; abu-abu

106 18 6
                                    

Yuudai diam, namun bisikan-bisikan di sekitarnya menjadi lebih nyaring. Bisikan yang hanya bisa didengar olehnya itu seperti berusaha memperingati Yuudai. Yuudai sendiri langsung mengerti dengan peringatan apa yang mereka maksud dengan pemandangan di ruang ganti Mostro Lounge.

Di depannya ada Floyd—wajahnya penuh plester dan memar. Seingat Yuudai Floyd sempat berulah dengan salah satu pelanggan dari Savanaclaw. Kalau saja Jade tidak segera menghentikan saudara kembarnya, mungkin setengah dari Mostro Lounge sudah hancur berantakan.

Yuudai mendengar gelak tawa, jelas menertawakan Yuudai yang mau tak mau harus berhadapan dengan Floyd untuk mengganti seragamnya. Pantas saja sedari tadi tidak ada yang berani memasuki ruang ganti, pikirnya. Dengan hati-hati Yuudai melangkah masuk, dia mendekati loker miliknya tanpa berkata-kata, sambil mengambil seragamnya lagi. Sebisa mungkin Yuudai tidak membuat banyak suara agar tidak memperburuk suasana hati Floyd hari ini.

Hanya saja Floyd memikirkan yang sebaliknya.


"Koebi-chan~" Yuudai tersentak kaget ketika tiba-tiba Floyd menariknya ke dalam sebuah pelukan. "Hari ini aku dimarahi Azul dan Jade lagi! Menyebalkan sekali, 'kan?! Padahal ikan-ikan kecil itu yang memulai duluan! Apaan sih?! Hanya soal telur mereka sudah meminta ganti rugi? Sudah seperti bocah saja!"

Yuudai memaksakan sebuah tawa. "Tapi, Senpai, kau tetap harus berhati-hati," ucapnya pelan. "Bagaimana kalau kau terluka lagi?"

Floyd cemberut sambil mengeratkan pelukannya pada Yuudai. Dia tidak menghiraukan Yuudai yang mengeluarkan suara tercekik. "Tapi mereka juga yang memulai masalah. Kenapa juga pakai melibatkan Jade? Apa salahnya juga kalau aku seperti ini? Apa perlu dipermasalahkan?"

"Kurasa tidak," jawab Yuudai pelan. Untuk saat ini dia hanya ingin menghindari membuat Floyd semakin kesal.

"Tuh 'kan?!"


Floyd mulai melanjutkan keluh kesahnya. Sementara itu Yuudai diam saja pada pelukan Floyd. Ruang ganti Mostro Lounge hanya diisi oleh keluhan dari Floyd. Bisikan yang biasanya hilang sudah, sepertinya memilik untuk meninggalkan Yuudai seorang diri bersama Floyd. Tangannya lebih asik memainkan kancing pada seragamnya—seragam cadangan asrama Octavinelle yang dipakai para pekerja Mostro Lounge.


"Hei, Koebi-chan, kalau menurutmu aku ini seperti apa?"


Yuudai tersentak kaget. Pertanyaan tiba-tiba macam apa ini? Dia sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti itu, hingga pada akhirnya hanya bisa terbata-bata sambil mencari kata-kata yang tepat.

Floyd memandanginya lekat-lekat, di luar dugaan menunggu jawaban dari Yuudai. Pandangan mereka bertemu untuk beberapa saat, sebelum Yuudai menatap kedua tangannya.


"Floyd-senpai itu ... orang yang selalu mengikuti perasaan dan instingnya," jawab Yuudai pelan.

Floyd menatapinya keheranan. "Maksudmu?"

Yuudai berdehem. "Maafkan pemilihan kata-kataku, tapi ... mungkin Floyd-senpai semana-mena," ia meringis ketika pelukan Floyd mengerat, "T-Tetapi! Floyd-senpai selalu terlihat sangat bebas, dan sejujurnya terasa melegakan ketika di lihat. Dan aku ... sedikit iri."

Floyd diam saja, namun dia melonggarkan pelukannya pada Yuudai. "Koebi-chan iri padaku?"

"Sedikit, mungkin?" Yuudai menjawab dengan tidak yakin. "Orang-orang banyak yang berkata kalau Floyd-senpai mungkin orang terburuk di sekolah ini, dan Senpai juga memiliki sisi yang mengintimidasi, hanya saja menurutku Senpai memiliki sisi yang lucu juga."

"Floyd-senpai tetaplah seorang anak SMA biasa," Yuudai menambahkan, tangannya ia letakkan pada lengan Floyd yang melingkari perutnya. "Senpai tidak menyerupai orang suci yang selalu baik dan rendah hati. Namun itu bukan berarti Senpai adalah seorang penjahat berhati keji."

"Floyd-senpai itu ... seperti abu-abu. Senpai bukanlah hitam, bukan juga putih. Floyd-senpai itu masih manusiawi."


Keduanya duduk dalam keheningan. Yuudai tidak mendengar balasan apa pun dari Floyd, tidak pula merasakan pelukan erat yang barusan ia terima. Ia ingin sekali menengok dan melihat wajah Floyd, hanya saja takut di saat yang sama. Entah wajah seperti apa yang dimiliki oleh Floyd saat ini.

Menyadari Floyd tidak bereaksi apa pun, Yuudai kembali membuka mulutnya.


"K-Kalau boleh kutambahkan, Floyd-senpai itu sulit ditebak dan dimengerti. Memang Senpai itu seperti warna abu-abu. Tapi, menurutku Floyd-senpai juga seperti pelangi, menyerupai sebuah lukisan abstrak," ucapnya. "Bercampur aduk, tetapi unik dan tetap memiliki suatu nilai tersendiri. Orang-orang memiliki persepsi yang berbeda-beda, tetapi tetap saja indah di mata beberapa dari mereka."

"Hah? Koebi-chan, kau habis makan apa?" gumaman Floyd mengisi telinga Yuudai, mengejutkannya.

"Kurasa aku tidak memakan yang aneh-aneh," jawab Yuudai pelan. "Floyd-senpai ... apakah kau baik-baik saja?"


Floyd lagi-lagi tidak menjawab. Kali ini Yuudai tidak berusaha menambahkan apa pun, hanya diam tanpa bergerak di pelukan Floyd. Waktu terasa begitu lama di dalam ruang ganti. Di sisi lain suara jam dinding terasa seakan-akan menggema di telinga Yuudai.

Bahu Yuudai tersentak ketika Floyd tiba-tiba mengeratkan pelukannya. Yuudai bisa merasakan Floyd membenamkan wajahnya di bahu Yuudai. Pada saat yang sama menyadari pelukan Floyd mungkin erat, hanya saja tidak semenyakitkan sebelumnya, seakan-akan Floyd berusaha untuk berhati-hati.


"Koebi-chan, kamu aneh," ucap Floyd tiba-tiba.

Secara refleks Yuudai melepas tawa canggung. "B-Begitukah? Maaf."

"Kenapa pakai meminta maaf sih? Menyebalkan."

"Oh, kalau begitu aku akan diam saja."

"Mm. Kau sangat aneh."

"... Sejujurnya, sudah banyak yang mengomentariku begitu."

"Ha? Siapa saja?"


✽✽✽


end.


Thank you for reading until this far! See you!

Coloruary || Floyd LeechTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang