BAGIAN 2 ㅡ Akan Baik-baik Saja

456 99 47
                                    

Menoleh ke kiri lalu kanan dengan dahi basah oleh keringat dingin serta bibir yang pucat gemetaran, Irene secara refleks terbangun lantas mengatur pernapasan beratnya sembari melihat sekeliling ㅡpada wajah terlelap pulas dari keempat adiknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menoleh ke kiri lalu kanan dengan dahi basah oleh keringat dingin serta bibir yang pucat gemetaran, Irene secara refleks terbangun lantas mengatur pernapasan beratnya sembari melihat sekeliling ㅡpada wajah terlelap pulas dari keempat adiknya. Seperti biasa, Yeri tidur dengan kakinya melintang di atas perut Joy dan Seulgi yang menghadap samping, memunggungi Wendy.

Setelah mengecup pipi seluruh adiknya, Irene mengambil jubah tidur dan melangkah keluar kamar asrama.

Nak, izinkan mereka meminjam bahumu sebagai sandaran.

Sekali saja kalimat itu terucap, tetapi telah berulang kali terputar dalam kepala Irene. Baik saat terbangun ataupun terlelap. Ini bukan beban melainkan sebuah kewajiban baginya untuk selalu mengaitkan tangan mereka dalam kondisi sesulit apapun. Andai saja mereka melenyapkan harga diri seperti Wendy, maka Irene tak perlu khawatir berlebih. Irene bukan takut jika tidak dapat menjadi sandaran, melainkan bila mereka enggan menempatkan diri pada bahu mungilnya.

Saat Irene baru saja menyentuh pagar balkon asrama, matanya menangkap seseorang berlari tergopoh-gopoh; tampak ketakutan pada sesuatu di belakangnya. Tak lama setelahnya Irene ikut tersentak kaget melihat Aoda ㅡular raksasa milik para pendiri akademi, mengejar rekan satu kelasnya yang sedang dalam giliran tugas berjaga.

Sebagai satu perempuan yang terlalu banyak dan tentunya terlalu sering peduli, Irene tidak bisa diam. Ia seketika memanggil pasir-pasir menggunakan pikirannya; menjadikan butiran-butiran coklat itu sebagai tumpangan untuk membawanya melayang meninggalkan balkon.

Syukur saja, berkat bantuan angin ㅡyang pada dasarnya Ia undang juga menggunakan kekuatannya ㅡIrene dapat mengalihkan perhatian makhluk besar yang menggeliat mengerikan tersebut. Tentu Irene cepat-cepat mengulurkan tangannya pada rekan yang entah siapa namanya itu, lantas langsung menariknya ikut ke atas awan pasir yang dibuatnya; melarikan diri.

Untuk beberapa menit, akhirnya Master dan Penjaga Akademi muncul dan mencoba menghentikan ulah Aoda yang brutal.

Jujur saja, baru kali ini Irene melihat Aoda keluar dari sangkarnya. Sedikit mengherankan sebab Aoda terkenal cukup pemalas dibanding ular lain yang ada di akademi ini. Dalam sejarah yang pernah Irene baca di perpustakaan, Aoda dititiskan oleh leluhur sebagai ular pertahanan bukan penyerang. Sebuah hal baru melihatnya mengejar penghuni akademi.

"Turunlah, aku akan berusaha membantu Master." Irene berujar; mengalihkan pandangan dari tempat kejadian.

"Master? Lihatlah adik bungsumu yang sudah bersiap melakukan sesuatu! Urus dia, Irene!" Teriakan temannya tak urung mengundang Irene untuk memutar lehernya; menoleh ke belakang.

Tak lebih dari lima detik, apa yang disuguhkan di depan mata membuatnya mendecih kesal. Disana terlihat para Master sedang berupaya menyusun pola segel raksasa dibantu oleh penjaga yang mengalihkan perhatian Aoda dengan menyemburkan api ke dekat sisik ekornya. Tetapi Yeri ㅡdengan ekspresi begitu rileks dan tidak tahu takutnyaㅡ justru bersiap melawan ular itu dengan mengirim ratusan kerikil menggunakan kekuatan kibasan angin yang dimilikinya.

ACADEMY | Red VelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang