2. Ide yang bagus

3 0 0
                                    

Dua bulan berlalu sejak Wu Qian dikurung. Seperti perintah Tuan Wu, tidak ada yang menemui Wu Qian. Jingyi yang mengantarkan makanan hanya meletakkan nampan di depan pintu. Selama dua bulan kediaman keluarga Wu terasa sepi dan kosong.

Hari ini adalah hari yang ditunggu Nyonya Wu. Bersama putra keduanya, Wu Guanheng, ia mengunjungi kediaman Wu Qian. Pelayan yang mengikuti mereka membawa sejumlah hadiah untuk Wu Qian. Keduanya mengobrol hingga tiba di depan kediaman Wu Qian. Tidak seperti dua bulan yang lalu, halaman depan tampak sepi, ditambah langit mendung, tempat tinggal Wu Qian terlihat muram. Namun, mereka tetap berjalan masuk.

Sementara itu, di dalam ruangan, Jingyi sedang berusaha membujuk Wu Qian. "Nona, meski sedikit, setidaknya makan. Ini demi kesehatan Anda. Kalau Anda sakit, siapa yang mengirim cerita-cerita bagus untuk Tuan Hong?"

Jingyi ingin merayakan hari ini dengan hadiah berupa buku-buku baru untuk Wu Qian. Namun, nonanya justru menatap sendu lalu mulai bergumam. Saat ditawari makanan, Wu Qian membisu. Jingyi sangat sedih dan tidak tahu harus berbuat apa agar Wu Qian berhenti terpuruk.

Jingyi pun menyerah lalu keluar ruangan. Di luar, ia bertemu dengan Nyonya Wu dan adik Wu Qian. Sambil membawa nampan berisi makanan, Jingyi menunduk memberi salam.

"Jingyi, apa Kakak tidak menghabiskan makanannya?" Guanheng bertanya. Sesungguhnya ia baru tahu jika Wu Qian mendapat hukuman.

Jingyi menjawab dengan lesu. "Nona hanya diam saat saya menawarkan makanan. Saya mengajak Nona bicara, tapi Nona mengabaikan saya."

Nyonya Wu menatap nanar pintu yang tertutup. Selama dua bulan, suaminya benar-benar melarang menemui Wu Qian, bahkan Jingyi yang adalah pelayan sekaligus temannya. "Biar aku bicara padanya. Wu Qian selalu mendengarkanku," ucapnya dan berlalu masuk.

"Wu Qian?" panggil Nyonya Wu. Ia berusaha melangkah di tengah kegelapan. Ketika menemukan seseorang yang duduk di sudut, Nyonya Wu berlari kecil.

Nyonya Wu duduk di hadapan putrinya. Berikutnya ia mengeluarkan buku yang tersembunyi di balik hanfu. "Wu Qian. Ini Ibu. Lihat, Ibu membawa buku dongeng kesukaanmu."

Wu Qian menoleh. Selama beberapa detik, matanya mengamati buku bersampul ungu. "Buku dongeng." Wu Qian menggapainya.

"Putriku, hari ini kau bisa keluar. Ayahmu sudah memberi izin, kau bisa pergi ke manapun yang kau mau." Nyonya Wu menarik satu tangan Wu Qian untuk digenggam.

"Hari ini kau bisa melakukan hal yang kau mau," tegas Nyonya Wu.

Wu Qian terkekeh lalu tertawa hambar. Mata ungunya yang cemerlang menatap lekat. "Hanya hari ini. Bagaimana dengan hari yang lain? Apa aku akan menikah? Apa aku akan dipanggil orang bodoh karena aku menulis cerita? Ayah yang bodoh! Hanya memikirkan dirinya sendiri! Guanheng bisa melakukan apa yang ia mau, belajar di luar negeri, berkencan, sedangkan aku? Aku seharian diam di rumah, tapi aku dihukum!"

Nyonya Wu terdiam mendengar keluh kesah itu. Mulutnya sedikit terbuka dan matanya melebar. "Guanheng punya kekasih? Bagaimana bisa?" Pertanyaan itu yang muncul kala Nyonya Wu buka suara.

"Jingyi pernah melihatnya. Dia memberitahuku. Sudahlah, Ibu. Aku tahu Ibu ingin menghiburku, tapi untuk saat ini aku ingin dengan diriku sendiri."

🌸🌸🌸

"Ibu, bagaimana keadaan Kakak?" tanya Guanheng begitu melihat ibunya kembali.

Bukannya menjawab, Nyonya Wu menarik telinga anaknya. "Kau punya kekasih? Memangnya untuk apa ayahmu mengizinkanmu tinggal di luar rumah?"

"I-ibu, aku bisa jelaskan."

"Baiklah. Letakkan hadiah untuk Wu Qian. Jingyi, pastikan Wu Qian cukup makan. Dan kau, kau harus mengatakan semua rahasiamu." Nyonya Wu pun pergi bersama Guanheng, tentunya dengan tangan yang menarik telinga putranya.

"Hoho, drama yang bagus. Ibu pantas menjadi wanita yang tegas dan Guanheng menjadi laki-laki yang bertindak seenaknya. Mereka adalah pasangan yang kocak."

Mendengar suara lembut yang mengalun, Jingyi menoleh ke jendela. Seorang gadis yang tadi terlihat sendu, kini berubah ceria. Jingyi tersenyum lebar. "Nona, Anda selalu punya ide yang bagus," celetuk Jingyi.

Wu Qian terkekeh. "Tentu saja."

🌸🌸🌸

Karena hujan tiba-tiba turun, Jingyi mengungsikan hadiah ke kamar Wu Qian. Saat ini keduanya sedang memilah hadiah-hadiah. Wu Qian mengulum bibir sebab hadiah dari ibunya tidak jauh dari perhiasan dan kosmetik. Sementara hadiah dari Guanheng adalah manisan dan kue-kue kering. Semua barang-barang ini terlalu banyak untuk dirinya seorang. Maka Wu Qian berinisiatif berbagi. "Jingyi, ambil yang kau inginkan," perintahnya.

Jingyi membeku sambil memandang Wu Qian. Mana mungkin dirinya boleh mengambil barang-barang ini. "Nona, semua ini adalah bentuk ketulusan dari Nyonya Wu dan Tuan Muda kedua untuk Anda seorang," beritahunya.

"Aku sudah muak dengan nasihat. Pilihlah. Terutama perhiasan. Kau akan membutuhkannya di pernikahanmu," tukas Wu Qian. Gadis itu bersandar di dekat jendela bersama gelas teh di tangannya.

"Aih, Nona." Jingyi tersipu malu.

"Saya tidak akan menikah tanpa izin dari Anda."

Wu Qian tergelak. Percakapan ini  sangat menyenangkan. "Jingyi, aku memberimu izin untuk menikah. Menikahlah."

Jingyi semakin tersipu. Ia menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah. "Nona, tolong berhenti. Daripada itu saya ingin tahu ide bagus yang Nona punya."

Saat topik beralih, Wu Qian langsung ingat dengan rencananya. Untung saja Jingyi yang bisa diandalkan mengingatkannya. "Ide bagus itu akan terjadi besok. Duduk dan saksikan. Tapi sebelum itu, aku ingin bertanya. Jingyi, apa kau akan terus setia padaku meski aku bukan lagi seorang putri?" Kata-kata Wu Qian terdengar serius.

"Tentu saja, Nona. Saya berjanji untuk terus setia kepada Nona, apapun yang terjadi," sahut Jingyi tegas.

"Kau harus memegang sumpahmu," tantang Wu Qian.

🌸🌸🌸

Hari yang baru, musim semi masih berlanjut, halaman rumah penuh dengan kelopak bunga yang meninggalkan tangkainya. Sejak pagi, Wu Qian memasang wajah kesal. Entah sengaja atau tidak, pagi ini Putra Mahkota ingin bertemu dengan dirinya. Wu Qian berdecih. Biasanya pasangan yang dijodohkan enggan mengenal satu sama lain, tapi yang yang terjadi padanya adalah kebalikan.

Di dalam kereta kuda yang bergerak perlahan, Wu Qian menyumpahi banyak orang.

Jingyi berusaha menghibur. "Nona, setelah ini selesai, mari berkunjung ke Toko Hong. Meski karya Anda sudah tidak ada di pasaran, setidaknya kita tahu penjualan buku selama ini."

Sekian lama keheningan mengisi, Wu Qian buka mulut. "Jingyi, kau mau aku senang, bukan?"

Jawaban pertanyaan tersebut adalah anggukan.

"Kalau begitu, ayo."

Jingyi tidak siap kala dirinya ditarik. Lalu bersembunyi di tengah kumpulan orang. Tidak ada yang menyadari kejadian itu. Para pengawal sibuk membuka jalan, sedangkan pelayan mengecek barang bawaan yang jatuh akibat senggolan Wu Qian.

"Nona, apa yang sedang Anda—"

Wu Qian membungkam mulut Jingyi. Gadis itu terlihat serius juga senang. "Jingyi, ini adalah ide bagusku."

Blue Sky LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang