; toska

90 15 0
                                    

"Kau tahu! Hari ini Azul lagi-lagi marah padaku! Padahal Mostro sedang sepi, lho! Makanya aku kembali ke kamarku untuk istirahat! Meski tidak terlihat, aku 'kan juga sedang kelelahan! Aku juga butuh hari libur! Ditambah Mostro Lounge membosankan sekali tanpa Koebi-chan!"

"Begitu kah? Pasti melelahkan, ya?"

"Benar sekali! Mana Ishidai-sensei juga memarahiku habis-habisan! Memangnya kenapa kalau aku dapat nilai jelek? Perasaan nilaiku ketika ujian tidak pernah jelek. Aku sudah mendapatkan banyak 100 lho! Tidak cukup ya? Menyebalkan sekali!"

"Wah, banyak 100 pada ujian? Senpai hebat sekali ya."

"Iya 'kan? Aku ini memang hebat~! Puji aku lagi, Koebi-chan!"

"Fufu, baiklah. Floyd-senpai sangat hebat. Seperti seorang jenius ...."

"Nfufu~ Aku ini memang jenius~!"


Sejujurnya Yuudai tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi. Sepulang sekolah dia langsung kembali ke Ramshackle. Rencananya hari ini dia akan membersihkan halaman belakang gedung asramanya sekaligus ruang tamu, namun tiba-tiba saja Floyd datang dan memeluknya di sofa.

Grim sedang di luar—katanya akan bermain bersama Jack dan Deuce. Sementara para hantu menghilang begitu saja begitu menyadari kedatangan Floyd. Hanya pada saat seperti ini Yuudai benar-benar hanya berdua bersama Floyd. Sejujurnya Yuudai sudah terlalu terbiasa sehingga tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Yuudai tersadar Floyd telah berhenti bercerita, sekarang lebih fokus pada ponselnya—sesekali mendecih dan menyebutkan nama kepala asrama Octavinelle dengan penuh kekesalan. Tebakan Yuudai Floyd menerima teguran lagi dari Azul melalui ponselnya.

Masih membiarkan Floyd menggunakan pangkuannya sebagai bantal, Yuudai meraih buku bacaan di meja depan sofa dengan hati-hati. Tanpa banyak bicara dia membuka bukunya pada, sesekali melirik pada Floyd yang masih bermain dengan ponselnya.


"Hei, Koebi-chan, kapan shift Mostro-mu yang selanjutnya?" Floyd tiba-tiba bertanya.

Yuudai mengangkat satu alisnya heran. "Shift Mostro-ku selalu di hari Selasa dan Kamis," jawabnya singkat.

"Eh? Hanya dua hari?!" Floyd menatap Yuudai terkejut. "Kenapa tidak menambah shift? Bagaimana dengan hari Jum'at?"

"Aku memiliki shift di Mystery Shop di hari itu," Yuudai melirik Floyd, memastikan suasana hati seniornya, "Shift Mystery Shop-ku ada di hari Senin dan Jum'at," dia menambahkan.

Untuk sesaat Floyd diam saja, bibirnya cemberut. "Hari Rabu?"

"Aku selalu mengikuti kelas tambahan dari guru-guru di hari Rabu."

"Eh? Padat sekali! Kenapa perlu kelas tambahan juga?!" rengek Floyd.

Yuudai hanya bisa melepas tawa canggung. "Pengetahuanku akan dunia ini setara dengan pengetahuan anak TK, Senpai. Aku harus bisa segera mengejar kelas-kelas yang ada agar bisa menyesuaikan dengan pelajaran sekarang ...."

Netra heterokrom Floyd memandang Yuudai keheranan untuk sesaat. "Oh," dia mengerjapkan mata, "Koebi-chan bukan dari sini, ya?"

Si rambut hitam mengangguk. "Maaf kalau jawabanku tidak memuaskanmu, Senpai."

Floyd mendecak. "Kalau Sabtu?"

"Waktu untuk membersihkan Ramshackle, belajar, dan beristirahat."

"Eeh! Sama sekali tidak ada hari lain selain Minggu?!"

"Maaf ...."


Yuudai hanya bisa tertawa pelan sambil mendengarkan keluhan seniornya lagi. Buku yang tadinya dia baca dia letakkan kembali di sebelahnya, sementara netra kuningnya memandangi Floyd dengan seksama. Keluhan dari Floyd sendiri perlahan mulai memelan, hingga akhirnya dia hanya berbaring di pangkuan Yuudai dengan kedua mata tertutup.

Pandangan sang adik kelas terpaku pada rambut sang senior—toska, dengan sebagian berwarna hitam pada sisi kanan kepalanya. Warna yang sangat mencolok dan sesungguhnya tidak biasa. Yuudai mungkin tidak begitu ingat tentang rumah atau dunia tempat dia berasal, namun dia yakin bahwa orang-orang di dunianya kebanyakan berambut hitam.

Tangan Yuudai melayang di atas rambut seniornya. Sesaat diam saja, ragu untuk menyentuhnya atau tidak. Ia menggigit lidahnya sendiri, sambil membayangkan segala kemungkinan kalau dia seenaknya menyentuh kepala Floyd. Namun sebelum dia bisa menarik tangannya, tangan yang lebih besar darinya menarik tangan Yuudai dan meletakkannya di atas kepala Floyd.


"Kenapa ragu-ragu? Pegang saja, Koebi-chan."

Mata Yuudai melebar. "O-Oh, kalau begitu ... permisi, Senpai," ucapnya. Dengan hati-hati ia mulai mengusap rambut Floyd, merasakan lembutnya helaian toska di tangannya.

Floyd terkekeh geli. "Memangnya ada apa dengan rambutku?"

Sesaat Yuudai diam saja, masih mengelus kepala Floyd. "Tidak ada apa-apa," jawabnya lirih. "Hanya saja, warna ini—warna toska—bukan warna yang biasa di tempatku. Ini pertama kalinya aku melihat warna rambut secerah dan ... seindah ini."

Floyd memandangi Yuudai. "Apakah rambutku indah di matamu, Koebi-chan."

"Indah. Sangat indah, Senpai," jawab Yuudai, tanpa sadar sebuah senyuman mengembang di bibirnya.


Sang senior mengerjap mata. Sejujurnya tidak menyangka jawaban dari Yuudai. Sementara Yuudai masih terfokus pada rambut Floyd, Floyd sendiri diam sambil mengalihkan pandangannya.

Floyd sudah terbiasa dengan pujian dan dambaan, terutama ketika dia berada di laut. Baik dari murid lain yang mencoba menjadi kawannya atau sekumpulan duyung-duyung tua yang mendekatinya dan Jade demi menjalin hubungan dengan Tuan dan Nyonya Leech.

Keduanya sama-sama menyebalkan, pikir Floyd. Hanya ucapan kosong yang mereka keluarkan tanpa banyak berpikir. Orang-orang mungkin menganggap Floyd tidak peka, tetapi Floyd selalu tahu kapan orang berbohong atau hanya mengada-ada. Dia tidak selalu memperhatikan, tetapi dia tahu dan selalu mendengarkan.

Floyd larut dalam pikiran sambil menikmati tangan Yuudai di kepalanya. Sensasi tangan Yuudai yang hangat berbeda darinya—seorang dari ras duyung yang dominan memiliki suhu tubuh lebih rendah dari ras lainnya. Terlebih dengan tinggi menjulangnya Floyd jarang bisa merasakan elusan seperti ini. Hanya di Ramshackle Floyd bisa menikmati momen langka seperti ini.


"Floyd-senpai?" Yuudai memanggilnya dengan hati-hati. Floyd tersadar tangan Yuudai sudah berhenti mengelusnya.

Keduanya bertatapan satu sama lain untuk beberapa saat, sebelum Floyd menunjukkan seringaian lebar. "Tentu saja!" katanya bangga. "Pastinya aku merawat rambutku dengan baik! Menjaga penampilan 'kan penting!"

Yuudai terdiam sesaat, sebelum terkekeh. "Benar juga."

"Ya 'kan?" Floyd tertawa lagi. "Lalu, kenapa berhenti? Elus aku lagi!"

"Ah, dengan senang hati."


✽✽✽

Coloruary || Floyd LeechTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang