BINAR #1

36 6 2
                                    

Sebuah memori...

"kenapa sih kamu deket-deket aku terus?"

"Karena kamu itu, nggak tau kenapa, bagiku kamu asik, Bi."

"Bukan karena aku ganteng, dan kamu suka sama aku?"

"Dih! Sekalinya punya temen tingkat kepedeannya melebihi puncak everest."

"Bukan pede, Binar. Aku kan nanya..."

"Ya udah, jawabanku bukan."

"Awas aja kalau nanti kamu jatuh cinta sama aku."

"Dunia nggak akan sekejam itu sama aku, Abi!"

****

"Abi, rupanya dunia cukup kejam pada kita."

****

Tahun ajaran baru, Juli 2012.

Abichandra, dan Binar Cahaya, dua remaja yang dipertemukan Tuhan melalui sebuah pengejaran pintu gerbang yang hampir di tutup oleh satpam sekolah. Iya, mereka telat masuk sekolah di hari yang sama, hari pertama tahun ajaran baru.

"Pak, boleh dikasih keringanan dikit nggak untuk murid baru? Kan ini hari pertama masuk kelas, Pak... Dodit?" Binar melirik name tag di seragam satpam, memohon dengan kedua telapak tangan terkatup. Tapi pak Dodit hanya menggeleng kepala sambil menyuruh Binar, dan satu siswa lain di belakangnya—Abichandra—untuk berdiri lebih dahulu di lapangan.

"Kamu, nggak mau bantu bilang sesuatu gitu?" Binar menoleh ke belakang, tanpa basa-basi mengajak teman senasibnya untuk berkompromi. Meskipun mereka belum saling kenal, tapi setidaknya mereka bernasip yang sama, dan berseragam yang sama, pikir Binar.

"untuk apa ngeributin hal yang udah jelas gak akan ada hasilnya." Jawab Abi, dingin tanpa ekspresi. Binar hanya bisa mendelik dan mengerucutkan bibirnya kesal.

Ya, memang benar, kalau dengan alasan karena siswa baru terus dikasih kelonggaran untuk masuk kelas meskipun telat, itu artinya setiap siswa baru akan tenang-tenang saja jika mau ke sekolah, dan tidak disiplin waktu. Tapi tetap saja, telat di hari pertama itu bukan hal yang membanggakan untuk diingat sebagai kenangan dikemudian hari.

"Kamu juga anak baru?" tanya Binar memecah kesunyian di bawah terik matahari.

"Iya." Singkat, tanpa minat untuk membalas pertanyaan.

"Aku Binar, nama kamu siapa?" tanya Binar lagi. Dia memang tipe gadis yang paling benci berada disituasi canggung, sunyi dan tidak nyaman, maka dia lebih baik memberanikan diri membuka suara daripada harus berjuang melawan sunyi yang tidak menyenangkan selama jam hukuman. Apalagi mereka hanya berdua.

Abi menoleh ke arah Binar yang menunggu jawaban darinya.

"oh, gak punya nama?" lagi, Binar berceloteh. Sedangkan Abi, dia sudah cukup malas untuk sekedar membuka mulut, hanya bisa menghela napas lalu membuang muka dari Binar.

"Pelit amat jadi cowok."

"Abi." Sambar Abi seketika.

Sedikit kesal dengan gerutuan Binar, Abi pun nyerah dan memilih memberitahu namanya sesingkat mungkin.

"oh salam—"

"Please bisa diam aja nggak? aku udah cukup pusing di sini." Kata Abi memotong kalimat Binar yang bernada penuh antusias untuk melanjutkan obrolan. Binar pun mengatupkan bibir rapat-rapat sambil mendelik pada Abi, rasanya ingin sekali menendang betis cowok di sebelahnya ini. cukup menyebalkan.

BINARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang