mari bantu Jiang Cheng untuk membaca Ayat Kursi, agar makhluk yang sedang menempeli Jiang Cheng terbakar sampai menjadi abu

"Bisakah kau berhenti memanggilku shimei? Itu memuakkan asal kau tau" serunya menatap jengah kearah Wei Wuxian yang sedang tertawa di sampingnya itu

"Aiyaa Jiang Cheng, shimei adalah panggilan sayang yang ku berikan untukmu"

"Tidak waras! Enyah saja sana"

Jiang Cheng menepis tangan Wei Wuxian darinya. Ia pun berjalan mendahului pria itu, mengabaikan segala panggilan memalukan yang ditujukan untuknya. Tahan Jiang Cheng, jangan sampai tanganmu merobek mulut Wei Wuxian dengan sendirinya

Wei Wuxian terkikik, merasa puas karena telah berhasil menggoda shimei kesayangannya. Ia pun mempercepat langkahnya, menyusul Jiang Cheng yang berjarak agak jauh di depannya

"A-cheng, apa kau baru saja melakukan sesi baku hantam dengan orang-orang itu?"

"Mereka pantas mendapatkannya" Jiang Cheng menoleh kearah Wei Wuxian yang sudah berjalan disampingnya. "Apa kau akan memberitau ayah soal ini?"

Wei Wuxian mengangkat salah satu alisnya. "Untuk apa aku memberitau Paman Jiang? Lagi pula bukankah Paman Jiang akan tau sendiri? Dia memiliki banyak CCTV di segala penjuru Yunmeng"

"Benar juga"

Jiang Cheng menghela napas. Jika ayahnya tau ia benar-benar akan mati ditangan ibunya kali ini. Yang bisa Jiang Cheng lakukan hanyalah pasrah dan meminta perlindungan kepada Allah SWT

Saat diparkiran, Jiang Cheng tanpa basa-basi menaiki motornya, memakai helm kemudian menyalakan mesinnya. Ia hendak menjalankan motornya sebelum merasakan sebuah beban mendarat di jog belakang motornya. Jiang Cheng mengernyit, penumpang asing mana yang tanpa permisi menaiki motornya begitu saja

The Purity of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang